Ragam

Spiritual Girl Era: Saat Tarot dan Journaling Jadi Cara Cewek Gen Z Kenal Diri Sendiri

Dari tarot sampai journaling, inilah cara Gen Z kenal diri sendiri di tengah tekanan hidup (dan algoritma TikTok). Simpel, murah, dan bisa sambil overthinking!

Vania Rossa

Ilustrasi tarot. (Shutterstock)
Ilustrasi tarot. (Shutterstock)

Dewiku.com - Siapa bilang perjalanan mengenal diri harus lewat sesi terapi mahal atau retreat ke Ubud? Di era Spiritual Girl ala Gen Z, cukup duduk manis di kamar, buka kartu tarot, nulis di journal aesthetic dari marketplace, lalu posting hasil self-reflection di Instagram Story. Praktis, hemat, dan pastinya bisa sambil dengerin playlist "healing" di Spotify.

Entah karena lelah menghadapi realita atau cuma ikut trend TikTok, tarot dan journaling kini jadi jalan ninja banyak perempuan muda untuk mengurai overthinking, nyari makna hidup, atau sekadar biar kelihatan "mentally aware" di feed medsos.

Tarot yang dulunya identik sama ramalan jodoh atau nasib masa depan yang diyakini para om dan tante, kini berubah fungsi.

Bagi cewek-cewek Gen Z, kartu tarot adalah alat refleksi yang estetik sekaligus fungsional. Tak ada lagi drama, “Kapan ketemu jodoh?”, karena yang muncul adalah pertanyaan macam, “Kenapa aku overthinking terus?” atau “Apa pola pikir toxic-ku selama ini?”

Menurut psikolog klinis Dr. Carla Manly, tarot membantu seseorang memandang diri sendiri dari sudut baru lewat simbol dan arketipe yang mengandung makna dalam.

Dalam bahasa sederhananya: tarot bikin kamu ngobrol sama diri sendiri, tapi sambil liat gambar keren.

Selain tarot, journaling alias curhat di kertas juga makin naik daun. Bukan lagi diary gembok bunga-bunga jaman SD, tapi jurnal estetik lengkap dengan washi tape, brush pen pastel, dan sticky note lucu hasil haul Shopee.

Isinya? Mulai dari gratitude list, inner child letter, sampai manifestasi punya pasangan idaman atau lulus S2 di luar negeri.

Menurut Dr. Andini Putri, psikolog dari Universitas Indonesia, journaling bisa bantu proses emosi negatif, mengurai pikiran yang kusut, bahkan ningkatin rasa syukur.

Praktis, murah, dan nggak bikin saldo rekening bocor kayak langganan gym yang jarang dipakai.

Tentu saja, semua ini nggak lepas dari efek media sosial. Di TikTok atau Instagram, muncul akun-akun self growth dengan aesthetic khas: meja kayu minimalis, lilin aroma lavender, spread tarot kece, plus journal tebal isi kutipan motivasi.

Semua ini bikin cewek-cewek muda merasa: "Wah, aku juga mau healing kayak gitu!"

Tak heran kalau praktik seperti journaling dan tarot makin booming, karena selain bikin pikiran plong, hasilnya bisa difoto dan dishare biar feed makin artsy.

Kebutuhan untuk Mengenal Diri Sendiri

Tapi, spiritual girl era bukan soal percaya mistis atau meramal kapan mantan minta balikan. Ini lebih tentang kebutuhan cewek Gen Z buat kenal siapa diri mereka sebenarnya di tengah dunia yang demanding dan noisy ini.

Tarot dan journaling jadi cara mereka melipir sejenak dari drama sehari-hari, dengerin suara hati, dan, siapa tahu, nemu jawaban kenapa masih stuck di situ-situ aja.

Kalau dulu spiritualitas terkesan berat dan eksklusif — harus meditasi di gunung atau ikut workshop mahal — sekarang semua terasa lebih ringan, personal, dan accessible.

Bahkan bisa dilakukan sambil rebahan di kamar, ditemani kopi susu dan playlist chill lo-fi beats.

Cewek Gen Z membuktikan: self discovery bisa tetap gaya, bisa tetap fun.

Pada akhirnya, spiritual girl era ini bukan sekadar tren temporer. Ini adalah bagian dari evolusi cara perempuan muda merawat hati dan pikiran mereka di dunia serba cepat.

Karena sejujurnya, glow up mental dan emosional itu sama pentingnya dengan skincare rutin. Bedanya? Ini tidak ada expired date-nya, dan hasilnya bisa bikin kamu lebih damai dalam menjalani hidup yang kadang absurd ini.

(Imelda Rosalina)

Berita Terkait

Berita Terkini

trending

Gowok: Saat Perempuan Tak Cuma Pasrah di Atas Ranjang

Film Gowok bukan sekadar memamerkan sensualitas, melainkan menyimpan pesan soal perlawanan perempuan atas tubuh, suara, dan ruang yang lama direbut sistem patriarki. Bagaimana perempuan menjadi pelatih di dunia laki-laki?