Ragam
Slow Fashion: Gaya dengan Makna, Cerita Makaffah Daily dalam Mengubah Industri
Mulai dari memberdayakan penjahit lokal hingga mengusung zero waste, begini cara Makaffah Daily menghidupkan slow fashion.
Vania Rossa

Dewiku.com - Di era ketika fast fashion menawarkan segala yang serba cepat—model baru tiap minggu, harga murah, dan tren yang silih berganti—ada satu gerakan yang justru memilih jalan berbeda: slow fashion. Konsep ini bukan sekadar tren, tapi sebuah filosofi hidup yang mengajak kita lebih bijak dalam memilih, membeli, dan merawat pakaian.
Salah satu brand lokal yang serius mengusung filosofi ini adalah Makaffah Daily, label modest wear asal Bandung yang baru saja meluncurkan koleksi terbaru bertajuk Amorette. Namun lebih dari sekadar koleksi fashion, langkah Makaffah Daily adalah cerminan visi untuk menjadikan slow fashion sebagai identitas.
Menemukan Identitas Slow Fashion
“Selama perjalanan itu, kami berusaha menemukan identitas. Pada akhirnya di tahun 2024, kami menemukan bahwa slow fashion adalah salah satu identitas terbaru kami,” tutur Sukmawati Bachtiar, CEO Makaffah Daily, saat ditemui di Bandung, Sabtu (23/8/2025).
Bagi Sukma, slow fashion berarti bertanggung jawab—bukan hanya pada estetika, tapi juga pada proses produksi, para pengrajin di baliknya, hingga dampaknya terhadap lingkungan. Koleksi Makaffah Daily dikerjakan oleh sekitar 27 pengrajin, dengan 7 orang yang terlibat langsung untuk proyek terbaru ini. Menariknya, sebagian besar adalah ibu-ibu penjahit lokal.
“Memberdayakan penjahit lokal adalah prioritas kami. Karena fashion tidak hanya tentang apa yang kita pakai, tapi juga siapa yang kita libatkan dalam prosesnya,” jelas Sukma.
Bahan Ramah Lingkungan, Harga yang Seimbang
Salah satu poin penting dalam slow fashion adalah pemilihan material. Makaffah Daily menghindari polyester dan lebih memilih bahan seperti katun, linen, hingga material bersertifikat eco-green.
Namun, hal ini datang dengan konsekuensi harga. Sukma mengakui, koleksinya berada di kisaran Rp150 ribu hingga Rp400 ribu. “Justru itu yang ingin kami edukasikan. Slow fashion tidak bisa disamakan dengan fast fashion. Di sini ada kreativitas, keberlanjutan, dan nilai lebih yang tidak terlihat kasat mata,” tegasnya.
Target pasar Makaffah Daily adalah perempuan muda usia 18–40 tahun dari kalangan menengah ke atas—mereka yang sudah teredukasi dan siap berinvestasi pada pakaian yang tahan lama.
Baca Juga
Bikin Gaya Rambut Seolah Melayang, Ini Dia Cloud Curls yang Lagi Tren
Anak Pejabat Kena Tilang, Kiesha Alvaro Pilih Jalani Sidang: No Suap-Suap Club
Kenalan Sama Janice Tjen, Petenis Muda Indonesia yang Cetak Sejarah di US Open 2025
Cara Bikin Makeup Tired Girl ala Jenna Ortega: Look-nya Capek Tapi Tetap Aesthetic!
Sesama Pejuang Kanker,Kepergian Mpok Alpa Bangkitkan Rasa Cemas Nunung: Semuanya Bisa
Viral Cewek dengan Piala dan Piagam Bejibun: Apa Bedanya Pamer dan Motivasi?
Tantangan: Edukasi Pasar
Meski makin banyak orang bicara tentang sustainable fashion, kenyataannya masih ada tantangan besar. “Kesadaran masyarakat belum masif. Banyak yang lebih memilih tren karena harganya murah dan aksesnya mudah,” kata Sukma.
Hal ini senada dengan data YouGov tahun 2023 yang menunjukkan bahwa 41% milenial Indonesia masih menjadi konsumen fast fashion terbesar. Padahal, dampaknya tidak main-main: menurut National Geographic (2020), 8,2% sampah di Jakarta adalah limbah tekstil, bahkan lebih banyak dari plastik di laut Indonesia.
Zero Waste: Dari Perca Jadi Produk Baru
Untuk menjawab isu ini, Makaffah Daily menerapkan prinsip zero waste. Sisa kain produksi diolah kembali menjadi produk turunan seperti scrunchie, pouch, dan tote bag.
“Saya sering lihat sendiri, di TPS masih banyak perca kain terbuang. Di Makaffah Daily, kami pastikan semua dimanfaatkan kembali,” ungkap Sukma.
Langkah ini sejalan dengan kolaborasi mereka bersama komunitas Teman Thrifty melalui proyek Reworked by Sekain, yang mendaur ulang koleksi lama jadi busana baru.
Desain Timeless, Bukan Musiman
Di tengah gempuran tren musiman, Makaffah Daily memilih menghadirkan desain yang timeless. “Kami targetkan membuat empat koleksi dalam setahun, tapi tetap dengan konsep yang tahan lama, bukan sekadar mengikuti tren,” kata Sukma.
Koleksi Amorette sendiri menampilkan 30 look yang girly dengan warna pastel, detail ruffles, lace, dan pita. Semua dirancang untuk perempuan modern yang ingin tampil elegan tanpa kehilangan sisi ramah lingkungan.
Menggeser Cara Pandang Fashion
Jika fast fashion adalah tentang “beli, pakai, buang”, maka slow fashion mengajak kita untuk lebih mindful: beli lebih sedikit, pilih lebih baik, dan pakai lebih lama. Filosofi ini sebenarnya bukan hal baru—di era sebelum industrialisasi, pakaian dibuat dengan penuh ketelitian dan dirawat agar bisa bertahan lama.
Kini, slow fashion hadir kembali sebagai respons terhadap dampak negatif industri fashion yang disebut-sebut sebagai penyumbang polusi terbesar kedua setelah minyak.
Sukma optimis. “Meskipun sekarang mungkin baru 20–30% konsumen kami yang paham tentang slow fashion, saya yakin dengan edukasi yang konsisten, angka itu akan terus bertambah. Slow fashion adalah masa depan.”
Pada akhirnya, slow fashion bukan cuma tentang pakaian, tapi tentang pilihan hidup. Pilihan untuk menghargai proses, memberdayakan orang lain, dan menjaga bumi. Lewat Makaffah Daily, Sukma ingin membuktikan bahwa fashion bisa cantik, berkelas, dan tetap punya hati.