Jadi Buruh Sebulan Demi Biennale Jogja 2019, Begini Kisah Dian 'Ultraman'

Dian Suci Rahmawati mengaku tepar kala mencoba menjadi buruh saat menciptakan karya seninya.

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Senin, 04 November 2019 icon 10:14 WIB
Jadi Buruh Sebulan Demi Biennale Jogja 2019, Begini Kisah Dian 'Ultraman'

Dian Suci Rahmawati saat ditemui di Jogja National Museum (JNM), beberapa waktu lalu. (Suara.com/Arendya)

Dian Suci Rahmawati merupakan salah satu seniman sekaligus ilustrator yang karyanya terpilih untuk dipamerkan di Biennale Jogja 2019.

Dalam karyanya yang berjudul Apakah Tubuh: Sebuah Ladang di Dalam Rumah, perempuan yang akrab disapa Ultraman ini ingin berbagai lapisan masyarakat melihat praktik eksploitasi pekerja terselubung.

Ya, siapa sangka eksploitasi pekerja ini ternyata tak hanya terjadi di pabrik melainkan juga dari rumah ke rumah.

Baca Juga: Serba-Serbi Jadi Kurator Seni, Harus Terus Belajar

Ditemui di Jogja National Museum (JNM) beberapa waktu lalu, perempuan lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia ini membagikan kisahnya ketika membuat karya seni tersebut.

"Jadi, awalnya muncul ide ketika saya sehabis antar anak sekolah, lewat pasar kemudian tidak sengaja melihat iklan yang menawarkan pekerjaan melipat bungkus cokelat dan bisa dikerjakan di rumah," ungkap Dian.

Karya Dian Suci Rahmawati dalam Biennale Jogja 2019. (Suara/Arendya)
Karya Dian Suci Rahmawati dalam Biennale Jogja 2019. (Suara/Arendya)

Dari selembar kertas iklan tadi, beribu tanda tanya mulai menghujani Dian Suci Rahmawati. Ibu tiga anak ini terdorong untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik tawaran pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Biennale Jogja XV 2019, Pengunjung Diajak Melihat Sisi Lain Asia Tenggara

"Jadi benar saja, perusahaan-perusahaan besar tadi menawarkan pekerjaan yang di mana pekerja tadi itu mengerjakan sesuatu dengan upah sedikit kemudian nggak ada tunjangan atau bahkan asuransi lainnya. Mereka itu tidak tercatat oleh pemerintah, lho," kata Dian kemudian.

Saat ditanya soal iklan pengeleman teh celup yang kerap tertempel pada tiang listrik dan menawarkan sistem pengerjaan di rumah, Dian menilainya berada di level lebih parah.

"Kalau yang pengeleman ini lebih parah, karena sistemnya kita harus deposit uang dulu seperti Multilevel Marketing (MLM), tapi kebetulan aku fokusnya belum sampai di situ sih," ujar Dian.

Setelah melakukan riset di berbagai daerah, Dian mencoba untuk merasakan seperti apa rasanya ketika menjadi pekerja pabrik terselubung tadi.

"Aku akhirnya mencoba membuat karya diabadikan dalam video. Nah, karya tadi ini bentuknya sama dan aku kerjakan bertahap layaknya seperti yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tadi," tutur Dian.

Sebanyak 120 kain sablon dilukisnya menggunakan cat akrilik dengan bentuk pola dinding batu bata. Proses pengerjaan karya Dian Suci Rahmawati pun diabadikan lewat video time lapse, mulai dari tahap framing sampai dengan melukis kain sablon.

Karya Dian Suci Rahmawati dalam Biennale Jogja 2019. (Suara/Arendya)
Karya Dian Suci Rahmawati dalam Biennale Jogja 2019. (Suara/Arendya)

"Setelah aku mengalami proses seperti pekerja terselubung tadi, gila sih, aku sempat tepar 3 hari, dan mereka (ibu rumah tangga yang merangkap buruh) ini melakukannya setiap hari, pikirannya yang penting kelar gitu," kata Dian.

Lewat pola dinding batu bata transparan di atas kain sablon ini, Dian ingin menyuarakan bahwa pekerja terselubung ini jelas ada. Sayangnya, mereka tidak tercatat oleh pemerintah.

Melalui karya seninya, Dian Suci Rahmawati berharap hak buruh pekerja rumahan ini lebih diperhatikan oleh pemerintah dan perusahaan yang mempekerjakan mereka.

Dian Suci Rahmawati juga berharap, para buruh rumahan ini mau memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan tunjangan dan upah layak dari apa yang mereka kerjakan di rumah.

Sementara itu saat ditanya tentang keikutsertaanya dalam Biennale Jogja 2019, Dian Suci Rahmawati mengaku senang karyanya dapat diterima banyak khalayak.

Baca Juga: Melihat Kehidupan Muslimah Pinggiran Thailand di Biennale Jogja 2019

Dia berharap dapat terus berkarya dan menyuarakan hak-hak para pekerja, khususnya kaum perempuan seperti ibu rumah tangga. (*Arendya Nariswari)

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI