Saat Isu Lingkungan Terabaikan di Era Digital

Kompleksitas istilah ilmiah dan data yang rumit kerap menyulitkan proses pembuatan jurnalisme hijau.

By: Risna Halidi icon Kamis, 28 November 2024 icon 10:29 WIB
Saat Isu Lingkungan Terabaikan di Era Digital

Ilustrasi memeluk pohon. (Unsplash/Trent Haaland)

Menyampaikan isu lingkungan dalam bentuk berita yang sederhana namun tetap informatif sering kali menjadi tantangan bagi media. Kompleksitas istilah ilmiah dan data yang rumit kerap menyulitkan proses ini.

Yosep Suprayogi, Head of Newsroom Betahita.id, sebuah media yang berfokus pada isu lingkungan dan sumber daya alam, mengakui tantangan tersebut.

Dalam acara Green Press Community pada Sabtu (23/11/2024), Yosep menyebutkan bahwa mereka menghadapi hambatan tambahan karena isu yang diangkat cenderung kurang populer (non-mainstream) serta keterbatasan kemampuan media sosial dibandingkan dengan media lain.

Baca Juga: Jurnalis Dewiku Raih Beasiswa Liputan Proyek Infrastruktur dari 'Earth Journalism Network'

"Ini menjadi semakin sulit karena audiens kami cenderung terbatas, dan kami tidak memiliki strategi media sosial yang sekuat media arus utama," ungkap Yosep.

Yosep juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap penyebaran informasi lingkungan yang tidak merata di Indonesia. Menurutnya, ada satu pulau di Indonesia yang tampaknya "kebal" terhadap pemberitaan lingkungan, terlepas dari dampaknya.

"Meski isu lingkungan seperti Rempang cukup besar, di Pulau Jawa, isu tersebut tidak terasa. Jika terus seperti ini, masyarakat Pulau Jawa akan menganggap semuanya baik-baik saja, dan itu sangat mengkhawatirkan," tambahnya.

Baca Juga: Cinta Lingkungan, Yuk Kurangi Emisi Karbon dengan Energi Baru Terbarukan

Ilustrasi seseorang naik sepeda dalam aktivitas sehari-hari (Pexels/Serkan Goktay)
Ilustrasi (Pexels/Serkan Goktay)

Sementara itu, Head of Narasi Newsroom, Laban Laisila, menyoroti pentingnya teknologi dalam menyampaikan berita lingkungan yang kompleks. Menurut Laban, teknologi dapat menjadi alat bantu untuk menyederhanakan isu-isu rumit. 

"Kami selalu mencoba memanfaatkan teknologi baru, bukan karena kami ahli, tetapi karena rasa ingin tahu yang mendorong kami untuk bereksperimen dengan berbagai alat yang tersedia," ujar Laban. 

Laban menyebutkan bahwa penggunaan teknologi seperti ChatGPT menjadi solusi yang paling umum. Namun, tantangan lain muncul, seperti keterbatasan biaya untuk menggunakan alat-alat tertentu yang memerlukan pembayaran.

Tantangan lain yang dihadapi dalam pemberitaan isu lingkungan adalah: isu lingkungan sudah tidak populer bagi banyak orang terutama audiens di kalangan milenial dan generasi z.

Hal tersebut berbanding terbalik oleh yang dikatakan oleh Dewi Laila Sari, Content Manager Earth Journalism Network, bahwa isu lingkungan menjadi isu kelima yang disukai milenial dan gen z.

Dewi menjelaskan bahwa isu lingkungan memiliki keterkaitan erat dengan masa depan generasi muda, tetapi sayangnya belum mendapatkan popularitas yang besar.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memanfaatkan media sosial dengan merancang konsep yang menarik dan sesuai dengan target audiens, khususnya milenial dan Gen Z.

Acara Green Press Community tersebut diadakan pada Sabtu (23/11/2024) di Amphitheater Area, M-Bloc Space, Jakarta Selatan. Kegiatan ini dimulai pukul 09.00 WIB dan diakhiri dengan Closing Ceremony yang berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WIB.

Baca Juga: Peduli Lingkungan, Perusahaan Kosmetik Ini Bersihkan Sampah di Sungai Citarum

Nurul Lutfia Maryadi

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI