Perjalanan Panjang Batik Akasia, UMKM Inspiratif yang Konsisten Lestarikan Budaya

Rumah produksi Batik Akasia berlokasi di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Kamis, 05 Desember 2024 icon 12:30 WIB
Perjalanan Panjang Batik Akasia, UMKM Inspiratif yang Konsisten Lestarikan Budaya

Ii Hurairoh menunjukkan berbagai produk unggulan Batik Akasia miliknya di rumah produksi yang berlokasi di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu. (Dewiku.com/Rima Sekarani I.N.)

Bantuan langsung berupa hibah atau pinjaman modal memang banyak disukai pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Namun, tak jarang yang lebih merasa cocok dengan dukungan dan pendampingan yang mengusung filosofi "Berikan Kail Bukan Ikan".

"Kita dibina, beneran didampingi, tapi sekaligus dibikin mandiri," ungkap pemilik Batik Akasia, Ii Hurairoh, saat ditemui Dewiku.com pada September 2024 lalu.

Pendampingan yang dimaksud berasal dari Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Ii mengaku mendapat banyak keuntungan karena Batik Akasia menjadi UMKM binaan Astra melalui YDBA.

Baca Juga: Digelar di 3 Kota, Workshop Kolaborasi Suara.com dan UAJY Diikuti 150 Lebih Digital Creator

Perempuan 40 tahun ini masih ingat bagaimana dirinya pertama kali mengikuti pendampingan oleh YDBA pada 2020 lalu. Pandemi Covid-19 menghadirkan mimpi buruk bagi banyak pelaku UMKM, termasuk Ii yang merintis Batik Akasia sejak 2009.

Proses membatik di rumah produksi Batik Akasia di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (11/9/2024). Batik Akasia merupakan salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dibina Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). (Suara.com/Rima Sekarani I.N.)
Proses membatik di rumah produksi Batik Akasia di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Rabu (11/9/2024). (Dewiku.com/Rima Sekarani I.N.)

Ii menuturkan, YDBA bukan tipikal yang jorjoran perihal bantuan dana usaha, melainkan memberi banyak pelatihan bernilai fundamental dan relevan. Ada banyak hal yang dia pelajari dengan senang hati, mulai dari pemilihan bahan baku, tata ruang usaha, hingga strategi pemasaran. Menurutnya, semua itu memberi efek positif dalam jangka panjang, tak cuma ketika pandemi.

Materi tentang pembukuan dan arsip disebut paling berkesan. Mulanya memang bikin Ii lumayan syok dan kewalahan, tetapi terbukti sangat bermanfaat hingga kini. Contohnya, Ii merasa banyak terbantu saat mesti menyiapkan beragam data dan dokumen penting untuk mengurus berbagai legalitas usaha.

Baca Juga: Jelang Hari Batik Nasional, Manzone x Minimal Hadirkan Koleksi Couple

"Kita jadi rapi manajemennya," ucapnya.

"Apa yang dikasih YDBA sesuai dengan kebutuhan UMKM itu. Butuhnya pelatihan apa atau lainnya? Ada asesmen dulu,” imbuh mantan guru matematika ini.

Rumah produksi Batik Akasia berlokasi di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sudah 15 tahun UMKM ini berkomitmen turut melestarikan budaya lewat setiap produk yang dihasilkan. Perjalanan panjang dimulai dengan ketertarikan Ii belajar membatik dari nol di tahun 2006.

Masih ingat gempa 5,9 skala richter yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada Mei 2006? Bantul menjadi wilayah terdampak paling parah dengan lebih dari 4 ribu korban jiwa.

Semua orang bertekad bangkit dari keterpurukan dengan berbagai cara, termasuk mengoptimalkan setiap bantuan dan peluang yang ada. Upaya rekonstruksi dan rehabilitasi mencakup seluruh sektor, tentunya termasuk perekonomian masyarakat.

"Setelah gempa, banyak pelatihan dari pemerintah dan berbagai pihak lainnya," kata Ii.

Perihal membatik, Ii mulanya termotivasi belajar karena melihat sang suami yang lebih dahulu mengikuti pelatihan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB). Berbekal kemampuan seadanya dan keterampilan pas-pasan tak hentinya diasah, Ii dan suami konsisten membatik, kemudian coba-coba menitipkan karya mereka untuk dijual di toko pengrajin lain.

"Lama-kelamaan, kok, banyak disukai? Akhirnya 2009 berdiri usaha Batik Akasia ini," ujar dia.

Akasia sendiri merupakan pohon kaya manfaat. Hak itu ternyata sejalan dengan harapan mulia di balik berdirinya Batik Akasia. Tak cuma ingin meningkatkan perekonomian keluarga, bisnis ini juga berawal dari tekad untuk hidup lebih bermanfaat bagi umat.

"Ingin melestarikan budaya dan ingin hidup lebih bermanfaat, bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitar atau lebih luas, untuk negara dan agama," ucap Ii.

Produk unggulan UMKM ini adalah natural dyes batik yang berbasis pewarnaan dari ekstrak kulit kayu dan daun-daunan dari berbagai tumbuhan. Menariknya, meski pakai pewarna alam, batik tulis dan cap yang dihasilkan tetap mempunyai tampilan menarik plus mencuri atensi.

Dalam sebulan, Batik Akasia mampu memproduksi 500 – 1.000 lembar kain batik. Harganya mulai dari Rp100 ribu hingga jutaan rupiah. Terdapat pula produk kreasi kain batik, seperti aneka busana anak maupun dewasa serta berbagai aksesori, termasuk bros dan obi.

Saat ini, Batik Akasia telah mempunyai pelanggan besar yang berasal dari wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan, hingga pembeli dari luar negeri. Promosi dan penjualan berjalan secara luring maupun daring. Bahkan, UMKM ini sudah berkonsinyasi dengan pengusaha di Jepang.

Baca Juga: AKKMI Resmi Dibentuk, Tingkatkan Daya Saing dan Keberlanjutan Industri Kosmetik

Ii berharap bisnisnya dapat lebih berkembang sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih besar juga bagi masyarakat. Hal ini utamanya berkaitan dengan lapangan kerja untuk perempuan lintas usia di sekitarnya.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI