Community
Diet, Self-Love, dan Makanan Sehat: Jalan Menuju Cantik Seutuhnya
Cantik bukan hanya soal wajahtapi tentang apa yang kita makan, bagaimana kita hidup, dan dengan siapa kita ingin bersama.
Vania Rossa

Dewiku.com - Apa yang pertama kali terlintas saat mendengar kata "cantik"? Mungkin bayangan tentang kulit mulus, tubuh langsing, wajah simetris, atau aroma wangi.
Tak bisa dipungkiri, standar kecantikan semacam itu telah lama mendominasi cara kita memandang diri dan orang lain.
Baca Juga
Full Time Nggak Ada Libur: Kalau Jadi Ibu Rumah Tangga Dibayar, Negara Bisa Bangkrut?
Sahabatan Tapi Mesra? Al Ghazali & Aaliyah Massaid Buktikan Cowok-Cewek Bisa Akrab Tanpa Baper!
Belajar dari Maudy Ayunda: Suami Istri Beda Karakter Bukan Halangan, Asal Tahu Cara Berjalan Bersama
Flirting di Era Digital: Beda Tipis Antara Friendly dan Ngasih Harapan Palsu, Wajib Tahu Tandanya, Nih!
Lucy Guo Jadi Cewek Terkaya 2025 Versi Forbes: Penasaran, Apa Pekerjaannya?
Weekend Reset Jadi Kunci Kesehatan Mental Cewek Gen Z: Ngapain Aja, Sih?
Namun, seiring berkembangnya kesadaran dan peran perempuan di berbagai lini kehidupan, makna cantik mulai bergeser.
Kini, kecantikan tidak lagi sekadar tampilan luar, melainkan juga mencakup keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa, dan preferensi pangan cukup erat dengan konsep ini.
Inilah yang disebut dengan kecantikan holistik—sebuah pendekatan menyeluruh yang berpadu erat dengan wellness.
Paradoks Cantik di Gaya Hidup Modern
Sayangnya, menurut Sutamara Lasurdi Noor, Koordinator Food Culture Alliance Indonesia, kesadaran akan kecantikan holistik ini belum diimbangi dengan perubahan gaya hidup yang nyata.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah preferensi makanan masyarakat yang masih didominasi oleh makanan ultra-proses (Ultra-Processed Foods/UPF).
“Kita rela keluarkan uang untuk skincare mahal, tapi tetap konsumsi UPF yang bisa merusak kesehatan dan mempercepat penuaan kulit. Ini paradoks,” ujar Sutamara saat membuka talkshow Beauty Dialogue bertajuk “A Holistic Perspective: An Exploration on Redefining Beauty and Its Connection to Wellness”, yang digelar oleh Komunitas Eathink menggandeng Food Culture Alliance Indonesia di Jakarta, Sabtu (21/6/2025).
Menurutnya, kecantikan sejati berakar dari dalam—dari apa yang kita konsumsi, bagaimana kita menjalani hidup, hingga seberapa sadar kita dalam merawat tubuh.
Standar Kecantikan dan Tekanan Sosial
Puji Maharani, pengamat tren perempuan, menyampaikan bahwa standar kecantikan selalu berubah dari masa ke masa. Sayangnya, perubahan ini kerap menimbulkan tekanan.
“Dulu cantik itu harus kuning langsat, rambut panjang, tubuh tinggi semampai. Padahal perempuan Indonesia punya bentuk tubuh dan warna kulit yang sangat beragam,” jelasnya.
Tak heran, banyak perempuan merasa tertekan untuk tampil sesuai standar. Diet ekstrem pun sering dijadikan jalan pintas demi mengejar tubuh langsing—yang belum tentu sehat.

Ketika Obsesi Menjadi Bahaya: Kasus Eating Disorder
Tekanan untuk memiliki tubuh ideal sering kali berdampak pada kesehatan mental. Bia Dai, seorang hybrid influencer, membagikan kisahnya:
“Dulu aku sempat naik hampir 40 kg karena eating disorder. Pola makanku berantakan. Setelah belajar mengenali tubuhku sendiri dan memperbaiki gaya hidup, berat badan turun 30 kg,” ungkapnya.
Kini, Bia lebih sadar terhadap apa yang dibutuhkan tubuhnya. Walau bekerja di bidang promosi produk kecantikan, ia mengaku tidak lagi mudah tergoda oleh janji manis iklan.
