Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
It Ends With Us mengisahkan perjalanan seorang perempuan bernama Lily Bloom dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan upayanya memutus siklus trauma.
Diadaptasi dari novel best-seller Colleen Hoover (2016), It Ends With Us menjadi salah satu film yang paling dinantikan kehadirannya. Kisah ini mengikuti perjalanan seorang perempuan bernama Lily Bloom dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan upayanya memutus siklus trauma.
Film ini mengisahkan perjalanan Lily Bloom (diperankan oleh Blake Lively), seorang perempuan cerdas dan mandiri yang berusaha membangun hidup baru di Boston, dengan membuka toko bunga.
Masa lalunya penuh luka akibat menyaksikan kekerasan yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya. Meski begitu, Lily terus berusaha bangkit dan tumbuh menjadi individu yang tangguh. Ia bercita-cita menciptakan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang bebas dari bayang-bayang trauma masa kecilnya.
Baca Juga: Stereotip Perempuan dalam Film Wicked: Cantik Itu Baik, Buruk Rupa Itu Jahat?
Cerita ini dimulai dengan pertemuan tak terduga antara Lily dan Ryle Kincaid (Justin Baldoni), seorang ahli bedah saraf yang tampan dan ambisius, di rooftop sebuah apartemen. Percakapan mereka yang jujur dan penuh makna membuat Lily membuka dirinya, sesuatu yang jarang ia lakukan sebelumnya.
Dari pertemuan itu, hubungan mereka berkembang secara perlahan, meskipun di awal Ryle dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak tertarik pada komitmen jangka panjang. Sebaliknya, Lily menginginkan hubungan yang stabil dan serius.
Ketika bisnis toko bunga yang dirintisnya mulai sukses, hubungan mereka pun semakin erat, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin komitmen lebih dalam.
Namun, romansa yang tampak sempurna di permukaan mulai retak ketika sisi gelap Ryle terungkap. Suatu malam, setelah insiden kecil yang membuatnya marah, Ryle secara impulsif menampar Lily. Peristiwa ini menghancurkan kebahagiaan yang mereka bangun, membangkitkan kembali kenangan pahit Lily tentang kekerasan yang ia saksikan di masa kecilnya.
Baca Juga: Bila Esok Ibu Tiada: Seberapa Besar Pengaruh Seorang Ibu dalam Hidup Anak-Anaknya?
Meskipun Ryle dengan panik meminta maaf, Lily terjebak dalam dilema yang menyakitkan, haruskah ia memaafkan Ryle dengan harapan peristiwa itu tidak terulang, atau mengambil langkah berani untuk menghentikan siklus kekerasan seperti yang dialami ibunya?
Lily akhirnya mengambil keputusan tegas untuk mengakhiri hubungannya dengan Ryle. Keputusan ini menjadi salah satu kekuatan dalam film ini, yang menonjolkan pesan feminisme yang kuat.
Lily merupakan representasi perempuan modern yang berani memilih jalan sulit demi masa depan yang lebih baik. Pilihannya untuk bercerai dari Ryle bukan semata-mata demi melindungi dirinya sendiri, tetapi juga untuk memastikan bahwa anaknya tidak tumbuh dalam lingkungan penuh ketakutan dan kekerasan.
Film ini secara mendalam mengungkapp realitas tekanan sosial yang sering kali dihadapi perempuan dalam pernikahan, terutama ketika mereka menjadi korban kekerasan. Masyarakat cenderung mengharapkan perempuan untuk bertahan demi alasan keluarga, bahkan ketika keselamatan mereka terancam.
Dalam kasus Lily, keputusannya untuk meninggalkan Ryle membawanya pada konsekuensi berat, termasuk stigma sebagai perempuan yang "gagal" mempertahankan pernikahan, terlebih karena ia sedang mengandung.
Namun, keberanian Lily menjadi pengingat bahwa meninggalkan hubungan abusif adalah bentuk cinta kepada diri sendiri dan anaknya.
It Ends With Us juga menyoroti pentingnya dukungan bagi korban kekerasan. Banyak perempuan yang tetap terjebak dalam hubungan abusif karena kurangnya dukungan dari keluarga, teman, atau masyarakat. Dan ini juga bagai pengingat bagi kita untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan dan memberikan bantuan nyata kepada mereka yang membutuhkan.
Kisah Lily merupakan wujud keberanian untuk berkata, "Cukup." yang mengingatkan kita kembali bahwa cinta tidak boleh menyakitkan dan masa depan yang lebih cerah akan ada selama kita berani melangkah.
Baca Juga: KDRT di NTT, Ketidakberdayaan Perempuan Masih Menjadi Masalah Besar
(Humaira Ratu)
BERITA TERKAIT
Sebuah Rujukan: Cara Menghabiskan Malam Tahun Baru Sendirian
Selasa, 31 Desember 2024 | 18:45 WIBLebih dari Sekadar Tren Estetik, Sad Beige Parenting Bisa Bikin Anak Merasa Sedih?
Selasa, 31 Desember 2024 | 14:36 WIBMengapa Membuat Resolusi Tahun Baru Penting, Meski Seringkali Tak Pernah Terwujud
Selasa, 31 Desember 2024 | 11:13 WIBBrain Rot Dinobatkan Jadi Oxford Word of the Year 2024: Mengungkap Fenomena Kemerosotan Mental di Era Digital
Senin, 30 Desember 2024 | 15:46 WIBPentingnya Mengenal Diri Sendiri sebelum Menikah: Bukan Sekadar Menemukan Cinta, Tapi Menjadi Pasangan yang Tepat
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIBBERITA TERKINI