Pendidikan Kesetaraan Gender Sejak Dini, Psikolog: Anak Laki-Laki Boleh Belajar Memasak
Mewujudkan kesetaraan gender bisa dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Kesetaraan gender dapat diajarkan sejak dini melalui berbagai aktivitas sehari-hari. Bukan cuma soal pembagian tugas domestik, tetapi juga menjunjung kebebasan berpendapat dan komunikasi sehat.
Psikolog yang bertugas di UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DKI Jakarta, Meinita Fitriana Sari, mengungkapkan bahwa kesetaraan gender merupakan hak asasi manusia yang mendasar bagi.
Menurut Meinita, sudah semestinya kesetaraan gender diwujudkan pada semua aspek, mulai dari pengentasan kemiskinan hingga kesehatan, pendidikan, maupun perlindungan terhadap perempuan dan laki-laki. Jika tidak, diskriminasi berbasis gender bakal gampang ditemukan.
Baca Juga: Mom, Yuk Rayakan Hari Ibu dengan Hadiri Festival Budaya dan Kuliner di Hotel Ini!
"Diskriminasi berbasis gender bisa terjadi pada siapa saja di lingkungan sosial, mulai dari lingkungan kerja hingga lingkungan terkecil yaitu keluarga," ungkapnya, dikutip Dewiku.com dari Suara.com, Minggu (15/12/2024).
Meinita memaparkan, contoh diskriminasi yang umum terjadi adalah budaya patriarki yang meyakini laki-laki memilih kekuasaan lebih dibanding perempuan. Diskriminasi juga bisa berbentuk kesenjangan pendidikan dan perlindungan hukum antara laki-laki dan perempuan, tidak seimbangnya pembagian tugas domestik, hingga maraknya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Memang tidak mudah mewujudkan masyarakat tanpa diskriminasi berbasis gender. Prosesnya membutuhkan waktu dan upaya yang besar. Meinita lalu berpendapat, hal tersebut bisa dimulai dari keluarga.
Baca Juga: Ancaman Kekerasan Seksual di Era Digital, Pelakunya Kebanyakan Mantan Pacar
1. Membangun komunikasi sehat antara suami dan istri
Guna membangun keluarga berbasis kesetaraan gender, dibutuhkan kerjasama yang baik antara suami dan istri. Komunikasi yang sehat adalah kuncinya.
"Misalnya, dengan pembagian kerja rumah tangga. Harapannya bisa dikomunikasikan sehingga itu nggak cuma tanggung jawab suami atau istri saja," kata Meinita.
2. Pemenuhan hak pendidikan yang sama dan setara.
Soal pendidikan anak, pasangan suami istri sebaiknya tidak membedakan berdasarkan gendernya. Anak laki-laki dan perempuan berhak atas pemenuhan pendidikan yang sama.
"Pendidikan yang formal mungkin sudah sama, tapi pendidikan tidak formal seringkali masih dibedakan. Persilahkan untuk anak perempuan ikut eksul bola atau laki-laki ikut kursus masak," ujarnya.
3. Pembagian tugas domestik dalam keluarga
Pembagian tugas domestik juga hendaknya tidak bias gender. "Jadi tanggung jawab masing-masing, misalnya bereskan kamar," kata dia.
4. Kebebasan menentukan pilihan dan berpendapat
Anggota keluarga yang boleh mengutarakan pendapatnya bukan cuma laki-laki, tetapi juga perempuan. Istri dan anak perempuan harus memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapatnya.
Sementara itu, psikolog Ayoe Sutomo mengungkapkan pentingnya memiliki pola pikir bahwa perempuan mampu untuk berdaya. Perhatikan sekecil apa pun potensi yang dimiliki. Bahkan keterampilan sederhana dalam keseharian bisa menjadi sesuatu yang bernilai jika diasah dengan baik.
"Perempuan dirasa perlu untuk memiliki kemampuan dalam mengelola keuangan baik pribadi maupun rumah tangga. Diharapkan hal ini dapat memperkecil kerentanan perempuan," imbuhnya.
Upaya yang tak kalah penting, orang tua perlu memberikan penanaman nilai yang tepat terkait kesetaraan gender kepada anak, terlebih perempuan. Harapannya, mereka dapat tumbuh menjadi perempuan berdaya yang mampu berkontribusi lebih banyak dalam masyarakat.
Ayoe menambahkan, perempuan juga perlu mendapatkan rasa aman agar mereka berani menyampaikan atau melapor saat mengalami kekerasan. Perasaan aman ini bisa diharikan lewat dukungan keluarga atau orang terdekat yang dapat dipercaya.
Baca Juga: Keterwakilan Perempuan di Sektor Publik Masih Rendah, Banyak Tantangan Jadi Penghalang
"Mintalah bantuan dari teman dan kerabat, tidak perlu ditutup-tutupi, dan segera laporkan dan konsultasikan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak," tandasnya.
BERITA TERKAIT
Realita Sekolah Swasta, Selalu Lebih Baik dari Sekolah Negeri?
Kamis, 16 Januari 2025 | 13:45 WIBMengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIBMati Rasa atau Meledak-Ledak: Bagaimana Cara Kamu Mengelola Stres?
Jumat, 10 Januari 2025 | 09:30 WIBBERITA TERKINI