“Meski kerjaanku promosi produk, aku sekarang tahu apa yang tubuhku butuhkan. Aku nggak gampang kemakan iklan,” tambahnya.
Kendati demikian, tekanan sosial tetap Bia rasakan, terutama di dunia digital.
“Rambut berantakan sedikit aja, netizen bisa komentar. Tapi sekarang aku lebih santai dan belajar berdamai dengan diri sendiri,” ujarnya.
Menerima Diri Sendiri: Versi Terbaik Setiap Perempuan
Menurut Puji, transformasi cara pandang terhadap kecantikan mulai terlihat di generasi sekarang.
“Kini banyak perempuan yang percaya diri tampil natural. Kulit bertekstur? Nggak apa-apa. Selfie tanpa makeup? Boleh banget. Yang penting jujur dengan diri sendiri,” katanya.
Pandangan ini mencerminkan pemahaman baru bahwa cantik tidak harus seragam. Self-awareness menjadi fondasi baru dalam mendefinisikan kecantikan.
Cantik Holistik = Conscious of Function
Bagi Puji, kecantikan holistik adalah bentuk perlawanan terhadap konstruksi sosial dan tekanan kapitalisme.
“Cantik itu tentang conscious of function. Kita harus tahu apa yang kita mau dan butuhkan. Dari situ, kita bisa lebih menghargai tubuh kita sendiri,” jelasnya.
Senada dengan Puji, Fahra Affifa, seorang konsultan riset dari Food Culture Alliance Indonesia menambahkan:
“Kecantikan dan penampilan adalah aspirasi semua orang, karena terkait validasi sosial dan kepercayaan diri. Tapi aspirasi itu bisa dicapai lewat gaya hidup sehat, termasuk makanan bernutrisi,” katanya.
Saat "Menjadi Diri Sendiri" Menjadi Standar Baru
Menurut Grace Sita Betania, Retail Marketing, PR & Insight Executive dari The Body Shop Indonesia, tekanan akan citra fisik mulai bergeser ke arah yang lebih inklusif.
“Dulu kulit putih dianggap ideal. Tapi sekarang, menjadi versi terbaik dari diri sendiri itu sudah cukup. Nggak perlu sempurna,” ujarnya.
Cantik Adalah Sehat: Perspektif Nutrisi
Feni Sulistiani, S.Gz, seorang nutrisionis juga menegaskan bahwa kecantikan tidak bisa dilepaskan dari kesehatan.
“Cantik itu sehat. Apa yang kita makan, itu yang membentuk kulit dan tubuh kita. Sayangnya, masih banyak yang lebih rela beli skincare mahal, tapi pelit untuk beli makanan sehat,” katanya.
Menurut Feni, pola makan sehat memang tidak memberikan hasil instan. Namun, efeknya jauh lebih bertahan lama dan menyeluruh.
“Skincare bisa memberi efek cepat, tapi makanan sehat adalah investasi jangka panjang untuk kulit glowing alami,” tambahnya.
Cantik Adalah Perjalanan, Bukan Tujuan
Kecantikan holistik bukan tentang memenuhi ekspektasi orang lain, tapi tentang mengenali, menerima, dan merawat diri sendiri secara sadar dan penuh kasih.
Setiap perempuan memiliki definisi cantiknya masing-masing. Entah melalui olahraga, tidur cukup, gizi seimbang, pikiran yang tenang, atau rutinitas skincare yang disesuaikan kebutuhan—semuanya adalah bentuk self-love.
Dalam keseharian, cara kita memilih makanan, menyajikannya, atau bahkan membicarakannya—semuanya membentuk cara kita memaknai diri dan memperlakukan tubuh.
Beauty, seperti halnya makanan, adalah cerminan dari nilai-nilai yang kita hidupi bersama: tentang ukuran, kenyamanan, dan siapa yang kita anggap layak untuk merasa cukup.
Karena pada akhirnya, kecantikan yang paling berharga adalah yang lahir dari tubuh yang sehat, pikiran yang tenang, dan kepercayaan diri yang tumbuh dari dalam.
Ketika nilai-nilai kecantikan dan cara kita memaknai pangan berjalan seiring, maka pergeseran menuju makanan yang lebih bergizi dan berkelanjutan tak hanya mungkin—tapi juga diinginkan.