Ragam

Silent Treatment: Saat Diam Jadi Senjata yang Menyakiti

Silent treatment bukan cuma ngambek biasa. Kalau dilakukan terus-menerus, ini bisa jadi bentuk kekerasan emosional yang bikin kamu ragu, cemas, bahkan kehilangan kepercayaan diri.

Vania Rossa

Ilustrasi silent treatment. (Freepik)
Ilustrasi silent treatment. (Freepik)

Dewiku.com - Pernah nggak, kamu didiemin pasangan, teman, atau bahkan anggota keluarga tanpa penjelasan yang jelas? Awalnya mungkin kamu berpikir, “Aku salah apa ya?” Padahal, perlakuan seperti itu bisa jadi bukan salah kamu, melainkan bentuk manipulasi yang dikenal sebagai silent treatment.

Ini bukan cuma aksi ngambek biasa, tapi bisa jadi salah satu bentuk kekerasan emosional yang jika dilakukan terus-menerus dan membuat kamu merasa terisolasi.

Yuk, kenali lebih dalam soal silent treatment, dampaknya, dan gimana cara kamu bisa bersikap lebih sehat dalam menghadapi situasi ini.

Silent Treatment Bukan Sekadar Diam

Silent treatment adalah tindakan sengaja mengabaikan atau tidak merespons seseorang sebagai reaksi terhadap konflik atau ketidaksepakatan. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari tidak membalas pesan, menghindari kontak mata, menolak berbicara, hingga menjauh secara fisik. Meskipun terlihat pasif, tindakan ini sesungguhnya sangat agresif secara emosional.

Berbeda dengan permintaan waktu untuk menenangkan diri, silent treatment biasanya berlangsung cukup lama dan dilakukan tanpa penjelasan.

Alih-alih menyelesaikan masalah, tindakan ini memperpanjang konflik karena komunikasi diputus secara sepihak. Sering kali, orang yang menerima silent treatment dibuat merasa bingung, bersalah, bahkan tidak berharga.

Dalam banyak kasus, silent treatment muncul dalam hubungan yang dekat, seperti pasangan, keluarga, atau sahabat. Diam dijadikan “senjata” untuk melukai secara perlahan, dan tak jarang membuat orang yang mengalaminya mempertanyakan harga dirinya sendiri.

Diam yang Menyakiti: Ketika Silent Treatment Jadi Kekerasan Emosional

Saat digunakan untuk menghukum, mengontrol, atau memanipulasi, silent treatment tak bisa lagi dianggap sekadar “butuh waktu sendiri”. Diam yang disengaja, terus-menerus, dan penuh maksud tersembunyi bisa menjadi bentuk kekerasan emosional yang merusak.

Ciri khas silent treatment sebagai kekerasan emosional adalah niat untuk menyakiti perasaan orang lain. Misalnya, ketika seseorang memilih untuk tidak berbicara bukan karena ingin merenung, tapi untuk menghukum pasangan karena marah atau kecewa. Ini menciptakan ketidakseimbangan kuasa dalam hubungan, di mana satu pihak menahan komunikasi sebagai bentuk dominasi.

Dampaknya bisa serius. Mereka yang menjadi korban sering kali merasa tertekan, tidak dihargai, hingga mengalami kecemasan dan depresi. Tak sedikit yang mulai meragukan diri sendiri, merasa bersalah, padahal sebenarnya tidak tahu apa kesalahan yang diperbuat. Ini adalah bentuk manipulasi emosional yang diam-diam menggerogoti kesehatan mental.

Karena tidak melibatkan kata-kata kasar atau kekerasan fisik, banyak yang tidak menyadari bahwa silent treatment termasuk kekerasan non-verbal. Padahal efeknya tak kalah menyakitkan. Bahkan, luka emosional ini bisa lebih sulit sembuh karena tidak terlihat.

Mengapa Silent Treatment Adalah Komunikasi yang Salah

Menghadapi konflik dengan diam tanpa komunikasi justru memperburuk situasi. Silent treatment menjadi kesalahan besar jika dilakukan sebagai bentuk pelarian dari masalah atau alat untuk memanipulasi. Komunikasi yang sehat seharusnya terbuka, jujur, dan saling mendengarkan, bukan menghindar dan menghukum dengan diam.

Beberapa alasan mengapa silent treatment termasuk kesalahan besar dalam hubungan antara lain:

  • Menghindari komunikasi yang justru merupakan kunci untuk menyelesaikan masalah.
  • Membuat konflik semakin lama dan kompleks karena tidak ada klarifikasi.
  • Merusak kedekatan dan kepercayaan dalam hubungan.
  • Membuat korban merasa bersalah, padahal belum tentu mereka melakukan kesalahan.
  • Digunakan sebagai cara tidak dewasa untuk menekan pihak lain secara emosional.

Meskipun begitu, diam juga bisa muncul sebagai reaksi sesaat untuk menenangkan diri dari emosi berlebih. Ini menjadi hal yang wajar jika dilakukan dengan batas waktu jelas dan diikuti niat untuk berdiskusi setelahnya. Namun ketika diam berubah menjadi pola dan dilakukan berulang-ulang, ini bukan lagi tentang menenangkan diri, melainkan menghindar dan menyakiti.

Penting untuk membedakan kapan diam adalah bentuk self-care, dan kapan diam berubah menjadi senjata. Jika diamnya seseorang membuatmu merasa kecil, bersalah, atau tidak berdaya, maka sudah saatnya menyadari bahwa kamu mungkin sedang menjadi korban kekerasan emosional.

Silent treatment mungkin terlihat sepele, tapi dampaknya bisa begitu besar. Saat digunakan sebagai alat kontrol atau hukuman, diam bukan hanya menyakitkan, tapi juga merusak secara emosional. 

Kamu tidak salah hanya karena didiamkan. Sebaliknya, mungkin kamu sedang menghadapi bentuk kekerasan yang selama ini tersamar. Dalam hubungan yang sehat, komunikasi harus dibangun atas dasar keterbukaan, empati, dan saling menghormati. 

Jadi jika kamu merasa sedang diabaikan dan tidak diberi ruang untuk bicara atau menjelaskan, beranilah untuk menyuarakan perasaanmu atau mencari bantuan. Karena kamu layak diperlakukan dengan baik, didengarkan, dan dihargai.

 

Berita Terkait

Berita Terkini