Ragam
Dihujat Publik, Soimah Akui Sengaja Tunjukkan Sisi Buruk ke Pacar Anaknya di Awal Hubungan
Soimah mengaku pernah memaki-maki pacar anaknya. Pengakuannya tuai hujatan. Tapi ia punya pembelaan...
Vania Rossa | Natasya Regina Melati

Dewiku.com - Nama Soimah lagi-lagi jadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Bukan soal penampilannya di panggung, melainkan sikapnya terhadap pacar sang anak yang disebut terlalu keras. Aksinya ini bahkan memicu perdebatan warganet di X (Twitter) hingga TikTok, karena dinilai tak bijak dalam memperlakukan anak orang lain.
Perdebatan bermula dari pengakuan Soimah saat hadir di podcast Raditya Dika. Di sana, pesinden kondang ini blak-blakan bercerita bahwa ia sempat ‘mengospek’ pacar anaknya hanya untuk mengetes kesetiaan dan tanggung jawab si pacar. Tak main-main, Soimah bahkan mengaku sampai memaki-maki pacar anaknya tersebut.
“Pokoknya dengan mulutku ini aku ospek. Sempat awalnya dia nangis karena aku maki-maki dengan caraku. Kamu gak ada cowok lain sampai macarin anakku dari SMA. Habis anterin pacarnya anakku bangunin aku, bilang pacarnya minta putus. Aku bilang yaudah putusin aja,” ungkap Soimah.
Cerita tersebut sontak membuat warganet bereaksi. Banyak yang menilai tindakannya terlalu gegabah dan terkesan tidak menghargai anak orang.
“Padahal anak orang lain pun berharga buat orang tuanya, enak aja maki maki,” kritik seorang pengguna X.
Tak sedikit pula yang menyoroti latar belakang parenting Soimah. Banyak yang bertanya-tanya, apakah sikap kerasnya itu dipengaruhi pola asuh yang ia dapat di masa lalu? Seperti yang diketahui, Soimah memang kerap blak-blakan mengaku dididik dengan cara yang keras sejak kecil.
Nah, kalau dipikir-pikir, apakah mungkin gaya parenting keras yang dialami orang tua dulu bisa ‘turun’ dan tanpa sadar diterapkan pada anak maupun lingkungannya? Yuk, kita bahas lebih lanjut soal kemungkinan adanya trauma parenting dari kasus Soimah ini.
Karena bila berlebihan, sikap ini bisa jadi cerminan trauma masa lalu atau pola didikan yang mereka terima sejak kecil. Tapi tentu saja, tidak semua sikap keras otomatis lahir dari trauma—konteksnya tetap penting untuk dilihat.
1. Gaya Pengasuhan Otoriter ala Masa VOC
Ada gaya pengasuhan yang dikenal otoriter, mirip dengan pola yang konon terjadi sejak masa VOC. Ciri-cirinya: aturan ketat, disiplin super keras, dan minim empati. Orang tua dengan pola ini biasanya menginginkan kepatuhan penuh dari anak dan cenderung memberikan hukuman berat kalau ada yang melanggar.
Baca Juga
Fashion Show Kemerdekaan Ala Keluarga Andara: Sus Rini Jadi Desainer Tunggal!
Hampir Tumbang Tapi Tetap Tegak, Momen Paskibra Sorong Dapat Standing Ovation Warganet
Demi Sang Putri Sambung, Deswita Maharani Ungkap Alasan Mengharukan Ogah Punya Anak Perempuan
Bikin Heboh! Ibu-Ibu Nyelonong Masuk Lokasi Upacara 17-an, Kejar-Kejaran Sama Aparat
Asri Welas di Hari Kemerdekaan: Berharap Bisa Merdeka dari Rasa Takut
Demi Sang Putri, Annisa Pohan Rela Tak Hadiri Upacara di Istana: Ternyata Karena Ini Alasannya!
2. Trauma Masa Kecil dan Efeknya
Kalau seseorang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan, baik fisik maupun emosional, pengalaman itu bisa terbawa sampai dewasa. Trauma ini kadang muncul lagi dalam bentuk cara mereka memperlakukan orang lain, termasuk pasangan anak.
3. Saat Trauma Jadi Manifestasi
Sikap keras semacam "ospek pacar anak" bisa jadi salah satu bentuk manifestasi trauma. Tanpa sadar, seseorang bisa saja meniru pola didikan yang dulu pernah mereka alami, atau melampiaskan emosi terpendam lewat cara tersebut.
4. Konsekuensi yang Ditimbulkan
Trauma yang tidak diatasi bisa berpengaruh besar pada kondisi mental. Misalnya, sulit mengendalikan emosi, merasa cemas berlebihan, atau bahkan depresi. Hal ini bukan hanya berdampak pada diri sendiri, tapi juga pada hubungan dengan orang lain.
5. Pentingnya Lihat Konteks
Meski begitu, penting untuk tidak gegabah menilai semua sikap keras sebagai trauma. Kita perlu melihat konteks: apakah benar tujuannya mendisiplinkan, atau malah cenderung menyakiti? Apakah ada riwayat kekerasan dalam keluarga? Apakah ada tanda-tanda lain yang mengarah pada trauma?
6. Peran Bantuan Profesional
Kalau ternyata memang ada trauma di balik sikap keras itu, bantuan profesional bisa sangat membantu. Terapi bisa jadi jalan untuk memahami pengalaman masa lalu, menyembuhkan luka emosional, sekaligus membentuk pola perilaku yang lebih sehat.
Jadi, tindakan keras seperti "ospek pacar anak" memang bisa jadi bagian dari jejak trauma masa lalu, tapi tidak selalu begitu. Yang terpenting adalah melihat konteks dan dampaknya. Kalau sudah terasa berlebihan, jangan ragu mencari pertolongan profesional agar pola yang kurang sehat tidak terus berulang.