Trending
Zara Qairina, 13 Tahun, dan Kisah Perundungan yang Harus Didengar Dunia
Jangan biarkan ada Zara lain yang menjadi korban, di dunia belahan mana pun.
Vania Rossa

Dewiku.com - Nama Zara Qairina Mahathir ramai diperbincangkan setelah kematiannya yang dirasa masih ganjil, disertai spekulasi bahwa dirinya mengalami bullying. Siswi berusia 13 tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA) Tun Datu Mustapha, Malaysia itu ditemukan pingsan di dekat saluran pembuangan di bawah sekolahnya.
Zara ditemukan dalam kondisi luka parah dan sempat menggunakan alat bantu hidup di Rumah Sakit Queen Elizabeth I. Sayangnya, keesokan harinya, Zara menghembuskan napas terakhirnya. Pihak berwenang awalnya menduga bahwa ia jatuh dari lantai tiga asramanya.
Kasus kematian Zara awalnya ditangani sebagai kasus polisi standar, namun kemudian berubah menjadi penyelidikan tingkat tinggi setelah pihak keluarga menolak temuan awal tersebut. Keluarga terus menuntut agar dilakukan pemeriksaan post-mortem terhadap putrinya.
Menurut laporan Borneo tanggal 1 Agustus 2025, ibu Zara, Noraidah Lamat, mengajukan laporan kepada polisi pada tanggal 30 Juli secara khusus untuk meminta penggalian jenazah putrinya agar pemeriksaan dapat dilakukan, dan terus mendesak pihak kepolisian untuk menindaklanjuti.
Bahkan pengacara keluarga korban ikut mendesak permintaan penggalian makam setelah memperoleh rekaman percakapan telepon di mana Zara mengungkapkan pelecehan dan perundungan yang dialaminya berulang kali oleh beberapa siswa senior. Dengan bukti tersebut, Noraidah menyatakan keraguannya terhadap dugaan penyebab kematian Zara akibat jatuh dari lantai tiga gedung.
Noraidah juga menyebutkan bahwa sebelumnya putrinya pernah melaporkan telah dilecehkan secara seksual oleh seorang siswa lain. Namun, laporan tersebut ditangani oleh pihak sekolah, yang membantah mengetahui apakah perundungan menjadi penyebab kematian Zara.
Maka dari itu, pada tanggal 3 Agustus 2025, Noraidah mengajukan laporan polisi kedua secara resmi dengan menunjukkan memar yang terdapat di punggung Zara. Kemudian, pada tanggal 8 Agustus 2025, Kamar Jaksa Agung (AGC) memerintahkan penggalian jenazah Zara untuk melakukan otopsi yang sempat tertunda, sekaligus memberi instruksi kepada polisi untuk menyelesaikan penyelidikan mereka.
Hasil Otopsi dan Proses Penyelidikan
Mengutip Malaymail, Datuk M. Kumar, Direktur Departemen Investigasi Kriminal (CID), mengungkapkan bahwa hasil otopsi menunjukkan Zara meninggal akibat cedera otak parah akibat kekurangan oksigen dan aliran darah ke otak, yang sesuai dengan diagnosis awal. Sejauh ini, polisi telah memeriksa 82 saksi, termasuk pelajar, dan beberapa dipanggil kembali untuk pemeriksaan lebih lanjut guna memastikan kronologi sebelum terjatuh.
Pihak kepolisian juga telah memberikan intervensi psikologis kepada 124 siswa SMKA Tun Datu Mustapha yang terdampak, untuk membantu memulihkan kepercayaan diri mereka. Kumar menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk menutupi kebenaran dari penyelidikan tersebut.
Baca Juga
Anti Ribet! 5 Rekomendasi Makeup Remover Wipes Praktis yang Bisa Dibawa ke Mana Saja
Mau Jadi Owner Bisnis Skincare? 5 Langkah Bangun Brand Sendiri Meski Nggak Punya Pabrik
Bikin Wajah Tirus Sekejap, Tapi Risiko Besar Mengintai: Fakta di Balik Tren Buccal Fat Removal!
Menaker Bongkar Realita Pahit Pekerja di Indonesia: Gaji Pas UMR, Cuti Nihil, Risiko Tinggi
Secret Number Comeback, Dinda Putri Maharani Asal Solo Resmi Gantikan Dita Karang
Selamat Jalan Mpok Alpa: Warisan Tawa dan Semangat yang Tak Pernah Padam
Polisi juga tengah menyelidiki penyebaran berita hoax di media sosial terkait kasus ini, termasuk dugaan korban dimasukkan ke dalam mesin cuci. Seorang perempuan berusia 29 tahun ditangkap di Rawang atas dugaan pelanggaran pasal 4(1) Undang-Undang Penghasutan dan pasal 323 KUHP.
Kasus kematian Zara Qairina terus menjadi sorotan publik, menekankan pentingnya kesadaran terhadap perundungan dan perlindungan anak di lingkungan sekolah. Dan apa yang dialami Zara menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perundungan di sekolah bukanlah hal sepele. Perlindungan, kepedulian, dan kepekaan terhadap anak-anak harus selalu menjadi prioritas, agar tragedi serupa tidak terulang lagi.
(Himayatul Azizah)