Cuti Haid, Hak Pekerja Perempuan yang Rawan Dirampas Perusahaan
Meski aturannya sudah jelas, nyatanya tetap saja tidak semudah itu mengakses hak cuti haid.
Pekerja perempuan di Indonesia diperbolehkan tidak bekerja saat menstruasi. Walau begitu, nyatanya banyak orang yang kesulitan mengakses hak tersebut, bahkan tidak tahu tentang adanya cuti haid.
Belum lama ini, seorang warganet mengungkapkan keresahan yang dia alami di tempat kerja saat mengalami nyeri haid.
"Lagi sakit-sakitnya haid sampai nggak bisa jalan, malah dapat WhatsApp kayak begini dari bos. Ada-ada aja, ya, cobaan cewek. Setahuku cuti haid itu harus ada," ungkap warganet tersebut lewat akun menfess di media sosial X, @/tanyarlfes, pada Kamis (26/9/2024) lalu.
Baca Juga: Jangan Remehkan Gangguan Menstruasi, Bukan Hanya Siklus Haid Tidak Teratur
Pada tangkap layar yang dibagikan, tampak si warganet minta izin pada atasannya untuk pulang kerja lebih awal. Perutnya mengalami kram pada hari pertama haid sehingga kesulitan untuk bekerja. Namun, respons yang didapat sungguh mengecewakan.
"Potong cuti tahunan aja berarti. Ajuin aja ke sistem, nanti saya approve. Kalau nggak mau potong cuti, ya, berarti nanti gajimu kena potong," begitu tanggapan si bos.
Unggahan terkait mendapat beragam tanggapan dari warganet lainnya. Tak sedikit yang turut mengungkapkan kesulitan serupa yang mereka alami di tempat kerja.
Baca Juga: Rentan Dialami Perempuan Saat Menstruasi, Ini Gejala Anemia yang Perlu Diketahui
"Aku juga lagi haid hari pertama malah disuruh lembur, nge-backup teman yang nggak masuk. Sakit banget, tapi gimana lagi?"
"Baru saja kemarin merasakan kayak begini. Hari pertama haid sakitnya luar biasa, ditambah bocor sampai ke celana jeans, mana lagi pakai warna krem, otomatis kelihatan. Izin ke HRD, bilangnya, 'Ya, udah. Finger aja, tetap potong gaji'."
"Dulu waktu aku kerja di startup. Shift malam pernah sakit banget perut karena haid. Aku sudah minta izin pulang cepat, tapi nggak boleh karena harus ada minimal jam kerja baru boleh izin pulang, tapi beruntung banget supervisor waktu itu baik. Nyuruh aku rehat di musala, terus ada kerjaanku yang belum kelas di-handle temanku. Pas bangun, alhamdulillah perut mereda sakitnya. Nggak jadi izin, deh. Bersyukur banget."
Mengapa Pekerja Perempuan Membutuhkan Cuti Haid?
Hak untuk tidak bekerja saat menstruasi erat kaitannya dengan nyeri hebat yang mungkin terjadi saat haid.
Melansir Halodoc, penyebab nyeri haid adalah kontraksi pada rahim yang terjadi selama periode menstruasi untuk membantu mengeluarkan lapisannya. Kontraksi tersebut merupakan respons dari kemunculan hormon prostaglandin yang memicu rasa sakit dan peradangan.
Tingginya kadar prostaglandin berkaitan dengan nyeri haid yang intensitas lebih parah. Ada pula hal-hal lain yang bisa jadi pemicu rasa sakit saat datang bulan, termasuk endometriosis, fibroid rahim, radang panggul, hingga stenosis serviks.
Cuti haid sangat dibutuhkan pekerja perempuan yang menderita nyeri atau kram perut setiap datang bulan. Nyeri haid tidak semestinya diremehkan karena sebagian perempuan bahkan cuma bisa berbaring dan tidak sanggup melakukan aktivitas harian saat mengalaminya.
Perihal cuti haid, acuannya adalah Pasal 81 ayat 1 dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi, "Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid."
UU Ketenagakerjaan 13/2003 Pasal 93 ayat 2 juga menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua saat haid sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Artinya, pekerja perempuan yang mengambil cuti haid akan tetap menerima upah penuh.
Meski begitu, implementasi aturan yang ada memang belum sepenuhnya sesuai harapan. Seperti yang diungkapkan banyak orang di media sosial, tak semua pekerja perempuan bisa mengakses hak untuk tidak bekerja saat mengalami nyeri haid sebagaimana mestinya.
Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Rita Krisanti, mengungkapkan bahwa perusahaan atau pihak pemberi kerja perlu memberikan fleksibilitas kepada perempuan saat secara fisiologis tidak bisa bekerja secara optimal.
"Cuti haid adalah hak kita," tegas Rita saat dihubungi Dewiku.com baru-baru ini.
Kendati begitu, Rita juga menyebut soal kewajiban pekerja untuk tetap berusaha merampungkan tugas-tugas yang memang harus diselesaikan. Mekanismenya tentu dapat didiskusikan dengan pemberi kerja.
"Misalnya, oke boleh cuti haid, cuma nanti konsekuensinya, setelah kembali, mesti bisa catch up. Bisa juga mekanisme lain, misal pekerjaannya di-share dengan timnya yang lain. Jadi, sebetulnya ada berbagai macam cara yang bisa diambil untuk mengakomodir pengalaman yang berbeda ini. Tinggal mau atau tidak untuk mendiskusikan ini dengan tim dan juga mencari caranya," terang Rita.
Rita lalu memaparkan, IBCWE yang kini beranggotakan 38 perusahaan konsisten mengadakan forum pertemuan secara berkala. Salah satu tujuannya adalah saling belajar dari pengalaman masing-masing anggota, termasuk soal penerapan cuti haid.
Baca Juga: Air Kelapa Lebih Baik dari Pain Killer saat Nyeri Haid, Mitos atau Fakta?
"Jadi tidak ada excuse lagi, bilang, 'Oh, kita nggak bisa soalnya...' Itu sudah nggak bisa karena sudah ada yang menjalankan dan berjalan dengan baik," tandas Rita.
BERITA TERKAIT
Tes Kepribadian: Angka Favorit Bisa Mengungkap Karakter Seseorang
Minggu, 31 Desember 2023 | 20:00 WIBKoleksi Raket Tenis Syahrini Bikin Ketar-ketir, Harganya Tembus Ratusan Juta
Minggu, 31 Desember 2023 | 17:00 WIB4 Makanan Ini Cocok Jadi Teman Minum Soju, Bisa Dinikmati saat Rayakan Tahun Baru
Minggu, 31 Desember 2023 | 14:45 WIBJangan Lewatkan! 5 Promo Liburan Tahun Baru di Tempat Wisata Seru
Minggu, 31 Desember 2023 | 13:15 WIBRahasia Lengan Kencang Yuni Shara di Usia 51 Tahun, Ternyata Cuma Begini
Minggu, 31 Desember 2023 | 12:30 WIBTravel Friendly! 5 Rekomendasi Novel Digital Seru untuk Menemani Libur Tahun Baru
Minggu, 31 Desember 2023 | 10:45 WIBBERITA TERKINI