UN Women Indonesia Luncurkan Chatbot AI untuk Perempuan
Secara global, 38 persen perempuan pernah mengalami kekerasan online secara langsung.
Dalam rangka memperingati kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar acara bertema Towards 30 Years of the Beijing Declaration and Platform for Action: UNiTE to End Violence Against Women pada Senin (25/11) lalu.
Acara ini merupakan salah satu bentuk komitmen PBB dalam mendukung upaya pemberantasan kekerasan terhadap perempuan. Dwi Faiz, Officer in Charge UN Women Indonesia menyebut, data dari Institute of Development Studies yang mengungkapkan bahwa 16-58 persen perempuan di berbagai negara, termasuk Indonesia, telah mengalami kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi.
"Bila dikaji secara luas fenomena ini dapat disebut sebagai technology facilitated gender based violence. Kekerasan seksual terhadap perempuan yang difasilitasi oleh teknologi. Jadi tidak hanya terjadi secara online tetapi secara luas melalui penggunaan teknologi," jelas Dwi.
Baca Juga: Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan: Perjuangan Tiada Henti Lawan Ketidakadilan dan Penindasan
Ia menambahkan bahwa secara global, 38 persen perempuan pernah mengalami kekerasan online secara langsung, dan 85 persen perempuan yang menghabiskan waktu di ranah online pernah menyaksikan kekerasan digital terhadap perempuan lain.
"Ada kelompok tertentu yang sangat rentan terhadap kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi, salah satunya adalah remaja perempuan. Remaja perempuan adalah active user teknologi yang menjadi salah satu pemicunya," lanjutnya.
Bentuk kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi yang sering dilaporkan mencakup misinformasi dan fitnah, yaitu penyebaran informasi palsu atau tuduhan yang merusak reputasi korban, sebanyak 67 persen. Selain itu, pelecehan di ranah online (cyber harassment) dilaporkan sebanyak 66 persen.
Baca Juga: Konten Pornografi Anak Kian Marak, Jangan Abaikan Eksploitasi Digital!
Ia menjelaskan bahwa saat ini, setidaknya hanya satu jenis kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi, yang telah memiliki perlindungan hukum yang cukup memadai, yaitu cyber harassment.
Ia juga menekankan bahwa bentuk kekerasan lainnya, seperti doxxing, stalking, dan penyalahgunaan kekerasan berbasis gambar seperti deep fake, belum sepenuhnya diatur atau dilindungi oleh hukum.
"Paling tidak dari satu jenis saja dari bentuk kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi yang sudah memiliki perlindungan hukum yang cukup yaitu cyber harassment. Sementara yang kita tahu bentuk dari kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi tidak hanya itu, tapi ada doxxing, stalking, dan deep fake,” ungkapnya.
UN Women Indonesia memanfaatkan teknologi untuk mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan melalui kolaborasi dengan mengembangkan Chatbot AI yang memberikan akses informasi terpercaya untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan.
"Kami melakukan pendekatan teknologi untuk menyebarluaskan informasi dengan membuat Chatbot melalui AI untuk memberikan informasi yang sifatnya transformatif gender dan tidak menyudutkan perempuan dan kelompok marjinal-marjinal lainnya," tambahnya.
Chatbot AI ini nantinya akan disesuaikan dengan data-data yang tidak bias gender, serta mencerminkan pengalaman dan kebutuhan khusus perempuan. Terkhusus bagi perempuan pekerja migran dan kelompok orang muda lainnya. Chatbot AI ini akan diluncurkan di awal tahun 2025.
"Chatbot ini akan membantu WNI yang ingin melakukan perjalanan keluar negeri terutama untuk informasi seperti resiko trafficking dan risiko eksploitasi pekerjaan mereka sebagai pekerja migran perempuan," pungkasnya.
Baca Juga: Perempuan Perantau Penakluk Mimpi: Tantangan dan Stigma yang Mereka Hadapi
Penulis: Humaira Ratu Nugraha
BERITA TERKAIT
Sukacita Natal, Komunitas Ini Berbagi Kebahagiaan dengan Menggelar Aksi Sosial
Senin, 25 Desember 2023 | 14:00 WIBNggak Cuma Raih Peluang Bisnis, Peserta juga Bisa Ketemu Jodoh di Single Chinese Gathering 2023
Rabu, 20 Desember 2023 | 08:06 WIBKenalan dengan Komunitas La Sape, Cowok-Cowok Perlente Asal Kongo
Selasa, 05 Maret 2019 | 17:00 WIBBERITA TERKINI