Ragam

Sanae Takaichi: PM Perempuan Pertama Jepang dengan Vibe Tegas dan Powerfull

Setelah beberapa dekade, Jepang akhirnya memiliki sosok perdana menteri yang berasal dari kaum perempuan, perlahan menunjukkan kesetaraan gender dalam dunia politik

Vania Rossa

Potret Sanae Takaichi, Perdana Menteri Jepang (Instagram/@takaichi_sanae)
Potret Sanae Takaichi, Perdana Menteri Jepang (Instagram/@takaichi_sanae)

Dewiku.com - Kesetaraan gender dalam dunia profesi kini kian berkembang, termasuk pada ranah politik. Telah banyak sosok wanita yang menduduki kursi politik, bahkan memegang jabatan tertinggi sekali pun di sana. Hal serupa juga tengah dirasakan oleh warga Jepang dengan sosok perdana menteri baru mereka, yakni Sanae Takaichi.

Setelah beberapa dekade dipimpin oleh sosok pria, pada (21/10/2025), Sanae Takaichi berhasil terpilih sebagai sosok wanita pertama yang menduduki kursi atau jabatan tertinggi sebagai perdana menteri.

Wanita berusia 64 tahun tersebut dikenal memiliki karakter yang tegas dan kritis. Karakternya ini terlihat pada pandangannya terhadap isu perempuan di Jepang. Takaichi sendiri pernah terpilih sebagai pemimpin Parta Demokrat Liberal (LDP) pada 4 Oktober 2025. 

Lahir dan besar di Prefektur Nara, Takaichi pun menempuh pendidikan tinggi di Universitas Kobe, ia pun memulai kariernya sebagai penulis. Kemudian, pada tahun 1990-an dirinya mulai terjun dan bekerja dalam dunia politik hingga sekarang. 

Sebelum menjabat sebagai perdana menteri, Sanae Takaichi pun telah dikenal sebagai tokoh politik yang cukup kontroversial karena pandangannya terhadap kebijakan yang menyangkut perempuan serta imigrasi.

Di Balik Kesetaraan Gender yang Tidak Selaras

Walau di Jepang telah ada sosok wanita yang duduk di kursi politik, terpilihnya Sanae Takaichi sebagai perdana menteri telah menjadi momen penting dan bersejarah yang menandakan jika Negeri Sakura tersebut sudah mulai melek dengan isu kesetaraan gender dalam dunia profesi dan politik.

Pasalnya, Jepang sendiri terkenal dengan budaya dan tradisi ketimpangan gender dalam berbagai bidang, termasuk dunia profesi atau pekerjaan. 

Selain itu, dirinya juga gencar dalam penolakan undang-undang di sana agar perempuan tidak perlu mengikuti nama keluarga pasangan setelah menikah. Ia juga aktif dalam mendorong perempuan atau wanita untuk menjadi seorang ibu ataupun istri di tengah kondisi natalitas di Jepang yang tengah menurun drastis. 

Saat kampanye pun, Takaichi berjanji akan melanjutkan strategi yang dirancang oleh Abe yang memiliki fokus pada perluasan kebijakan fiskal, pelonggaran moneter, reformasi ekonomi yang struktural. 

Di balik karakternya yang tegas, Takaichi sendiri masih memiliki prinsip konservatif. Hal ini terbukti saat dirinya menolak tegas terkait peraturan atau legalisasi pernikahan sesama jenis di sana. Ia juga menganggap bahwasanya pria atau laki-laki adalah suatu yang prioritas dalam sistem pemerintahan kekaisaran Jepang.

Atas pandangan dan prinsipnya yang konservatif tersebut, Takaichi pun tak lepas dari kritikan masyarakat. Pasalnya, walaupun dirinya menjadi sosok perdana menteri wanita pertama, masyarakat menilai jika pandangannya tersebut belum bisa mewakili gerakan progresif bagi kaum perempuan. 

Walau mendapatkan pertentangan atas pandangannya, sosok Sanae Takaichi tetap menjadi sejarah besar bagi dunia politik di Jepang. Entah di hari yang akan mendatang, sosoknya dapat menjadi inspirasi ataupun motivasi para perempuan di Jepang untuk tidak takut terhadap pandangannya dan impiannya. 

(Annisa Deli Indriyanti)

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini