Trending

Kisah Bayi Arumi Aghnia Azkayra, Tangannya Harus Diamputasi: Diduga Korban Malpraktik?

Kasus bayi Arumi yang diamputasi gegerkan publik. Dugaan malapraktik akibat kelalaian infus jadi sorotan, polisi telusuri pelanggaran SOP medis.

Vania Rossa | Ayu Ratna

Bayi Arumi Aghnia Azkayra. (ist)
Bayi Arumi Aghnia Azkayra. (ist)

Dewiku.com - Tragedi memilukan terjadi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, ketika seorang bayi perempuan berusia 1 tahun 4 bulan bernama Arumi Aghnia Azkayra harus menjalani amputasi tangan kanannya.

Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah keluarga Arumi menuding adanya dugaan malapraktik medis dalam penanganan kesehatannya di sejumlah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah.

Kejadian bermula dari kondisi demam biasa yang dialami Arumi pada April 2025. Namun, proses penanganan yang diduga tidak sesuai standar medis justru berujung pada hilangnya salah satu anggota tubuhnya.

Saat ini, kasus ini telah dilaporkan ke pihak kepolisian dan tengah dalam proses penyelidikan untuk menentukan apakah benar terjadi kelalaian atau pelanggaran prosedur medis.

Penyebab Bayi Arumi Aghnia Azkayra Harus Diamputasi

Kasus yang menimpa Arumi bermula dari pemasangan infus di tangan kirinya saat dirawat di Puskesmas Bolo. Pemasangan infus ini mengakibatkan pembengkakan dan infeksi pada tangan kiri.

Bukannya diganti dengan alat baru, infus justru dipindahkan ke tangan kanan menggunakan jarum infus yang sama, langkah ini diduga menjadi awal penyebaran infeksi serius.

Tangan kanan Arumi mulai membengkak, menghitam, dan menjadi kaku dalam waktu singkat. Meski orang tua telah meminta agar anak mereka segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih besar, permintaan ini sempat ditolak oleh pihak Puskesmas, yang justru melanjutkan penanganan di tempat.

Infeksi yang terjadi pada tangan Arumi tidak ditangani secara tepat dan cepat. Proses penyebaran infeksi terus berkembang hingga mengancam keselamatan nyawa bayi tersebut.

Akibat keterlambatan penanganan dan infeksi yang semakin parah, akhirnya dokter di RSUD Provinsi NTB memutuskan untuk melakukan tindakan amputasi tangan kanan Arumi pada 12 Mei 2025.

Tim medis di RSUD Provinsi NTB mengambil keputusan ini demi menyelamatkan nyawa Arumi. Bila dibiarkan, infeksi dikhawatirkan menyebar ke organ-organ vital lainnya. Setelah amputasi, rumah sakit tengah mempersiapkan tindakan lanjutan berupa operasi bedah plastik dan rekonstruksi anatomi pergelangan tangan.

Kasus ini menjadi perhatian banyak pihak karena diduga terjadi pelanggaran terhadap standar operasional prosedur medis, khususnya dalam hal penggunaan alat medis dan penanganan infeksi. Penggunaan jarum infus yang sama di tangan berbeda tanpa sterilisasi yang tepat menimbulkan kecurigaan kuat adanya kelalaian medis.

Kronologi Kejadian

Awalnya, Arumi mengalami demam tinggi dan dibawa orang tuanya ke Puskesmas Bolo pada April 2025. Di sana, petugas medis memasang infus di tangan kirinya. Setelah beberapa waktu, tangan kiri Arumi membengkak dan menunjukkan tanda-tanda infeksi.

Melihat kondisi tersebut, infus kemudian dipindahkan ke tangan kanan. Namun, alat yang digunakan masih sama dan tidak diganti, yang diduga menjadi pemicu utama infeksi baru di tangan kanan. Perlahan tapi pasti, tangan kanan Arumi memburuk: bengkak, menghitam, dan menjadi kaku.

Orang tua Arumi merasa cemas dan meminta anaknya segera dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Namun permintaan itu tidak langsung dikabulkan. Arumi terlebih dahulu dirawat di RSUD Sondosia, Kabupaten Bima. Namun, kondisi tidak membaik dan akhirnya dirujuk lagi ke RSUD Bima.

Di RSUD Bima pun kondisi Arumi tidak menunjukkan kemajuan. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, Arumi akhirnya dibawa ke RSUD Provinsi NTB di Mataram. Di sinilah dokter memutuskan untuk segera melakukan tindakan amputasi demi menyelamatkan nyawa bayi malang tersebut.

Orang tua Arumi tidak tinggal diam. Mereka melaporkan dugaan malapraktik ini ke Polres Bima. Laporan tersebut kini tengah ditangani oleh kepolisian yang bekerja sama dengan pihak Majelis Disiplin Keperawatan. Penyelidikan dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat pelanggaran etika profesi maupun prosedur medis dalam kasus ini.

Pemeriksaan oleh polisi melibatkan keterangan dari saksi, petugas medis, dan ahli kesehatan. Jika terbukti ada pelanggaran SOP atau kelalaian berat, maka kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 440 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur sanksi terhadap tenaga medis yang menyebabkan cedera berat pada pasien.

Hingga saat ini, pihak rumah sakit belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai dugaan malapraktik. Namun proses hukum tetap berjalan seiring masyarakat menantikan keadilan bagi Arumi dan keluarganya.

Kasus bayi Arumi Aghnia Azkayra yang harus kehilangan tangan akibat dugaan malapraktik menjadi pengingat penting akan perlunya penerapan standar medis secara disiplin dan profesional.

Dalam sistem pelayanan kesehatan, nyawa pasien adalah prioritas utama, dan kelalaian sekecil apa pun dapat berujung pada dampak yang luar biasa besar.

Penyelidikan yang menyeluruh sangat penting untuk mengungkap kebenaran dan memberi keadilan pada pihak yang dirugikan. Kasus ini juga diharapkan menjadi momentum refleksi bagi institusi layanan kesehatan agar meningkatkan kualitas pelayanan dan melindungi hak-hak pasien, terutama kelompok rentan seperti anak-anak.

Berita Terkait

Berita Terkini