Ragam

Realita Cewek: Kenapa Lemari Penuh Tapi Rasanya Tetap Nggak Punya Baju?

Lemari numpuk baju, tapi pas mau pergi malah bingung mau pakai apa? Bisa jadi kamu terjebak di dua dunia: baju harian vs baju buat sosmed. Yuk, kenali fenomena ini!

Vania Rossa

Ilustrasi lemari baju. (Freepik)
Ilustrasi lemari baju. (Freepik)

Dewiku.com - Lemari penuh, tapi merasa nggak punya baju. Pernah dengar keluhan ini? Atau bahkan kamu sendiri yang mengalaminya?

Fenomena ini bukan soal jumlah pakaian, tapi tentang perbedaan gaya berpakaian untuk dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia digital.

Di dunia nyata, perempuan butuh pakaian yang nyaman dan praktis. Namun saat tampil di media sosial, standarnya berubah menjadi cenderung lebih modis, unik, dan seringkali tidak sesuai dengan keseharian.

Inilah yang kemudian memunculkan dua kategori pakaian di kalangan perempuan urban, yaitu baju harian dan baju media sosial.

Dua Dunia, Dua Gaya yang Bikin Lelah

Perempuan urban hari ini hidup di dua semesta yang berbeda. Di kantor atau kampus, mereka cari baju yang praktis dan nyaman. Tapi di medsos? Harus kelihatan maksimal. Motif rame, warna gonjreng, makeup tebel, aksesoris bold — semuanya demi like dan views.

Nggak heran kalau semakin banyak perempuan yang punya rak khusus di lemarinya: dress buat konten, outer kece, heels catchy, bahkan baju yang cuma dipakai sekali buat foto, lalu dilupain.

Menurut survei ThredUp (2023), 1 dari 3 perempuan muda pernah beli baju cuma buat sekali foto atau event. Habis itu? Nggak dipakai lagi. Ini disebut content outfit — baju yang eksis demi kamera, bukan demi kenyamanan.

Fenomena ini disebut juga visual over usability — penampilan lebih penting dari fungsi. Akibatnya? Lemari penuh baju cakep tapi nggak kepakai di kehidupan nyata.

Tekanan Feed yang Nggak Kelihatan

Tanpa sadar, ada beban tersendiri dari algoritma medsos. Instagram, TikTok, bahkan Pinterest lebih suka gaya yang unik, beda, estetik. Ini bikin cewek-cewek ngerasa harus tampil ‘on brand’ terus, bahkan pas lagi beli kopi doang.

Fenomena pemisahan baju harian dan baju untuk konten media sosial ini juga memunculkan efek kelelahan visual atau visual fatigue.

Saat seseorang merasa harus tampil on-brand setiap saat, bahkan untuk kegiatan yang nggak penting, maka pakaian pun tidak lagi jadi alat ekspresi diri, tapi beban estetika.

Belum lagi jika muncul rasa bersalah saat ketahuan mengulang outfit yang sama. Padahal, siapa juga yang beneran ngeh, sih?

Menuju Gaya Hidup yang Lebih Realistis

Untungnya, makin banyak cewek yang mulai sadar: hidup bukan cuma soal feed. Fashion seharusnya nyenengin diri sendiri, bukan bikin stres.

Nggak salah punya baju khusus konten, tapi kalau sampai ngerasa malu pakai baju harian di depan kamera, mungkin ini saatnya berhenti sejenak dan ngerombak mindset.

Baju yang nyaman dipakai sehari-hari juga bisa kelihatan keren kok—kalau kamu nyaman dan pede, aura itu bakal nyampe juga di foto.

Dunia nyata dan digital memang beda. Tapi bukan berarti kamu harus punya dua versi diri sendiri. Tampil real, jujur, dan apa adanya justru jauh lebih keren daripada sekadar estetik buat likes.

So, next time mau OOTD? Coba tanya dulu: ini buat impress orang lain atau buat bikin diri sendiri happy?

(Sifra Kezia)

Berita Terkait

Berita Terkini