Trending
Mengenal 'Revenge Quitting', Tren yang Diprediksi Meningkat di Tahun 2025
Daniel Zhao, kepala ekonom di Glassdoor, memberikan peringatan terkait meningkatnya rasa frustasi karyawan yang merasa terjebak dalam karier mereka di tengah pasar kerja yang lesu.
Risna Halidi

Dewiku.com - Berdasarkan situs rekrutmen Glassdoor, fenomena Revenge Quitting diprediksi akan mulai muncul ke permukaan. Para pakar menjelaskan, hal ini berakar pada rasa frustrasi yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun di kalangan pekerja.
Namun, apa sebenarnya makna Revenge Quitting?
Baca Juga
Dari Rumah Tangga Hingga Karier, Ada Beban "Blame the Women Syndrome" yang Mencekik Perempuan
Bareng 100 Momfluncers, Komunitas Ibu2Canggih Rayakan Hari Ibu dengan Meriah
Berhenti jadi People Pleaser, Begini Cara Prioritasin Dirimu Sendiri!
Bagaimana Cara Menghadapi Mama Mertua Narsistik?
Mengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
Revenge Quitting, atau pengunduran diri karena balas dendam, terjadi ketika seorang karyawan secara mendadak memutuskan untuk berhenti bekerja akibat akumulasi frustrasi yang telah lama dirasakan.
Daniel Zhao, kepala ekonom di Glassdoor, memberikan peringatan terkait meningkatnya rasa frustasi karyawan yang merasa terjebak dalam karier mereka di tengah pasar kerja yang lesu.
Berdasarkan data Glassdoor, 65 persen dari 3.390 karyawan saat ini merasa stagnan dalam kariernya, dengan mayoritas berasal dari sektor teknologi (73 persen) dan periklanan (70 persen).
Tren dan Dampak di Dunia Kerja
Tren seperti Revenge Quitting bukanlah hal yang kebetulan. Ketika pekerja merasa terhambat, rasa kesal yang terpendam akhirnya muncul, menyebabkan banyak karyawan merasa semakin tidak terhubung dengan pekerjaan mereka.

Faktanya, peringkat Glassdoor menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Nilai untuk peluang karier, misalnya, turun dari 3,79 persen pada 2022 menjadi 3,67 persen pada 2024, turun sekitar 3 persen.
Dalam dua tahun terakhir, industri yang paling merasakan dampaknya, terutama karena gelombang PHK, adalah teknologi informasi (-7,5 persen), farmasi & bioteknologi (-7% persen), serta media dan komunikasi (-5,8 persen).
"Untuk saat ini, pengusaha mungkin menikmati tingkat turnover yang luar biasa rendah, tetapi mereka tidak boleh lengah — gelombang revenge quitting sudah di depan mata," ujar Zhao.
Peringatan untuk Tahun Baru
Zhao juga menambahkan bahwa di tahun baru ini, rasa frustrasi di kalangan pekerja diperkirakan akan terus meningkat. Selama pasar kerja masih lesu, banyak pekerja terpaksa bertahan di pekerjaan mereka meskipun sebenarnya ingin pindah.
Perusahaan mungkin merasa diuntungkan karena sedikitnya karyawan yang keluar, tetapi mereka harus waspada—gelombang revenge quitting bisa segera terjadi.
Penulis: Nurul Lutfia Maryadi