Community

Apa Itu YONO yang Diprediksi Gantikan Gaya Hidup YOLO di Tahun 2025?

Apa bedanya YOLO dengan YONO sehingga tren gaya hidup tersebut bakal tergantikan?

Risna Halidi

Ilustrasi perempuan (Dewiku)
Ilustrasi perempuan (Dewiku)

Dewiku.com - Beberapa tahun terakhir, ada istilah viral YOLO atau You Only Live Once yang menjadi semboyan bagi banyak orang terutama generasi muda, untuk hidup tanpa penyesalan dan mengambil risiko demi pengalaman.

Namun, akhir-akhir ini istilah atau filosofi viral tersebut telah redup dan diganti menjadi YONO (You Only Need One), yang secara perlahan menggantikan pandangan impulsif YOLO.

Lantas, apa bedanya YOLO dengan YONO sehingga tren gaya hidup tersebut bakal tergantikan?

Dilansir Dewiku dari Suara.com, YONO adalah konsep yang menanamkan pada diri sendiri bahwa kita hanya membutuhkan satu hal yang benar-benar penting untuk mencapai kebahagiaan atau kesuksesan dalam hidup.

Filosofi ini berakar pada prinsip minimalisme dan mindfulness, yang menekankan kualitas di atas kuantitas.

Jika YOLO cenderung menanamkan perilaku spontan, kalau YONO menanamkan diri untuk berpikir matang, memilih dengan bijak, dan fokus pada apa yang benar-benar esensial.

Hal tersebut mengartikan bahwa bukan tentang hidup tanpa batas, melainkan hidup dengan batasan yang bermakna.

Tren ini awalnya dipopulerkan oleh warga Korea Selatan. Tagar #underconsumption juga mulai populer, dengan para pengguna membagikan video yang mencerminkan tren pengurangan atau minimalisasi konsumsi ini di TikTok dan Instagram.

Pergantian filosofi ini tidak hanya didorong oleh faktor ekonomi, tetapi juga mencerminkan meningkatnya komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial.

Tren YONO didefinisikan dari tiga perspektif, yaitu;

Ilustrasi perempuan hobi belanja secara impulsif. (Freepik/lifeforstock)
Ilustrasi perempuan hobi belanja secara impulsif. (Freepik/lifeforstock)

1. Membiasakan Diri dengan Pola Pikir Hemat
Saat ini anak muda beralih ke kebiasaan hemat, seperti belanja yang dibatasi sesuai kebutuhan, karena harus mengelola keuangan dengan ketat di tengah tingginya biaya hidup akibat inflasi yang merajalela dan rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan.

2. Menerapkan Konsumsi Selektif
Banyak anak muda yang menerapkan pendekatan minimalis dalam berbagai aspek berbelanja. Mereka bertujuan untuk menggunakan produk secara efisien, memprioritaskan apa yang benar-benar mereka butuhkan daripada yang hanya diinginkan, sambil menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari ruang mereka.

3. Mengekspresikan Nilai-Nilai Mereka melalui Konsumsi
Dalam masyarakat yang semakin individualistis saat ini, konsumen cenderung menyampaikan nilai-nilai mereka melalui pilihan belanja dan aktivitas di media sosial.

Hal ini berbeda dengan masa lalu, di mana orang biasanya bergabung dengan kelompok untuk menyuarakan pendapat mereka.

Generasi muda kini menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai lingkungan dan politik melalui pola konsumsi, sebuah fenomena yang disebut "konsumsi nilai."

Dengan meningkatnya kesadaran akan isu-isu lingkungan dan etika, mereka memilih produk dan layanan dari merek-merek yang sejalan dengan keyakinan politik, moral, dan lingkungan mereka.

Penulis: Nurul Lutfia Maryadi

Berita Terkait

Berita Terkini