Trending
Budget Fantastis Tak Jamin Kualitas Bagus, Begini Perbandingan Merah Putih One For All dan Jumbo
Meski digarap dengan budget miliaran, film Merah Putih One For All tetap menuai perbandingan dengan Jumbo. Simak perbedaan kualitas keduanya yang jadi sorotan.
Vania Rossa | Natasya Regina Melati

Dewiku.com - Dunia animasi Indonesia lagi rame banget dibicarain gara-gara rilisnya film animasi Merah Putih: One For All. Film yang digarap oleh Perfiki Kreasindo ini awalnya menarik perhatian karena mengusung tema nasionalisme dan digadang-gadang jadi tontonan spesial menyambut 17 Agustus. Sayangnya, justru kualitasnya bikin heboh dan menuai kritik tajam dari warganet.
Film ini disutradarai dan ditulis oleh Endiarto dan Bintang, dengan produser Toto Soegriwo. Lewat akun Instagram pribadinya, @totosoegriwo, Toto mengungkap kalau biaya produksi film ini mencapai Rp 6,7 miliar, padahal proses pengerjaannya hanya memakan waktu kurang dari satu bulan. Proses yang super ngebut ini diduga demi mengejar tayang tepat di Hari Kemerdekaan.
Masalahnya, investigasi netizen mengungkap bahwa banyak aset dalam film ini bukan hasil karya orisinal tim, melainkan beli dari store Daz3D. Salah satu contohnya adalah adegan jalan yang ternyata menggunakan aset “Street of Mumbai” tanpa banyak penyesuaian, sehingga tampilannya terasa asing dan jauh dari nuansa lokal.
Bukan cuma itu, karakter dan set yang digunakan kabarnya hanya seharga belasan dolar. Hal ini membuat publik makin bingung, kok bisa anggaran produksi sampai miliaran.
Apalagi kualitas visualnya dibandingkan dengan animasi Jepang seperti One Piece dan Demon Slayer, yang biayanya sekitar Rp 1,8 miliar per episode, terasa jauh tertinggal. Bahkan, animasi lokal seperti Jumbo yang sempat viral pun dinilai jauh lebih matang karena melibatkan ratusan animator dan seniman.
Kritik pun semakin ramai karena ada anggapan sang sutradara sulit menerima masukan. Bukannya merespons secara terbuka, produser Toto Soegriwo justru memberikan komentar yang dinilai ‘salty’ oleh netizen.
“Senyumin aja. Komentator lebih pandai dari pemain. Banyak yang mengambil manfaat juga kan? Postingan kalian jadi viral kan?” tulis Toto di Instagram.
Nah, setelah ini kita bakal bahas lebih dalam terkait hal yang terjadi bila seseorang bersikap anti kritik, terutama di industri kreatif.
Kritik itu ibarat sayur, nggak semua orang suka, tapi kalau dimasak dan diolah dengan tepat, hasilnya bisa menyehatkan.
Sayangnya, nggak semua orang mau mencicipinya. Di dunia kreatif, apalagi, sikap anti kritik bisa membawa efek domino yang panjang. Yuk, kita bahas satu per satu dampaknya.
Baca Juga
Boyong Keluarga, Indra Bekti Siap Hijrah ke Australia: Rela Mulai Karier dari Nol?
Jelang Nikah, Selena Gomez Malah Jalani Terapi Kejiwaan: Ada Apa?
Gisel Selalu Kenalkan Pasangan Baru ke Gempi, Strategi Komunikasi ke Anak yang Bikin Salut
Tren Barbie Doll Makeup, Rahasia Look Imut ala Publik Figur yang Lagi Viral
Ashanty Berani Pergi ke Psikiater: Bukti Self-Healing Itu Perlu Bantuan Profesional, Bukan Cuma Liburan
Inspirasi Resepsi Nikah dari Nadin Amizah dan Faishal Tanjung: Penuh Bunga dan Colorful!
1. Stagnasi Kreatif
Kalau inovasi itu bahan bakarnya ide segar, maka kritik adalah percikan apinya. Tanpa mau mendengar masukan, ide kita bisa mandek di situ-situ aja. Akhirnya, karya jadi gitu-gitu doang, kurang greget, dan nggak berkembang ke level yang lebih keren.
2. Sulit Berkembang
Feedback itu kayak cermin, kadang nyebelin karena nunjukin kekurangan, tapi dari situ kita tahu apa yang perlu diperbaiki. Orang yang menutup diri dari kritik sama saja melewatkan kesempatan untuk upgrade diri, baik di pekerjaan maupun kehidupan pribadi.
3. Hubungan Kerja Bisa Merenggang
Sikap defensif dan gampang tersinggung saat dikritik bisa bikin suasana kerja tegang. Rekan kerja jadi enggan memberi masukan, bahkan kerja tim bisa berantakan karena komunikasi tersendat.
4. Proyek Berisiko Gagal
Kalau masukan diabaikan, kesalahan bisa terulang terus. Ide yang sebenarnya perlu dipoles malah dipaksakan, dan ini bisa bikin proyek gagal total. Dalam industri kreatif yang ketat persaingannya, kesalahan kayak gini fatal banget.
5. Kehilangan Peluang Emas
Dunia kreatif itu bergerak cepat. Kalau nggak mau menerima saran atau perubahan, bisa-bisa ketinggalan tren, nggak menguasai skill baru, atau malah kelewatan kesempatan emas yang datang sekali seumur hidup.
6. Reputasi di Mata Orang Lain Jadi Jelek
Sikap anti kritik bukan cuma bikin perkembangan macet, tapi juga bisa menurunkan citra profesional. Orang bisa menganggap kita susah diajak kerja sama, egois, atau nggak punya kemauan belajar.
Intinya, kritik memang nggak selalu enak didengar, tapi diolah dengan bijak, ia bisa jadi bahan bakar untuk pertumbuhan. Alih-alih menghindar, cobalah memanfaatkannya untuk menyaring ide, memperbaiki kelemahan, dan mengasah kreativitas.