Stereotip Perempuan dalam Film Wicked: Cantik Itu Baik, Buruk Rupa Itu Jahat?

Wicked tidak hanya menggambarkan kisah persahabatan yang penuh emosi dan perjuangan melawan ketidakadilan, tetapi juga mengangkat kritik tajam terhadap konstruksi sosial yang sering membebani perempuan.

By: Vania Rossa icon Senin, 16 Desember 2024 icon 17:15 WIB
Stereotip Perempuan dalam Film Wicked: Cantik Itu Baik, Buruk Rupa Itu Jahat?

Film Wicked. (iMDb)

Dunia perfilman saat ini tengah diramaikan oleh kehadiran film Wicked, yang tayang pada pertengahan November 2024 lalu. Film ini menjadi perbincangan lantaran visualnya yang memukau dan megah. Dibintangi oleh Cynthia Erivo sebagai Elphaba dan Ariana Grande sebagai Glinda, bisa dipastikan kalau visual film ini mampu memanjakan mata para penonton.

Tak hanya visual, film musikal ini juga semakin menarik lantaran lagu-lagu indah yang dirangkai dengan apik oleh para maestro musik, serta dinyanyikan oleh para aktor dan aktris yang juga merupakan seorang penyanyi.

Film yang diangkat berdasarkan novel karya Gregory Maguire ini menawarkan sudut pandang baru terhadap cerita klasik The Wizard of Oz, menghadirkan dimensi yang lebih kompleks, dengan menyampaikan pesan yang relevan terhadap isu-isu modern.

Baca Juga: Bila Esok Ibu Tiada: Seberapa Besar Pengaruh Seorang Ibu dalam Hidup Anak-Anaknya?

Dari perspektif gender, Wicked tidak hanya menggambarkan kisah persahabatan yang penuh emosi dan perjuangan melawan ketidakadilan, tetapi juga mengangkat kritik tajam terhadap konstruksi sosial yang sering membebani perempuan.

Salah satu tema utamanya adalah stereotip berdasarkan penampilan fisik, di mana karakter dengan penampilan aneh sering dianggap "buruk" atau jahat, sedangkan mereka yang memiliki kecantikan fisik dianggap sebagai sosok “baik”. Hal ini tercermin dalam hubungan antara Elphaba (Sang Penyihir Jahat dari Barat) dan Glinda (Penyihir Baik dari Utara).

Elphaba, digambarkan sejak awal sebagai sosok dengan kulit hijau yang membuatnya terisolasi dan dianggap jahat. Meski demikian, Elphaba adalah karakter yang cerdas, idealis, dan memiliki kepedulian mendalam terhadap ketidakadilan sosial, Hal ini menunjukkan bahwa penampilannya yang berbeda tidak mencerminkan sifat aslinya.

Baca Juga: Beauty in Joy: Jadilah Cantik Tanpa Mengabaikan Kebahagiaan Dirimu Sendiri

Di sisi lain, Glinda hadir sebagai simbol kecantikan dan kebaikan. Ia digambarkan dengan busana megah, suara yang lembut, serta kepribadian yang penuh kasih sayang. Glinda, dengan penampilannya yang cantik dan sempurna, dipuja sebagai sosok ideal yang memenuhi ekspektasi kecantikan dan citra sosial.

Melalui lagu "Popular," Glinda mencoba membujuk Elphaba untuk mengubah perilakunya agar lebih sesuai dengan norma sosial, tanpa memperhatikan keunikan atau pilihan pribadi Elphaba.

Cara Glinda ini mencerminkan bagaimana standar sosial seringkali memaksakan seseorang untuk menyesuaikan diri demi mendapatkan penerimaan, bahkan jika itu berarti menekan identitas asli mereka. Lagu tersebut menjadi simbol dari upaya membentuk citra yang diinginkan oleh masyarakat, alih-alih menerima perbedaan sebagai kekuatan.

Namun, meskipun menerima saran Glinda pada awalnya, Elphaba akhirnya menolak untuk sepenuhnya menyesuaikan diri dengan ekspektasi tersebut. Pilihannya untuk tetap setia pada prinsip dan kepribadian aslinya menyoroti perjuangannya melawan tekanan sosial dan bagaimana keaslian dirinya dapat menjadi bentuk pemberontakan terhadap norma yang menekannya.

Konflik ini memberikan dimensi yang lebih dalam pada karakter Elphaba dan Glinda, di mana persahabatan mereka diuji oleh nilai dan perspektif yang berbeda. Dari sudut pandang gender, film ini mengeksplorasi kompleksitas stereotip yang perempuan alami, memberikan kritik terhadap struktur patriarki, dan menyoroti pentingnya keberanian untuk melawan label atau stigma yang ada.

Baca Juga: Gadis Kretek Usai, Dian Sastro Tantang Diri Perankan Ibu Koma di Film Mothernet

(Humaira Ratu Nugraha)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI