Karena Amplop Berisi Rp 100 Ribu, Pria Ini Tobat Jadi Mucikari

Sebuah kisah nyata dari mantan mucikari.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Rabu, 07 November 2018 icon 09:03 WIB
Karena Amplop Berisi Rp 100 Ribu, Pria Ini Tobat Jadi Mucikari

Ilustrasi mucikari. (Pixabay)

Senyum sumringah terus tersungging dari sudut bibir pria berbaju hitam ini. Dengan sisiran yang tertata rapi, lapisan pomade terlihat mengkilap dari helai rambutnya. Dandanan necis itu menjadi ciri khas Ruslan Mursalin, satu di antara sekian banyak mantan mucikari di Indonesia.

Siang itu, Selasa (6/11/2018), Ruslan menjadi salah satu pembicara dalam Temu Pandu Inklusi Nusantara (PINTAR) yang dilaksanakan Program Peduli di Grand Mercure Yogyakarta. Dia berbagi pengalaman sebagai mucikari tobat kepada puluhan peserta forum.

Saat diwawancarai tim DewiKu, Ruslan begitu terbuka menceritakan segala yang berhubungan dengan masa lalunya. Semuanya, tentang dia yang terjebak dalam dunia kelam dan bagaimana dia hidup bergelimang harta dari hasil kerjanya menjajakan pekerja seks komersial.

''Semua itu berproses. Proses,'' ungkapnya.

Ruslan mengawali pembicaraan sore itu dengan alur mundur, mulai dari tahun 2002. Saat itu, Ruslan remaja tengah menempuh pendidikan SMA di kota kelahirannya, Makassar, Sulawesi Selatan.

Dia yang berasal dari latar belakang broken home ini sudah sangat dekat dengan dunia malam sejak masih sekolah. Lingkungan pergaulannya pun nggak jauh dari bos-bos pengusaha ikan. Maklum saja, kota kelahiran Ruslan memang daerah pesisir yang terkenal dengan tangkapan hasil laut melimpah.

Berbekal hubungan baik dengan bos pengusaha ikan itu, Ruslan mencoba peruntungan dengan menjajakkan teman-temannya sendiri. Itulah awal dia menjadi mucikari pekerja seks komersial (PSK).

Ruslan mengembangkan jaringannya sebagai mucikari dari informasi mulut ke mulut. PSK yang dia salurkan pun berasal dari berbagai kalangan. Namun, mirisnya, kebanyakan masih usia sekolah.

''Banyak teman SMA yang jual diri dan aku belajar dari situ,'' tutur Ruslan.

Menurut Ruslan, teman yang dia ‘bantu’ senang mendapatkan pelanggan. Ruslan sendiri merasa diuntungkan karena bisa mengumpulkan nominal rupiah yang tidak sedikit.

Hubungan simbiosis mutualisme seperti ini berjalan selama bertahun-tahun. Ruslan menikmati bagaimana dirinya bisa menggenggam delapan hingga 10 lembar uang Rp 100 ribuan dalam sehari.

''Itu baru dari pekerjanya ya, belum dari pelanggannya,'' kata dia.

Hanya saja, uang itu tak panjang umurnya di tangan Ruslan. Dalam hitungan jam, lembaran ratusan ribu itu berubah jadi berbotol-botol minuman keras.

Terima uang, minum, mabuk. Bangun, terima uang lagi, minum lagi, mabuk lagi.

Itu sudah seperti mata rantai yang terus terulang dalam keseharian Ruslan.

Ruslan Mursalin. (DewiKu.com/Rima Suliastini)
Ruslan Mursalin. (DewiKu.com/Rima Suliastini)

Terima kasih kepada uang Rp 100 ribu

Suatu hari, Ruslan dihampiri seorang teman yang kemudian mengundang dia untuk menghadiri sebuah acara LSM yang bergerak dalam isu-isu sosial. Ruslan jelas menolak mentah-mentah. Acara-acara seperti itu sangat bertentangan dengan dirinya.

