Ragam

Beban Anak Sulung: Selalu Kuat, Padahal Kadang Mau Nangis Juga

First Daughter Syndrome lagi ramai dibahas cewek Gen Z. Jadi anak sulung emang nggak gampangselalu kuat di luar, padahal di dalam hati sering capek dan pengen nangis juga.

Vania Rossa

Ilustrasi perempuan anak sulung (Pexels/Darya Grey_Owl)
Ilustrasi perempuan anak sulung (Pexels/Darya Grey_Owl)

Dewiku.com - Kalau kamu cewek anak sulung, pasti deh udah hafal banget sama kalimat legendaris ini: "Kamu kan kakak, harus ngerti."

Yup, jadi anak pertama — apalagi perempuan — memang sering kali datang sepaket sama ekspektasi tinggi dari keluarga.

Harus pintar, harus sabar, harus ngalah, harus bantuin adik. Pokoknya harus serba bisa! Makanya nggak heran kalau istilah First Daughter Syndrome belakangan ini viral banget di TikTok, Twitter, sampe Instagram.

Awalnya sih terdengar kayak candaan netizen Gen Z, tapi di balik semua meme lucu soal "kakak sulung capek" itu, ada realita yang rasanya cuma dimengerti sama sesama cewek sulung.

Bukan lebay, ini beneran beban mental yang kadang nggak kelihatan, tapi beratnya bukan main.

Sejak kecil, banyak dari kita yang udah dilatih buat jadi “panutan keluarga”. Harus ngalah kalau rebutan mainan sama adik, harus bantuin mama nyuapin adik, harus ngerti kenapa uang jajan lebih sedikit karena “adikmu juga butuh”. Semuanya dibungkus rapi sama kalimat ajaib: “Namanya juga kakak, harus bisa ngertiin.”

Lama-lama, tuntutan itu jadi kebiasaan. Bukan cuma soal bantu di rumah, tapi juga dalam hal sekolah, pergaulan, sampai mimpi masa depan.

Anak sulung harus sukses, biar bisa bantu keluarga. Harus lulus cepat, biar adik bisa kuliah juga. Harus kuat, padahal hati rasanya udah mau meledak.

Bahkan pas udah kerja, perasaan ini belum tentu hilang. Ada yang ngerasa bersalah kalau mau healing atau traveling lama-lama, ada juga yang takut dibilang egois waktu pengen fokus sama diri sendiri.

Kayak kata TikToker Fathia Izzati (@chiachii), “Kita tuh capek kerja, tapi kalau istirahat dibilang mager. Mau healing dikit, dibilang nggak ambisius. Serba salah.

Relate banget, kan?

Menurut psikolog keluarga Rika Mariani, First Daughter Syndrome ini muncul karena pola pengasuhan yang—entah sadar atau nggak—menempatkan anak pertama, khususnya perempuan, jadi ‘tangan kanan’ orang tua.

“Banyak orang tua secara nggak sadar ngasih tanggung jawab lebih ke anak sulung cewek karena dianggap lebih bisa diandalkan dan sabar,” jelasnya.

Masalahnya, kalau ini dibiarkan terus, dampaknya bisa serius: stres, burnout, perfeksionis berlebihan, sampai kehilangan arah hidup karena nggak pernah mikirin diri sendiri.

Tapi tenang, nggak semua kabar soal first daughter suram, kok. Sekarang makin banyak cewek sulung yang mulai speak up soal ini.

Di TikTok, IG, sampai podcast, muncul konten-konten yang ngajak cewek-cewek sulung buat lebih jujur soal capeknya jadi "ibu kedua" di rumah sendiri.

Ada yang bikin thread, ada yang bikin grup diskusi virtual, bahkan ada yang curhat blak-blakan soal rasa bersalah kalau nggak bisa bantu keluarga terus.

Fenomena ini ngasih tanda jelas ke semua orang — terutama keluarga — kalau urusan gender dan urutan lahir masih ngaruh banget ke ekspektasi sosial.

Dan, memang udah waktunya lingkungan harus sadar: jadi cewek sulung itu bukan berarti harus kuat terus 24/7. Kita juga manusia biasa yang berhak gagal, berhak rehat, berhak bilang capek, tanpa takut dicap egois.

Jadi buat kamu, cewek sulung di luar sana yang sering ngerasa "kenapa sih aku harus selalu bisa?", percayalah: kamu nggak sendirian. Suara kamu valid. Capek kamu nyata. Jangan ragu buat bilang "nggak" sesekali.

Cewek sulung juga berhak gagal, beristirahat, dan menjalani hidup tanpa harus terus-menerus jadi “ibu kedua” di rumah sendiri.

(Imelda Rosalina)

Berita Terkait

Berita Terkini