Keterwakilan Perempuan di Sektor Publik Masih Rendah, Banyak Tantangan Jadi Penghalang
Perempuan menghadapi banyak tantangan, mulai dari diskriminasi hingga stereotip masyarakat.
Kepemimpinan perempuan pada jabatan strategis di sektor publik dinilai sangat penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender dan pembangunan negara yang inklusif.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, dalam seminar bertajuk "Strategic Action Plan to Close the Gender Gap in Public Sector Leadership Roles" yang digelar pada Kamis (5/12/2024) lalu, dilansir Dewiku.com dari siaran pers, Minggu (8/12/2024).
Arifah mengungkapkan, sudah ada regulasi yang mengatur tentang 30 persen minimum keterwakilan perempuan di parlemen. Sejalan dengan itu, upaya peningkatan perwakilan perempuan di Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) pada level pemerintahan juga perlu diupayakan bersama.
Baca Juga: Jelang Pilkada 2024, Politisi Berlomba Menangkan Sentimen Publik
"Perempuan banyak menghadapi tantangan, mulai dari diskriminasi, marginalisasi, hingga stereotip di masyarakat. Tantangan-tantangan ini menjadi penghalang bagi perempuan untuk meraih kesempatan yang setara di berbagai bidang, termasuk dalam posisi kepemimpinan di sektor publik," kata Arifa.
Beberapa langkah strategis yang telah ditempuh pemerintah, termasuk melalui regulasi seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Keduanya mengamanatkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan.
"Sayangnya, target ini belum sepenuhnya tercapai, baik di parlemen maupun sektor publik. Di parlemen saat ini jumlah keterwakilan perempuan mencapai 22,5 persen," ujar Arifa.
Baca Juga: Perempuan Jadi Korban Kebijakan Diskriminatif, Perkara Ketenagakerjaan hingga Kriminalisasi
Selain itu, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) 2023, perempuan yang menduduki JPT Madya hanya 17,8 persen. Begitu pula di JPT Pratama yang cuma 16 persen.
Kementerian PPPA akan terus bersinergi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan organisasi seperti Ikatan PIMTI (Pimpinan Tinggi) Perempuan guna meningkatkan keterwakilan perempuan di sektor publik.
"Upaya ini mencakup pengembangan kapasitas ASN perempuan di posisi strategis, serta pengelolaan manajemen talenta yang transparan dan berbasis meritokrasi. Kami juga mendorong ASN perempuan untuk lebih aktif memacu karier, memperkuat kompetensi, dan meningkatkan kapasitas diri agar dapat meraih jenjang karier yang lebih tinggi," ucap Arifa.
Sebanyak 57 persen dari 4,7 juta ASN adalah perempuan. Meski begitu, representasi mereka di JPT atau struktural relatif lebih rendah dari laki-laki.
Menurut Menteri PAN RB, Rini Widyantini, kondisi tersebut bukan semata karena kurangnya kualifikasi ASN perempuan.
"Jadi, memang dalam masa karier perempuan ini agak terhenti untuk hamil, melahirkan, dan melaksanakan hal lainnya. Padahal ada beberapa riset yang menunjukan sebetulnya kepemimpinan perempuan itu mempunyai korelasi yang baik bagi performa organisasi," terang Rini.
Senada Arifah, Rini pun menekankan pentingnya sinergi antar kementerian/lembaga dalam mewujudkan lingkungan kerja yang lebih inklusif melalui formulasi kebijakan hingga pengawasan.
Sementara itu, Ketua Presidium Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia, Sally Salamah, mengungkapkan sejumlah upaya yang telah dilakukan dalam mendorong kepemimpinan perempuan pada JPT di sektor publik. Salah satunya melalui focus group discussion (FGD) dalam merumuskan usulan maupun rekomendasi yang telah disampaikan kepada beberapa instansi terkait.
Baca Juga: Riset 5 Negara: Patriarki Hambat Jurnalisme Sensitif Gender di Asia Tenggara
"Kami berharap, dua atau tiga tahun lagi rekomendasi kami bisa membawa perubahan signifikan di kementerian/lembaga maupun daerah pemerintahan kita sehingga bisa memberikan kesempatan-kesempatan bagi perempuan untuk bisa berkinerja dan berkarya lebih baik di masa yang akan datang," kata Sally.
BERITA TERKAIT
Mengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIBMati Rasa atau Meledak-Ledak: Bagaimana Cara Kamu Mengelola Stres?
Jumat, 10 Januari 2025 | 09:30 WIBBukan Soal Introvert atau Ekstrovert, Begini Strategi Mencari Teman Menurut Sains
Kamis, 09 Januari 2025 | 17:15 WIBBERITA TERKINI