Ragam
Soft Girl Era: Tren Hidup Santai yang Bikin Mental Lebih Sehat di 2025
Soft Girl Era adalah gaya hidup sadar diri yang makin populer di kalangan Gen Z 2025 sebagai cara melawan hustle culture dan menjaga kesehatan mental.
Vania Rossa

Dewiku.com - Dunia bergerak makin cepat. Target harus dikejar, deadline menumpuk, notifikasi tak ada habisnya. Di tengah tekanan itu, muncul sebuah tren baru di kalangan Gen Z dan milenial muda: Soft Girl Era.
Tren ini bukan sekadar gaya berpakaian manis dengan warna pastel atau makeup natural, tetapi telah berkembang menjadi gaya hidup yang mengutamakan ketenangan, kelembutan, dan perasaan yang autentik.
Baca Juga
Di Tengah Gelombang PHK, Ini Dia Skill yang Bakal Jadi Rebutan di Dunia Kerja!
Cantik Nggak Harus Boros: Yuk, Ikut Tren Refill Produk Kecantikan Ramah Lingkungan!
Kalau Aktor K-Drama Kena Skandal, Masih Mau Nonton Drakornya? Ini Kata Gen Z!
7 Cara Bangkit Setelah Ghosting, Biar Nggak Baper Lama-Lama
Zodiak Bisa Menebak Gaya Pacaran: Kamu Tipe Bucin, Cool, atau Cuek?
Daftar Lagu Nadin Amizah yang Paling Relate Sama Perjalanan Emosional Perempuan
Di balik estetikanya yang manis, tersembunyi pesan kuat: cukup sudah hidup dalam tekanan dan tuntutan produktivitas yang tiada henti.
Jenuh dengan Hustle Culture yang Menuntut
Banyak perempuan kini mulai jenuh dengan hustle culture yang menuntut produktivitas terus-menerus, dan memilih hidup yang lebih pelan, penuh kesadaran, serta mendengarkan kebutuhan batin mereka sendiri.
Tren soft girl era ini kemudian diterjemahkan lewat kegiatan sederhana nan mindful seperti journaling pagi hari, merawat tanaman hias di kamar, menikmati waktu sarapan tanpa tergesa, membatasi scrolling media sosial, hingga membangun boundaries sehat dalam hubungan.
Bagi banyak perempuan, gaya hidup ini adalah bentuk perawatan diri paling tulus yang bisa dilakukan di tengah dunia penuh distraksi.
Manfaat Soft Girl Era untuk Kesehatan Mental
Banyak perempuan menganggap bahwa soft girl era adalah bentuk healing kolektif. Di era yang dipenuhi ekspektasi, berita buruk, dan tekanan performa, gaya hidup ini memberi ruang untuk bernapas, merasakan, dan menjadi manusia seutuhnya.
Dan bukan hanya soal estetik belaka, tren ini juga sarana nyata untuk merawat kesehatan mental.
Dengan melambat dan lebih mendengarkan kebutuhan batin, seseorang bisa lebih mengenali emosinya, membangun koneksi dengan diri sendiri, bahkan mencegah burnout.
Aktivitas sederhana seperti journaling atau meditasi ringan terbukti membantu meredakan kecemasan, memperbaiki kualitas tidur, hingga meningkatkan rasa syukur.
Bahkan, fenomena ini bisa disebut sebagai bentuk healing kolektif perempuan masa kini, yang lelah dengan ekspektasi sosial untuk “selalu kuat” atau “selalu sibuk”.
Ada Kritik, Ada Pujian
Meski terdengar menyegarkan, tren ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pengamat budaya menilai tren ini bisa memperkuat stereotip lama soal perempuan: harus lemah lembut, pasif, dan 'manis' secara visual.
Ada juga yang mengingatkan bahwa gaya hidup slow life atau soft life ini cenderung privilege-oriented—tidak semua orang punya kemewahan waktu, uang, atau kebebasan untuk ‘melambat’ di tengah tuntutan ekonomi.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa soft girl era bisa jadi bentuk escapism — pelarian dari realita keras dunia kerja dan kehidupan sosial.
Mengurangi intensitas media sosial atau istirahat dari pekerjaan memang penting, tapi bukan solusi permanen untuk problem struktural seperti gaji rendah atau lingkungan kerja toksik.
Namun di sisi lain, bagi sebagian besar perempuan muda, soft girl era adalah ruang aman. Sebuah jalan untuk bernapas di dunia yang keburu-buru.
Soft Bukan Berarti Lemah, Justru Tahu Kapan Berhenti
Soft Girl Era mengajarkan satu hal penting: jadi lembut bukan berarti lemah. Justru sebaliknya — ini soal sadar kapan harus melambat, kapan harus memberi ruang bagi diri sendiri untuk istirahat, merasa, merenung, bahkan menangis.
Karena pada akhirnya, kesehatan mental jauh lebih berharga ketimbang validasi sosial atau pencapaian semu di media.
Being soft adalah bentuk kekuatan baru: berani melindungi diri di dunia yang kejam, tanpa harus kehilangan mimpi dan semangat.
Jadi, jika kamu merasa lelah dengan hustle culture, mungkin ini saatnya menyambut soft girl era dalam hidupmu.
Karena di tahun 2025, menjadi soft bukan lagi berarti lemah, melainkan sadar, kuat, dan tahu apa yang dibutuhkan tubuh dan jiwa untuk bertahan.
(Imelda Rosalina)