Trending
Ketakutan Kolektif atau Realitas? Soal Tren #MarriageIsScary di Kalangan Anak Muda
Dikatakan, tren ini berakar dari berbagai faktor yang berkontribusi pada ketidakpastian generasi muda dalam memandang pernikahan.
Risna Halidi

Dewiku.com - Tren #MarriageIsScary yang sempat viral di media sosial baru-baru ini membuka ketakutan dan kekhawatiran generasi muda, khususnya perempuan, tentang konsep pernikahan.
Berbagai kekhawatiran yang diungkapkan di antaranya dukungan pasangan di hadapan keluarga, ketidakseimbangan dalam pembagian tugas rumah tangga, hingga perbedaan pandangan soal keuangan dan pengasuhan anak.
Baca Juga
Jebakan Crab Mentality: Ketika Kita Mati-Matian Mencegah Orang Lain Menggapai Sukses
Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
Soal Porsi Nasi Berlebih di Program Makan Bergizi Gratis
Mati Rasa atau Meledak-Ledak: Bagaimana Cara Kamu Mengelola Stres?
Sendu di Januari Biru, Alasan di Balik Perasaan Sedih saat Awal Tahun
Catcalling Bukan Pujian, Tak Seharusnya Dinormalisasi
Menurut Elly Nagasaputra, MK, CHt., Konselor Pernikahan dari Konseling Keluarga.com, tren ini berakar pada berbagai faktor yang berkontribusi pada ketidakpastian generasi muda dalam memandang pernikahan.
"Banyak generasi muda yang merasa tidak siap untuk menikah karena kurangnya persiapan dalam berbagai aspek kehidupan. Istilah seperti generasi strawberry muncul untuk menggambarkan karakter yang rapuh dan kurang tangguh dalam menghadapi tantangan, termasuk dalam membangun hubungan pernikahan," jelas Elly.
Elly menjelaskan, pernikahan adalah komitmen jangka panjang yang tidak hanya berisi momen-momen indah, tetapi juga penuh tantangan.
Banyak dari ketakutan ini dipicu oleh cerita-cerita di media sosial yang menyoroti kegagalan pernikahan, seperti perselingkuhan, konflik rumah tangga, atau hubungan yang tidak sehat dengan keluarga pasangan.
Salah satu contohnya adalah Maya, perempuan yang ikut membagikan kekhawatirannya mengenai pernikahan di media sosialnya.

"Aku belum siap menikah. Aku trauma dengan kegagalan pernikahan orangtuaku, khawatir belum bisa menghindari kegagalan yang sama," katanya kepada Dewiku.
Ia merasa bahwa pengalaman buruk orangtuanya dalam berumah tangga membuatnya takut untuk menjalani hal serupa. Meskipun banyak orang memandang pernikahan sebagai jalan menuju kebahagiaan, bagi Maya, justru menjadi momok yang menakutkan.
Hal yang dirasakan Maya adalah contoh dari ketakutan yang dapat muncul akibat pengalaman buruk di masa lalu, terutama dalam hal pernikahan orangtua.
Melalui tren #MarriageIsScary, ia dapat merasa lebih didengar dan dipahami, karena banyak orang yang berani membuka diri untuk berbicara tentang ketakutan dan kekhawatiran mereka terhadap pernikahan.
Namun, menurut Elly, tidak semua generasi muda memiliki pandangan negatif terhadap pernikahan.
"Ketakutan ini mungkin hanya mencakup sebagian kecil dari masyarakat, karena ada banyak pasangan muda yang tetap memandang pernikahan sebagai sesuatu yang berharga," tambahnya.
Untuk mengatasi kecemasan terkait pernikahan, Elly merekomendasikan pendidikan pernikahan dan konseling pranikah. Menurutnya, konseling pernikahan mempersiapkan hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah.
"Sebenarnya, untuk mengatasi ketakutan, lebih baik melakukan konseling sebelum pacaran. Jadi, benar-benar siap jika memang ingin membangun hubungan yang menuju pernikahan," ujar Elly.
Elly menambahkan bahwa persiapan pernikahan sebaiknya dimulai sejak dini. Ia menjelaskan bahwa semakin cepat memulai persiapan, semakin baik.
Dengan begitu, seseorang dapat mengetahui apakah mereka benar-benar siap untuk menikah, daripada terjebak dalam hubungan pacaran yang panjang namun akhirnya menyadari ketidaksiapan untuk melanjutkannya ke pernikahan.
"Jangan menunggu terlalu lama. Semakin dini persiapan, semakin baik. Dengan begitu, kita bisa tahu apakah kita siap untuk menikah, daripada sudah pacaran bertahun-tahun tapi ternyata tidak siap. Ini juga tidak adil bagi pasangan yang diajak pacaran, akhirnya hubungan tersebut tidak berlanjut ke pernikahan," jelasnya lagi.

Elly menekankan bahwa sebelum memutuskan untuk menikah, penting bagi seseorang untuk memahami dirinya sendiri secara mendalam. Hal ini mencakup mengetahui tujuan hidup, nilai-nilai yang dipegang, dan apa yang diharapkan dari kehidupan pribadi maupun pernikahan itu sendiri.
Dengan memiliki kejelasan ini, seseorang akan lebih siap untuk membangun hubungan yang sehat dan berkomitmen, karena mereka dapat berinteraksi dengan pasangan dari dasar yang lebih kuat dan jelas.
Selain itu, Elly memberikan tips praktis bagi generasi muda yang ingin memulai perjalanan pernikahan dengan langkah yang lebih matang.
Salah satunya adalah dengan mendiskusikan secara terbuka dan jujur tentang visi, misi, dan ekspektasi masing-masing terkait pernikahan.
"Penting untuk berbicara tentang apa yang diinginkan dari pernikahan, baik secara mental, emosional, maupun finansial. Jika ada hal-hal yang sulit dibicarakan atau memicu ketegangan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari konselor pernikahan yang dapat memberikan perspektif objektif dan membimbing dalam mengatasi masalah tersebut," sarannya.
Penulis: Humaira Ratu Nugraha