Ragam
Trophy Wife, Simbol Status atau Stereotip Merendahkan?
Stereotip tentang trophy wife hanya mengurangi kompleksitas peran perempuan dalam hubungan dan masyarakat.
Risna Halidi

Dewiku.com - Belakangan ini, istilah trophy wife menjadi populer di media sosial dan sering kali digunakan untuk menggambarkan posisi sosial perempuan, terutama yang menikah dengan lelak lebih tua, lebih kaya, dan lebih sukses.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan trophy wife?
Baca Juga
Jam Koma, Virus Produktivitas yang Diam-diam Mengintai
Jebakan Crab Mentality: Ketika Kita Mati-Matian Mencegah Orang Lain Menggapai Sukses
Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
Soal Porsi Nasi Berlebih di Program Makan Bergizi Gratis
Sendu di Januari Biru, Alasan di Balik Perasaan Sedih saat Awal Tahun
Catcalling Bukan Pujian, Tak Seharusnya Dinormalisasi
Mengutip Cambridge Dictionary, trophy wife diartikan sebagai seorang perempuan muda yang menarik yang merupakan istri dari laki-laki kaya dan sukses (yang berusia jauh lebih tua) di mana ia bertindak sebagai simbol posisi sosial laki-laki tersebut.
Secara sederhana, trophy wife dapat diartikan sebagai simbol status sosial yang berfungsi untuk "memamerkan" pasangan, seperti halnya sebuah trofi yang dipajang sebagai pencapaian.
Namun, seperti banyak istilah lainnya, penggunaan trophy wife seringkali dilihat dari berbagai perspektif, dan tak jarang mengandung konotasi yang negatif.
Pasalnya banyak yang menganggapnya istilah ini sebagai sebuah label yang merendahkan, mengurangi nilai perempuan hanya berdasarkan penampilannya atau status pernikahannya.
Stereotip Trophy Wife
Berbeda dengan independent woman yang berhasil meraih dan menikmati kesuksesan lewat usaha serta kerja kerasnya sendiri, trophy wife justru menggunakan harta yang dimiliki oleh pasangannya dan kerap menghabiskannya untuk kesenangan hedonistik dan berfoya-foya.

Dari sinilah istilah trophy wife dianggap sebagai simbol status, seperti halnya kepemilikan barang mewah lainnya.
Dalam pandangan ini, perempuan tersebut diharapkan hanya tampil menarik, sementara kualitas atau kemampuan lainnya sebagai perempuan diabaikan.
Label trophy wife seringkali dipandang sebagai korban dari stereotip gender yang memfokuskan perhatian perempuan berdasarkan penampilannya, sementara kemampuan dan pencapaian lainnya diabaikan.
Ketidakseimbangan usia dan kekayaan dalam hubungan menciptakan dinamika yang tidak sehat, di mana perempuan merasa harus selalu terikat dengan suaminya.
Akibatnya, mereka merasa terjebak dalam ekspektasi untuk mempertahankan penampilan fisik yang sempurna, agar selalu dianggap "layak" oleh pasangan dan masyarakat.
Meskipun begitu, tidak semua hubungan yang melibatkan perbedaan usia atau status ekonomi tinggi ini dapat dilabeli trophy wife.
Ada juga pasangan yang memiliki hubungan yang sehat dan saling mendukung, meskipun ada ketidakseimbangan dalam aspek materi atau usia.
Anne Kingston, Jurnalis dan penulis The Meaning of Wife, mengungkapkan pandangannya tentang trophy wife dalam wawancaranya bersama ABC News.
"Konsep tentang trophy wife telah lama berkembang, namun kini pria menginginkan wanita yang memiliki kesetaraan sosial, untuk menjalin hubungan yang sehat bukan hubungan dominan-submisif tetapi sebagai pasangan yang setara,” ujar Kingston.
Namun, stereotip tentang trophy wife tetap ada dan sulit untuk dihilangkan.
Kingston menambahkan, meskipun perempuan tersebut memiliki pencapaian yang luar biasa, label trophy wife masih sering kali mereduksi mereka hanya menjadi simbol kecantikan, mengabaikan kualitas dan prestasi mereka yang jauh lebih dalam.
"Terlepas dari seberapa sukses seorang perempuan. Stereotip ini akan terus ada, yang mana dilihat justru aspek dekoratifnya dan anggapan bahwa dia hanya seorang perempuan cantik," pungkas Kingston.
Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa setiap individu, terlepas dari status atau penampilannya, memiliki nilai dan kontribusi yang lebih dalam.
Stereotip tentang trophy wife hanya mengurangi kompleksitas peran perempuan dalam hubungan dan masyarakat.
Menghargai kesetaraan, pencapaian, dan kualitas sejati dalam diri seseorang, dapat menciptakan pandangan yang lebih adil dan menghormati, yang tidak terjebak pada label atau stereotip tertentu.
Penulis: Humaira Ratu Nugraha