Perhatikan, 6 Dampak Negatif Stres bagi Kesehatan Kulit

Stres juga bisa memengaruhi kesehatan kulit.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Rabu, 03 April 2019 icon 15:45 WIB
Perhatikan, 6 Dampak Negatif Stres bagi Kesehatan Kulit

Ilustrasi perempuan sedih. (Unsplash/Anthony Tran)

Ada banyak penyebab stres dalam kehidupan sehari-hari, mulai karena pekerjaan, kondisi tempat tinggal, hingga rutinitas yang selalu sibuk. Sayangnya jika kamu tidak segera mengatasi stres, hal itu bakal berpengaruh terhadap kesehatan kulit.

Dr. Joshua Zeichner, direktur Penelitian Kosmetik dan Klinis di bidang dermatologi di Rumah Sakit Mount Sinai di New York City, mengatakan pada Huffington Post, stres bukanlah teman kita, baik untuk pikiran maupun kulit.

Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh, dan jika merasa stres, kata dia, ini akan terlihat pada kulit dalam beberapa cara yang berbeda, seperti psoriasis, eksim yang meradang, dermatitis seboroik, dan bahkan jerawat.

Baca Juga: Golongan Darah AB Tak Perlu Cemas, Ini Cara Terbaik Redakan Stres

Tentu saja, tubuh dan kulit akan bereaksi terhadap stres dengan cara berbeda, mengingat setiap orang memiliki susunan genetik yang berbeda. Namun, menurut Dr. Whitney Bowe, dokter kulit yang berbasis di New York City dan penulis The Beauty of Dirty Skin, kulit kita tidak dapat membedakan antara berbagai jenis stres, seperti fisik, emosional, psikologis, dan lingkungan.

''Pada kulit, stres masuk ke dalam salah satu dari dua kategori, yakni akut atau kronis. Bentuk stres yang lebih merusak kulit adalah jenis stres kronis. Semakin lama Anda mengalami stres, semakin banyak efeknya pada kulit Anda,'' ungkap dia.

Berikut adalah bagaimana cara stres dapat mempengaruhi kesehatan kulit, seperti yang dilansir dari Huffington Post:

Baca Juga: Inilah Peran Keren Hewan Peliharaan Kesayanganmu, Bisa Jadi Stress Relief

Tubuh gatal dan dipenuhi ruam merupakan gejala urtikaria idiopatik kronis. (Shutterstock)
Stres bisa menyebabkan peradangan di kulit. (Shutterstock)

1. Stres memicu peradangan

Guna lebih memahami bagaimana stres dapat memengaruhi kulit, Bowe mengatakan dia melihat koneksi yang dalam dan kuat pada kulit, pikiran, serta usus.

Menurutnya, saat pikiran merasakan stres, ini dapat memperlambat pencernaan di usus. Semakin lama stres berlangsung, semakin besar dampaknya pada pencernaan. Selanjutnya ketika pencernaan melambat, itu dapat memengaruhi bakteri di usus.

Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa tingkat stres yang tinggi bisa memengaruhi bakteri usus seperti diet tinggi lemak.

''Motilitas yang melambat memungkinkan pertumbuhan berlebih dari strain bakteri yang tidak sehat, dan keseimbangan alami mikroba usus terganggu, yang mengarah ke sesuatu yang disebut dysbiosis. Hal ini pada gilirannya menyebabkan lapisan usus Anda menjadi 'bocor,' atau lebih permeabel, yang memicu kaskade peradangan di seluruh tubuh,'' kata dia menerangkan.

Sebagai akibat dari peradangan internal, katanya, kulit kemungkinan jadi berjerawat atau mengalami peningkatan psoriasis atau eksim.

Stres bisa menyebabkan kulit kering. [Shutterstock]
Stres bisa menyebabkan kulit kering. [Shutterstock]

2. Stres bisa membuat kulit kering

Setiap kali tubuh merasa berada di bawah tekanan, respons melawan akan bereaksi, kata Dr. Forum Patel dari Union Square Laser Dermatology di New York City. Akibatnya, kita mengalami lonjakan adrenalin dan kortisol.

''Peningkatan adrenalin menyebabkan kita lebih banyak berkeringat. Ini mengaktifkan kelenjar ekrin, kelenjar keringat, yang menyebabkan Anda menjadi dehidrasi, karena Anda kehilangan lebih banyak air dengan sangat cepat,'' ucap dia.

Jika tubuh berpikir berada di bawah semacam tekanan, ia berusaha untuk mendinginkan dirinya sendiri. Jadi jika kamu tidak mengisi kembali tubuhmu dengan air, kulit akan mengalami kekeringan.

3. Hormon stres memperburuk penyakit kulit

Teorinya, sistem kekebalan tubuh secara langsung dipengaruhi oleh stres, kata Dr. Michael Eidelman, seorang dokter kulit yang juga berbasis di New York City.

Dia mencatat bahwa stres melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin ke dalam sistem kita, yakni pesan kimiawi yang memicu respons fisiologis tertentu dalam tubuh. Misalnya, adrenalin meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan kortisol meningkatkan gula dalam aliran darah, menurut Mayo Clinic.

Pada kulit, ketika tubuh memproduksi terlalu banyak kortisol, sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga menyebabkan respons peradangan seperti eksim atau psoriasis. Faktor ini sangat relevan untuk individu yang memiliki kecenderungan pada kondisi kulit, kata Bowe, karena stres dapat memperburuk atau membuka kedok kondisi tersebut.

Stres bisa bikin kulit berminyak dan jerawat. (Shutterstock)
Stres bisa bikin kulit berminyak dan jerawat. (Shutterstock)

4. Stres bikin kulit berminyak dan jerawat

Pergeseran dalam tingkat hormon, khususnya kortisol, yang disebabkan stres juga bisa menjadi faktor penyebab jerawat.

''Stres merangsang otak untuk menghasilkan satu set hormon spesifik yang mempersiapkan tubuh untuk lingkungan yang penuh tekanan,'' ungkap Zeichner.

Sebagai efek sampingnya, hormon-hormon ini meningkatkan aktivitas kelenjar sebaceous di kulit yang mengarah ke tingkat minyak lebih tinggi sehingga membuat penyumbatan pada pori-pori dan akhirnya timbulnya jerawat.

5. Stres bisa sebabkan kebotakan

Menurut Patel, beberapa orang mungkin menemukan rambut mereka lebih berminyak atau lebih kering dari biasanya selama masa stres, tergantung pada cara tubuh bereaksi terhadap perubahan kadar hormon. Nah, hal ini bisa memicu timbulnya kebotakan.

''Respons setiap orang akan berbeda dalam tingkat keparahannya. Kulit kepala dan rambut pasti akan merasakan efek stres,'' ujar dia.

Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku (Shutterstock)
Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku (Shutterstock)

6. Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku

Ada banyak penyebab stres, begitu juga dengan dampaknya. Seperti rambut, saat stres berkepanjangan, pertumbuhan dan kondisi kuku juga akan memburuk, kata Patel.

Baca Juga: Jumlah Like di Postingan Instagram Minim, Milenial Rentan Stres

Kuku memang tidak diperlukan untuk bertahan hidup. Jadi ketika tiba saatnya bagi tubuh guna mendistribusikan energi untuk mempromosikan penyembuhan, kuku bukan prioritas utama. Selain itu, kuku bisa menjadi rapuh atau mulai mengelupas selama masa stres, menurut Science Daily. (Suara.com/Dinda Rachmawati)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI