Ragam

Filter Fatigue: Tuntutan Flawless di Medsos yang Diam-Diam Bikin Cewek Stres

Di balik feed yang sempurna, banyak cewek diam-diam mengalami filter fatigue alias lelah tampil flawless terus di medsos. Kenapa bisa gitu? Cari tahu alasannya di sini!

Vania Rossa

Ilustrasi selfie dengan filter wajah. (Freepik)
Ilustrasi selfie dengan filter wajah. (Freepik)

Dewiku.com - Filter wajah di media sosial yang dulunya cuma dianggap fitur tambahan yang lucu buat bikin hasil selfie jadi lebih menarik, belakangan ini berubah menjadi kebutuhan visual bagi banyak perempuan.

Wajah tirus, kulit bening tanpa pori-pori, bibir merona, hingga pencahayaan yang otomatis bikin glowing, semua bisa didapat dalam sekejap.

Namun, semakin sering digunakan, semakin banyak pula perempuan yang mulai merasa lelah. Bukan cuma secara mental, tapi juga secara emosional.

Fenomena ini dikenal dengan istilah filter fatigue, kondisi dimana seseorang merasa kelelahan karena terus-menerus merasa harus tampil sempurna dengan bantuan teknologi.

Fenomena ini nggak lepas dari kebiasaan di media sosial, di mana visual jadi alat utama buat mendapetkan validasi.

Konten dengan wajah glowing, kulit mulus, dan fitur yang “sempurna” biasanya lebih gampang dapet like, comment, dan engagement tinggi. Lama-lama, tanpa sadar, ini bikin pengguna yang tampil natural — tanpa filter — jadi ragu dan takut nggak dianggap menarik.

Filter Fatigue, Saat Wajah Sendiri Jadi Terasa Asing

Filter fatigue bukan cuma soal editan digital semata, tapi juga menyisakan tekanan psikologis yang nyata, terutama buat cewek-cewek muda. Mereka terus-terusan dihadapkan sama standar kecantikan digital yang nggak realistis—jauh dari kondisi kulit dan wajah manusia biasa.

Faktanya, riset dari Royal Society for Public Health UK (2022) bilang, kebiasaan pakai filter berlebihan ini bisa ningkatin rasa cemas soal penampilan, menurunkan kepercayaan diri, bahkan berisiko ke gangguan body dysmorphic disorder (BDD).

Salah satu efek jangka panjang dari filter fatigue ini adalah terciptanya jarak antara seseorang dengan wajahnya sendiri. Ketika seseorang lebih sering melihat versi cantik digital, maka versi nyata di cermin bisa terasa asing.

Dalam banyak kasus, kondisi ini juga muncul dari rasa berbohong secara visual. Beberapa perempuan merasa bersalah ketika dipuji karena kecantikan yang sebenarnya dihasilkan filter, bukan penampilan asli mereka. Rasa bersalah ini bisa berkembang menjadi kecemasan sosial saat bertemu langsung di dunia nyata.

Menariknya, belakangan muncul gelombang kecil yang mencoba melawan tren ini. Beberapa influencer cewek justru tampil berani dengan posting foto tanpa filter, lengkap dengan caption jujur soal kondisi kulit asli mereka — dari jerawat, lingkar mata, sampai bekas luka.

Lewat gerakan ini, mereka mau nunjukin kalau tampil natural bukan aib, tapi bukti keberanian dan kepercayaan diri.

Tapi perjuangan ini nggak gampang. Di tengah algoritma yang lebih “sayang” sama foto-foto mulus dan sempurna, konten real tanpa filter sering banget tenggelam—jarang muncul di explore atau FYP.

Saatnya Stop, Nggak Harus Sempurna Terus

Filter fatigue ini sebenarnya jadi alarm penting — kasih sinyal bahwa ada yang nggak beres sama cara kita mandang media sosial dan tubuh sendiri.

Kalau sudah ngerasa capek harus selalu cantik, glowing, dan ‘on point’ di setiap postingan, berarti sudah waktunya sadar: tampil natural juga valid, layak, dan indah apa adanya.

Pakai filter itu sah-sah aja, kok. Tapi kalau sampai teknologi bikin kita lupa sama wajah asli sendiri, merasa kurang tanpa editan, atau malah insecure liat kaca — mungkin ini saatnya ambil jeda.

Soalnya, cantik yang sebenarnya bukan soal kulit mulus hasil filter, tapi soal nyaman sama diri sendiri meski tanpa polesan digital.

(Sifra Kezia)

Berita Terkait

Berita Terkini