Ragam
Cewek dan MBTI: Nggak Semua Introvert Pendiam, Nggak Semua Ekstrovert Tukang Ngobrol
MBTI sering jadi patokan kepribadian, tapi cewek lebih dari sekadar label introvert atau ekstrovert. Nggak semua introvert harus pendiam, dan nggak semua ekstrovert selalu ceria.
Vania Rossa

Dewiku.com - Pernah nggak sih, kamu dibilang “kok nggak kalem sih, padahal katanya introvert?” atau “masa kamu sedih, kan kamu ekstrovert?”
Yup, MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) kadang jadi semacam label yang bikin kita merasa harus bertingkah sesuai ekspektasi orang.
Baca Juga
Siapa Jacquelyn Chandra? Model Tanah Air yang Rumornya Main di Jurassic World: Rebrith
Zodiak Emak-emak Paling Drama: Dikit-Dikit Ngambek, Dikit-Dikit Ceramah
Cewek Smart Tahu Batas! Jangan Asal Cerita 3 Hal Ini ke Orang Lain
Love Language Bukan Cuma Buat Pacar, Tapi Buat Diri Sendiri Juga: Biar Kamu Nggak Gampang Empty!
Petite Tapi Pede! Seleb Mungil Ini Buktiin Tinggi Badan Bukan Segalanya
Autentik Itu Menarik, Ini Kunci Bikin Personal Branding yang Beda dari yang Lain
Padahal, kepribadian manusia jauh lebih kompleks dari sekadar empat huruf. Terutama buat cewek, yang sering banget dibebani standar tambahan: kalau introvert harus anggun dan pendiam, kalau ekstrovert harus selalu ceria dan sosial. Emangnya harus banget begitu?
Ketika MBTI Mulai Menjadi Label
MBTI membagi kepribadian ke dalam 16 tipe berdasarkan kombinasi empat dimensi. Misalnya, I (Introvert) atau E (Extrovert), T (Thinking) atau F (Feeling), dan seterusnya. Pada awalnya, ini hanya bertujuan membantu orang mengenali kecenderungan alami mereka. Tetapi di kehidupan sehari-hari, hasil MBTI sering berubah jadi label sosial.
Seorang perempuan dengan tipe Introvert misalnya, sering dianggap harus tenang, lembut, dan tidak suka tampil. Kalau ternyata dia bisa bawel, suka nongkrong, atau ekspresif, orang-orang bisa langsung mempertanyakan keasliannya, bahkan menyalahkan seperti berkata “Loh, katanya I?”
Sebaliknya, perempuan Extrovert sering diharapkan terus tampil semangat dan mudah bergaul. Kalau tiba-tiba ingin menyendiri atau tidak mood bersosialisasi, langsung dianggap aneh atau tidak seperti biasanya. Tak jarang, mereka merasa perlu menyesuaikan diri bukan karena itu memang nyaman, tapi karena khawatir tidak sesuai dengan citra MBTI yang sudah dilekatkan.
Hal ini juga dibahas dalam penelitian di jurnal Personality and Individual Differences, yang menunjukkan bahwa seseorang bisa terdorong untuk bertindak sesuai dengan label kepribadian yang ia percaya sebagai identitasnya. Ini disebut sebagai efek self-fulfilling prophecy, yaitu kondisi ketika seseorang berperilaku seperti yang diharapkan dari label tersebut, meskipun bukan bagian dari sifat alaminya. Pada perempuan, tekanan ini bisa terasa lebih berat, karena bercampur dengan norma dan ekspektasi sosial yang sudah ada sejak lama.
Tuntutan Sosial yang Terbungkus Rapi
Label MBTI seringkali memperkuat stereotip yang sebenarnya sudah lebih dulu melekat pada perempuan seperti harus anggun, tenang, sabar, peka, dan murah senyum. Perempuan introvert yang ingin terlihat lebih tampil dianggap tidak pas. Perempuan extrovert yang ingin tenang dianggap berubah. Padahal, kepribadian bukan peran yang harus dimainkan setiap hari.
Bahkan untuk aspek Thinking (T) dan Feeling (F), perempuan sering menerima ekspektasi yang tidak seimbang. Perempuan bertipe T sering dianggap terlalu kaku atau dingin. Sementara perempuan bertipe F bisa dianggap terlalu emosional. Padahal, rasional dan perasa bukan dua hal yang saling bertentangan, bisa saja seseorang punya keduanya sekaligus.
Menjadi Perempuan yang Tidak Harus Sesuai “Huruf”
MBTI memang bisa membantu kita lebih mengenal diri sendiri, tapi tidak seharusnya membatasi ruang gerak. Perempuan tetap boleh menjadi versi dirinya sendiri, yang kadang pendiam, kadang ramai, kadang ingin tampil, dan kadang butuh waktu sendiri.
Tipe kepribadian bukan aturan, bukan juga naskah yang harus dijalani dengan sempurna. Ia hanya gambaran awal, bukan kesimpulan akhir.
Menggunakan MBTI sebagai alat refleksi itu baik. Tapi ketika mulai jadi sumber tekanan, apalagi dibungkus dalam ekspektasi sosial yang tak terlihat di situlah kita perlu berhenti dan bertanya pada diri sendiri bahwa “aku begini karena nyaman, atau karena merasa harus?”
Perempuan tidak harus kalem karena introvert, tidak harus ceria karena extrovert, dan tidak harus sesuai harapan siapa pun, termasuk empat huruf yang muncul dari sebuah tes kepribadian.
(Sifra Kezia)
- TAGS:
- # mbti
- # introvert
- # ekstrovert