Trending

Data Pribadi WNI Katanya Bakal Dibagiin ke AS, Perlu Panik Nggak, Sih?

Warganet heboh soal kabar data pribadi WNI bakal dibagikan ke Amerika Serikat. Sebenarnya apa yang terjadi dan perlu panik nggak, sih? Yuk, cari tahu faktanya!

Vania Rossa

Ilustrasi data pribadi. (Freepik)
Ilustrasi data pribadi. (Freepik)

Dewiku.com - Belakangan ini, media sosial dan berbagai platform berita diramaikan dengan kabar bahwa data pribadi warga negara Indonesia (WNI) bakal dibagikan ke Amerika Serikat. Kabar ini bikin banyak orang was-was, apalagi soal privasi dan keamanan data yang makin jadi perhatian publik.

Nggak sedikit yang bertanya-tanya, “Kok bisa sih data kita dibagiin gitu aja?” atau bahkan, “Ini harusnya kita panik nggak, sih?” Nah, biar nggak cuma ikut-ikutan panik, yuk kita bedah dulu duduk perkaranya dan lihat apa yang sebenarnya terjadi!

Berawal dari Negosiasi Tarif Dagang

Kabar ini bermula dari berita pada Selasa (22/7/2025), yang menyebut bahwa pemerintahan Amerika Serikat melalui akun resminya merilis kesepakatan untuk “membagikan” atau mentransfer data pribadi sebagai persetujuan perdagangan resiprokal Indonesia–Amerika Serikat. 

Lahirnya kesepakatan tersebut bermula ketika Presiden Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif dagang sebesar 32% kepada Indonesia. Melihat angka tarif dagang yang besar, pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Presiden Prabowo Subianto pun terus melakukan negosiasi dengan pemimpin negeri Paman Sam tersebut dengan harapan persentase tarif dagang dengan Indonesia bisa berkurang.

Membuahkan hasil, tarif perdagangan impor tersebut berhasil turun di angka 19% dan akan mulai berlaku pada bulan Agustus nanti. Persentase tarif dagang tersebut telah dinyatakan sebagai hasil final setelah kedua presiden tersebut melakukan komunikasi dan negosiasi secara langsung. Keputusan final tersebut juga didukung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto saat menghadiri konferensi pers di Jakarta pada Senin (21/7/2025).

“Angka itu sudah final dan binding”, ujar Airlangga. 

Kemudian, dari pihak Amerika Serikat sendiri, Presiden Donald Trump turut memberikan pernyataan yang menunjukkan adanya finalisasi tarif dagang serta proses transfer data pribadi sebagai salah satu syarat penurunan tarif dagang yang akan berlaku di bulan Agustus nanti.

“Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan digital, jasa, dan investasi. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” ungkap Gedung Putih melalui akun resminya.

Nah, tersebarnya kabar transfer data pribadi Indonesia sebagai salah satu syarat dari kerangka Reciprocal Trade Agreement (RTA) atau yang lebih dikenal dengan kesepakatan perdagangan resiprokal itulah yang bikin geger kita di Indonesia. Melalui media sosial, banyak rakyat yang merasa takut jika data pribadi mereka akan disalahgunakan oleh negara asing.

Presiden Prabowo dan Istana Beri Tanggapan

Mendengar dan melihat keresahan rakyat saat mengetahui transfer data pribadi sebagai syarat penurunan tarif dagang, Presiden Prabowo selaku pihak yang mengajukan negosiasi secara langsung pun angkat bicara.

Walau tarif sebesar 19% telah dinyatakan sebagai hasil akhir, dirinya menyatakan jika persyaratan transfer data diri masih dalam proses negosiasi.

Di hari yang sama, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Hasbi juga turut angkat bicara saat persoalan transfer data tengah ramai diperbincangkan. Hasan justru menyatakan jika persyaratan tersebut dilakukan dengan memperhatikan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai payung perlindungan.

“Kita hanya bertukar data berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi kepada negara yang diakui bisa melindungi dan menjamin data pribadi,” jelasnya saat berada di Istana Kepresidenan pada Rabu (23/7/2025) siang.

Hasan juga menegaskan jika data pribadi yang ditransfer merupakan data yang berkaitan dengan kerangka perdagangan dan bertujuan untuk kebutuhan komersial dan tidak akan dikelola oleh pihak AS dan pihak lainnya. 

“Jadi tujuan ini adalah semua komersial, bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain dan bukan juga kita kelola data orang lain. Untuk pertukarang barang dan jasa tertentu,” ungkapnya kembali. 

Terus, Apa Dampaknya Kalau Data Kita Bisa Diakses Asing?

Biar nggak kelihatan cuek-cuek bebek, penting banget tahu apa yang bisa terjadi kalau data pribadi kita bocor ke luar negeri. Karena data itu ibarat identitas digital kamu—sekali keluar, bisa dibaca, dicuri, atau bahkan dipakai buat hal-hal yang nggak kamu setujui. Nah, berikut beberapa dampaknya:

1. Target Empuk untuk Iklan dan Manipulasi Digital
Kalau data kayak histori belanja, lokasi GPS, sampai preferensi konten kamu bisa diakses pihak asing, kamu bisa jadi target empuk buat iklan super personal. Emang sih, jadi kayak “dilayani” banget, tapi di balik itu, kamu bisa dipengaruhi secara psikologis buat konsumsi berlebihan. 

2. Risiko Penyalahgunaan untuk Kepentingan Ekonomi dan Politik
Data WNI dalam jumlah besar bisa jadi “aset” buat negara lain, apalagi kalau menyangkut tren konsumsi, mobilitas, dan kebiasaan digital. Dari situ, mereka bisa bikin strategi dagang, investasi, bahkan policy yang untungin mereka—tapi merugikan kita. Kamu nggak sadar, tapi bisa saja mereka tahu lebih banyak soal masyarakat Indonesia ketimbang pemerintahnya sendiri.

3. Privasi Jadi Ilusi
Banyak yang belum sadar, tapi kalau data pribadi kamu bisa diakses lintas negara, artinya kamu nggak tahu lagi siapa aja yang "ngintip" aktivitas digitalmu. Siapa temanmu, isi email-mu, kebiasaan browsing, lokasi nongkrong favorit—semua bisa dibaca. Dan meskipun katanya cuma buat kepentingan dagang, siapa yang bisa jamin data itu nggak berpindah tangan?

4. Kedaulatan Digital Bisa Terancam
Ini bahaya yang sering dianggap “terlalu berat”, padahal nyata. Saat negara asing bisa leluasa mengakses dan menyimpan data rakyat Indonesia, artinya kita kehilangan kendali atas informasi strategis. Bayangin kalau data penduduk Indonesia lebih banyak disimpan di server luar negeri ketimbang di tanah air sendiri. Siapa yang pegang kuasa? Bukan kita.

Jadi, meskipun kelihatannya cuma urusan dagang antarnegara, jangan anggap sepele isu transfer data pribadi ini. Di balik perjanjian tarif impor dan ekspor, ada hak privasi kita yang ikut dipertaruhkan, lho.

(Annisa Deli Indriyanti)

Berita Terkait

Berita Terkini