Setiap Pilihan Hidup Layak Dihormati, Termasuk saat Memilih Childfree
Pernah kepikiran nggak sih, kalau tidak semua perempuan mendambakan kehidupan sebagai seorang ibu?
Pernah kepikiran nggak sih, kalau tidak semua perempuan mendambakan kehidupan sebagai seorang ibu?
Pilihan untuk tidak memiliki anak, atau yang dikenal dengan istilah childfree, sering kali menjadi perdebatan. Karena bagi sebagian orang, ini adalah langkah berani untuk mendefinisikan kebahagiaan di luar ekspektasi masyarakat, terutama di masyarakat yang masih mengukur kebahagiaan dan kesuksesan perempuan dengan peran sebagai istri dan ibu.
Pilihan untuk tidak memiliki anak kerap dianggap "melawan kodrat" atau bahkan dinilai egois. Padahal, bagi sebagian perempuan, childfree bukanlah keputusan yang dibuat secara sembarangan, melainkan hasil dari pertimbangan matang berdasarkan nilai, kondisi, dan prioritas hidup masing-masing.
Baca Juga: Bila Esok Ibu Tiada: Seberapa Besar Pengaruh Seorang Ibu dalam Hidup Anak-Anaknya?
Asfa salah satunya. Menginjak usia pernikahan ke 15 tahun, Asfa tak lagi menginginkan anak. Menurutnya, hidupnya sudah lengkap dan bahagia tanpa kehadiran anak.
"Saat ini kami puas dengan kehidupan yang kami jalani sekarang. Kami merasa bahwa kebahagiaan kami tidak harus terikat pada memiliki anak," ujarnya kepada dewiku pada Rabu (18/12).
Asfa mengungkapkan bahwa keputusannya untuk memilih childfree baru benar-benar ia yakini dalam 4 tahun terakhir. Ia merasa lelah dengan upaya yang terus-menerus dilakukan untuk memiliki anak, namun kenyataannya usaha tersebut belum membuahkan hasil.
Baca Juga: Rahasia Hamil Bukan Cuma Medis: Dokter Ungkap Faktor Emosi yang Krusial
Selama bertahun-tahun, ia dan suami sudah mencoba berbagai cara, mulai dari konsultasi medis hingga perawatan kesuburan, namun hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
"Saya merasa sudah capek terus-menerus menginginkan anak, tapi kenyataannya belum rezeki Allah,” ungkapnya penuh keikhlasan.
Keputusan ini bukan tanpa tantangan. Perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak sering kali menghadapi stigma dan tekanan sosial.
Banyak yang menganggap keputusan ini egois, terutama karena masyarakat masih melekatkan peran ibu sebagai tujuan utama hidup seorang perempuan.
Pertanyaan seperti, "Kapan punya anak?" atau komentar seperti, "Nanti menyesal kalau tua sendirian," masih sering dilontarkan, seolah menjadi pengingat bahwa pilihan hidup mereka dianggap tidak sesuai norma. Bagi Asfa, tekanan semacam itu menjadi salah satu ujian terberatnya.
"Awalnya, setiap kali ada yang nanya atau komentar soal anak, rasanya aku kayak disudutin. Seolah-olah keputusan ini salah atau aneh," katanya.
Di tengah semua perdebatan ini, penting untuk diingat bahwa setiap perempuan berhak menentukan jalan hidupnya sendiri.
Menjadi seorang ibu adalah pilihan yang luar biasa, tetapi memilih untuk tidak memiliki anak juga merupakan keputusan yang layak dihormati.
Bagaimanapun, kebahagiaan tidak datang dalam satu bentuk, dan setiap perempuan punya hak untuk menentukan apa yang terbaik untuk dirinya.
Baca Juga: Urgensi Cuti Melahirkan, Hak Ibu Bekerja yang Tak Boleh Diabaikan
BERITA TERKAIT
Pemerintah Kaji Aturan Batas Usia Main Media Sosial untuk Anak, Apa Kata Bunda?
Jumat, 17 Januari 2025 | 09:30 WIBRealita Sekolah Swasta, Selalu Lebih Baik dari Sekolah Negeri?
Kamis, 16 Januari 2025 | 13:45 WIBDari Rumah Tangga Hingga Karier, Ada Beban "Blame the Women Syndrome" yang Mencekik Perempuan
Rabu, 15 Januari 2025 | 19:47 WIBBerhenti jadi People Pleaser, Begini Cara Prioritasin Dirimu Sendiri!
Rabu, 15 Januari 2025 | 12:17 WIBMengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIBBERITA TERKINI