Cuma begitu temannya berkata ada amplop berisi Rp 100 ribu untuk setiap kali datang, Ruslan langsung berubah pikiran.

''Lumayan waktu itu, buat modal minum,'' ujarnya sambil terkekeh.

Ruslan pun menyanggupi undangan temannya. Dia datang tanpa peduli apa yang dibahas dalam pertemuan itu. Satu-satunya yang menarik perhatian Ruslan hanya uang Rp 100 ribu dalam amplop putih.

Pertemuan tidak hanya diadakan sekali. Ruslan pun turut bahagia. Jelas bukan antusias dengan ilmu yang bisa didapat, tapi karena dia bakal punya uang lebih dalam koceknya.

Namun, ibarat batu yang terus-menerus ditetesi air, Ruslan mulai luluh setelah menghadiri beberapa kali pertemuan. Dia mencoba mendengarkan pembahasan tentang bagaimana anak-anak korban eksploitasi seksual sangat butuh pendampingan dan bimbingan.

Ruslan yang saat itu bersinggungan langsung dengan isu terkait pun mulai berpikir, kemana saja dirinya selama ini? Mengapa dia tak pernah berpikir sejauh itu?

BACA JUGA : Jangan Pendam Sendiri, Ini 5 Alasan Kamu Harus Curhat

Selama menjadi mucikari, Ruslan mengaku abai dengan sisi lain pekerjanya. Dia tidak peduli alasan mereka jual diri. Dia tak peduli bagaimana masa depan mereka kelak.

''Waktu itu aku nggak mikir. Nggak mikir kesana. Anak sendiri aja nggak aku pikirin, kok,'' ungkap dia menyesal.

Perlahan, hati kecil Ruslan tergugah. Dia memasuki fase pergolakan batin. Menghadiri acara LSM pun dilakukannya dengan senang hati, bukan lagi karena amplop Rp 100 ribu.

Ruslan Mursalin. (DewiKu.com/Rima Suliastini)
Ruslan Mursalin berpartisipasi dalam Temu Pandu Inklusi Nusantara (PINTAR) di Yogyakarta, Selasa (6/11/2018). (DewiKu.com/Rima Suliastini)

Berbalik menentang praktek prostitusi

Tahun 2015 dianggap sangat bersejarah bagi Ruslan. Dia berbalik arah, dari yang dulunya menjual teman sendiri menjadi aktif menentang prostitusi.

Ruslan merangkul beberapa teman dengan latar belakang serupa untuk melek isu prostitusi dan bergabung di LSM bersama dirinya. Sayang, itu bukan hal yang mudah.

Ruslan bahkan pernah dicap sebagai mata-mata kepolisian dalam lingkungan lamanya. Kelakuannya yang berubah drastis dianggap terlalu mencurigakan.

BACA JUGA : Tega, Ayah Jual Bayi Perempuannya Seharga Rp 83 Juta

Meskipun sulit, Ruslan tetap gigih melawan arus. Dia menyadari sepenuhnya tentang kesalahan di masa lalu. Fokus hidupnya kini adalah memperbaiki kesalahan dan melakukan hal positif untuk melanjutkan hidup.

Kehidupan malam sudah lama ditinggalkannya. Sambil rutin memberikan pendampingan terhadap anak korban eksploitasi seksual komersial, mantan mucikari ini bekerja sebagai pedagang kecil-kecilan.

''Dulu pernah kerja di pelelangan ikan, tapi aku rasa itu juga nggak halal, jadi sekarang aku dagang. Pergi ambil baju, aku jual lagi. Gitu-gitu aja,'' tuturnya.

Ruslan kini merupakan anggota aktif sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat.

Dia merasa masih cukup muda untuk mengisi hari dengan kegiatan positif. Masa lalunya memang negatif, tapi bukan berarti tak ada hikmah yang bisa diambil dari semua ini. Ruslan cukup beruntung, dia tobat sebelum semuanya terlambat.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI