Trending

Segregasi Gender: Taliban Larang Buku Karya Penulis Perempuan, Simbol Baru Penyekapan Pikiran di Afganistan

Taliban kembali mengeluarkan kebijakan dan keputusan misoginisnya dengan melarang buku karya penulis perempuan masuk ke kurikulum di seluruh universitas Afganistan.

Vania Rossa

Potret Perempuan Taliban Tengah Membaca Buku di Perpustakaan (Dok. The Morning)
Potret Perempuan Taliban Tengah Membaca Buku di Perpustakaan (Dok. The Morning)

Dewiku.com - Saat dunia mulai membuka mata dan pikiran, serta memberikan ruang yang luas untuk para penulis perempuan, pemerintah Afganistan yang dipimpin oleh kelompok Taliban justru melakukan hal sebaliknya.

Alih-alih menegakkan kesetaraan gender, Taliban justru gencar melakukan segregasi gender di Afganistan dengan melarang buku karya penulis perempuan untuk beredar atau masuk ke dalam kurikulum perguruan tinggi.

Melansir dari Al-Jazeera, terdapat 679 judul buku karya penulis perempuan yang masuk ke dalam daftar hitam (blacklist) karena dianggap menentang kebijakan Taliban serta anti-syariah. Buku-buku tersebut mencakup pembahasan mengenai kajian perempuan, politik, hukum tata negara, gerakan politik Islam, hak asasi manusia, dan ilmu politik barat.

Sumber lain menyatakan terdapat 140 buku karya penulis perempuan 680 buku yang dianggap menentang ajaran Taliban atau syariat Islam. 

Pembatasan buku karya penulis perempuan juga menjadi langkah yang sejalan dengan dekret pendidikan di Afganistan untuk melarang mata kuliah yang dianggap bertentangan dengan syariat Islam. 

Dekret tersebut ditandatangani oleh Ziaur Rahman Aryoubi selaku Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Taliban dan telah dikirim ke seluruh universitas di Afganistan pada akhir bulan lalu. 

Aryoubi menyatakan bahwa dekret atau keputusan tersebut dibuat oleh panel ulama dan pakar yang meminta agar buku-buku tersebut diganti dengan buku yang berisi materi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Segregasi Gender, Pembatasan Gerak Perempuan

Melansir dari BBC, salah seorang anggota peninjau buku membenarkan adanya aturan pelarangan buku karya penulis perempuan di Afganistan. 

Kemudian, Zakia Adeli, mantan Wakil Menteri Kehakiman sebelum Taliban kembali berkuasa di Afganistan juga menjadi salah satu penulis yang karyanya ikut masuk ke dalam daftar hitam. Adapun karyanya yang dilarang, yakni berjudul Political Terminology and International Relations. 

Zakia mengaku jika dirinya tidak begitu terkejut dengan dikeluarkannya keputusan mengenai pelarangan buku karya penulis perempuan di seluruh universitas Afganistan. Menurutnya keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan Taliban yang misoginis selama 4 tahun berkuasa di Afganistan.

“Melihat apa yang telah dilakukan Taliban selama 4 tahun terakhir, saya tidak terkejut mereka akan mengubah kurikulum. Dengan pola pikir dan kebijakan misoginis mereka, tentu saja perempuan tidak boleh belajar, pandangan dan tulisan mereka juga ditekan,” ujar Zakia. 

Tentu apa yang disampaikan oleh Zakia sejalan dengan dampak yang akan dihadapi kaum perempuan di Afganistan. Hal ini akan menyebabkan penulis perempuan tidak memiliki ruang dan pemenuhan hak terhadap karyanya yang semestinya bisa dinikmati atau dibaca oleh semua orang tanpa pengecualian. 

Pemisahan antara perempuan dan laki-laki (segregasi) yang dilakukan Taliban ini tidak hanya terjadi dalam persoalan pembatasan buku saja. Pada tahun 2021, Taliban telah menjadikan Afganistan menjadi satu-satunya negara yang melarang anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan menengah setelah tamat sekolah dasar.

Adapun alasan Taliban memberlakukan aturan tersebut dinilai kontroversial dan tidak sesuai dengan ajaran atau syariat Islam. Para pemimpin Taliban mengaku jika pendidikan bagi perempuan tidak sesuai dengan syariat Islam serta bertentangan dengan nilai budaya masyarakat Afganistan. 

Selain pendidikan, Taliban juga melarang kaum perempuan untuk bekerja di LSM ataupun pemerintahan, khususnya sampai bisa memiliki jabatan yang tinggi. Kebijakan ini tentu membatasi hak perempuan dalam hal memiliki pekerjaan. 

Dekret atau keputusan Taliban untuk melarang buku karya penulis perempuan pada kurikulum perguruan tinggi adalah tindakan misoginis barunya untuk mempersempit ruang gerak perempuan yang lambat laun bisa melarang perempuan untuk menulis atau berkarya.

(Annisa Deli Indriyanti)

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini