Ragam

Hidup Tanpa Menikah? Kenapa Tidak! Merayakan Keberanian Perempuan dalam Menentukan Jalan Sendiri

Pilihan untuk hidup tanpa menikah bukan lagi hal tabu. Semakin banyak perempuan berani menentukan jalan hidupnya sendiri, bebas dari tekanan norma sosial, dan tetap bahagia serta produktif.

Vania Rossa

Ilustrasi Menikah (Pexels/Trung Nguyen)
Ilustrasi Menikah (Pexels/Trung Nguyen)

Dewiku.com - Di tengah derasnya tuntutan budaya dan norma sosial yang kerap menempatkan pernikahan sebagai tolok ukur kesuksesan hidup seorang perempuan, semakin banyak suara yang berani berkata sebaliknya: Hidup tanpa menikah? Kenapa tidak!

Bagi sebagian perempuan modern, kebahagiaan dan pencapaian pribadi tak lagi harus diukur lewat status pernikahan.

Mereka memilih merayakan kemandirian, mengejar mimpi, dan menjalani hidup sesuai definisi bahagia versi diri sendiri.

Hidup mandiri tanpa pasangan bukan lagi dianggap sebagai "rencana cadangan", melainkan sebuah pilihan sadar untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan sesuai dengan nilai-nilai pribadi.

Melansir The Atlantic, perempuan yang lajang kini memiliki kekuatan demografis yang membentuk lanskap kehidupan budaya, ekonomi, bahkan sampai politik.

Mereka bukan tidak laku, bukan pula gagal menemukan cinta, mereka hanya memilih versi hidup yang sesuai dengan nilai dan kebutuhan pribadi mereka.

Menikah Bukan Syarat Bahagia

Pilihan untuk tidak menikah bukan berarti menolak cinta atau membenci dalam berkeluarga, banyak perempuan tetap menjalin hubungan yang sehat dan suportif, membangun rumah tangga dengan bentuk yang lebih fleksibel.

Bahkan memperluas makna keluarga melalui ikatan persahabatan, komunitas, dan solidaritas sosial, mereka membuktikan bahwa cinta bisa hadir dalam berbagai bentuk, tidak selalu lewat cincin di jari manis atau mengisi akta nikah.

Kemudian, Profesor Paul Dolan, seorang ahli ilmu perilaku dari London School of Economics, menyatakan bahwa perempuan yang tidak menikah dan tidak memiliki anak merupakan kelompok paling bahagia dalam populasi.

"Perempuan yang tidak menikah dan tidak memiliki anak adalah sub-kelompok populasi yang paling sehat dan bahagia,” ujarnya.

Hal ini mematahkan asumsi bahwa perempuan hanya akan bahagia jika berada dalam ikatan pernikahan.

Justru, bagi sebagian perempuan, ketenangan, ruang pribadi, dan kebebasan menentukan arah hidup membawa kebahagiaan yang lebih besar.

Namun, kita juga tak bisa memungkiri bahwa tekanan terhadap perempuan untuk menikah sering datang dari luar diri, seperti dari keluarga dan lingkungan sekitar yang masih sering memikirkan citra “perempuan bahagia adalah perempuan yang bersuami.”

Padahal, setiap perempuan berhak menentukan jalannya sendiri, dan tidak seharusnya merasa bersalah atas pilihannya.

Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa jumlah perempuan dewasa yang tidak menikah di Amerika Serikat meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir.

Fenomena serupa juga terjadi di Jepang, Korea Selatan, dan sebagian besar negara Eropa. Dimana, hal ini bukan sekadar gejala individual, melainkan tanda pergeseran nilai secara global.

Sudah waktunya kita mengubah cara pandang, merayakan pilihan hidup perempuan berarti menciptakan ruang yang adil dan inklusif bagi semua keputusan baik memilih menikah, menunda, atau tidak menikah sama sekali.

Karena pada akhirnya, kebahagiaan tidak bisa diukur dari status perkawinan, melainkan dari sejauh mana seseorang hidup dengan jujur, bebas, dan sesuai dengan keinginan hatinya.

Mari rayakan semua perempuan yang menikah dan yang belum menikah, serta yang tidak ingin menikah. Karena setiap perempuan memiliki cerita, kekuatan, dan kebahagiaan yang layak dihargai sepenuhnya.

(Mauri Pertiwi)

Berita Terkait

Berita Terkini