Ragam

Gerbong Khusus Perempuan di KRL: Solusi Aman di Perjalanan Atau Cuma Bikin Ribut?

Kebijakan gerbong khusus perempuan di KRL kembali ditegaskan untuk mencegah pelecehan seksual. Simak pro-kontra, efektivitas, dan kenapa langkah ini tetap penting demi keamanan penumpang perempuan.

Vania Rossa

Ilustrasi KRL gerbong khusus perempuan. (Suara.com)
Ilustrasi KRL gerbong khusus perempuan. (Suara.com)

Dewiku.com - Isu soal keamanan di transportasi publik kembali ramai dibahas sejak aturan gerbong khusus perempuan di KRL makin ditegaskan. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah cepat buat mencegah pelecehan seksual—masalah yang sayangnya masih sering muncul, apalagi di jam-jam superpadat ketika gerbong penuh sesak dan semua orang lagi buru-buru.

Sebetulnya, gerbong khusus perempuan bukan hal baru. Tapi penerapannya kini kembali diperkuat karena laporan pelecehan di transportasi massal meningkat. Harapannya, pemisahan ruang ini bisa bikin perempuan merasa lebih aman dan nyaman selama perjalanan, tanpa was-was berlebih. Kehadiran petugas di stasiun dan di dalam kereta juga jadi faktor penting supaya aturan ini berjalan efektif.

Tetap saja, kebijakan ini nggak lepas dari perdebatan. Ada yang bilang gerbong khusus perempuan cuma ngegeser masalah, karena pelecehan itu persoalan perilaku yang butuh edukasi, penegakan hukum, dan perubahan budaya—bukan cuma memisahkan penumpang berdasarkan gender. Tapi banyak juga yang menganggap ini solusi praktis yang bisa diterapkan sekarang, sambil menunggu perubahan sistemik yang lebih besar.

Di lapangan, kehadiran gerbong khusus perempuan jadi bukti bahwa operator KRL serius soal keamanan penumpang. Pesannya jelas: rasa aman perempuan saat bepergian itu prioritas. Meski begitu, langkah lanjutan seperti kampanye edukasi, pelatihan petugas, serta sistem pelaporan yang cepat dan gampang tetap perlu terus digenjot biar perlindungan makin maksimal.

Pada akhirnya, gerbong khusus perempuan adalah bagian dari proses panjang menuju transportasi publik yang aman dan ramah buat semua. Memang bukan solusi final, tapi kebijakan ini menegaskan satu hal: perempuan berhak merasa aman di ruang publik, dan keamanan itu harus jadi pondasi setiap kebijakan transportasi.

(Clarencia Gita Jelita)

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini