Trending
Daftar Kebijakan Pemerintah di Pertengahan Tahun yang Bikin Rakyat Bertanya-Tanya: Bijaknya di Mana?
Daftar kebijakan pemerintah di pertengahan tahun ini menuai sorotan publik. Banyak yang mempertanyakan bijaknya keputusan tersebut bagi masyarakat.
Vania Rossa

Dewiku.com - Pertengahan tahun 2025 diwarnai dengan sejumlah kebijakan baru dari pemerintah yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat. Sayangnya, bukannya mendapat sambutan hangat, beberapa aturan justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan rakyat. Mulai dari isu kenaikan tarif, regulasi baru di sektor layanan publik, hingga kebijakan ekonomi yang dinilai kurang pro-rakyat, semuanya membuat publik bertanya-tanya: sebenarnya, bijaknya di mana?
Bahkan, banyak yang merasa pemerintah sedang mencari keuntungan di tengah kesengsaraan yang melanda rakyat melalui kebijakan-kebijakan anehnya. Lalu, apa saja kebijakan aneh yang udah dilakukan pemerintah di pertengahan tahun 2025 ini?
1. Tanah Telantar 2 Tahun Diambil Negara
Dimulai pada bulan Juli 2025, masyarakat dibuat heboh dengan kebijakan negara yang akan mengambil alih tanah yang sudah telantar selama 2 tahun. Kebijakan ini tertuang dalam PP Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
Kemudian, di dalam pasal 7 menyebutkan jika pengambilalihan tanah dapat dilakukan terhadap tanah hak milik, hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh atau didapatkan berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.
Kebijakan ini banyak mendapat perhatian publik, pasalnya mereka khawatir tanah dari penduduk sekitar yang telah lama telantar bisa saja suatu waktu diambil. Namun, Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis menegaskan jika pihaknya tidak akan asal melabeli tanah warga sebagai tanah yang telantar.
Harison menyampaikan jika Kementerian ATR/BPN hanya akan menargetkan tanah yang memang kosong dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
“Objek dari peraturan ini adalah tanah-tanah yang memang kosong blong. Kalau pagar bagaimana, pak? Sudah bayar pajak bumi bangunan (PBB), ada pagar, ndak (tidak diambil negara) lah! Itu kan sudah diusahakan berarti,” tegas Harison.
2. Perseteruan Royalti Musik
Pada bulan Agustus, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengeluarkan kebijakan agar para pemilik usaha melakukan perizinan terlebih dahulu saat akan menggunakan musik dan wajib membayar royalti sebagai bentuk kepatuhan dari hukum serta bentuk apresiasi kepada musisi.
Baca Juga
Ironi Gaya Hidup Sehat: Olahraga Rutin, Diet Ketat, Tapi Malah Mengidap Kondisi Ini
Viral! Curhat Polos Cewek ke Psikiater, Ending-nya Sama Sekali Nggak Disangka!
Ogah Kehidupan Pribadinya Disorot, Tissa Biani Tegas Lebih Pilih Profesi Ini Daripada Artis
Bentuk Pinggul Amanda Manopo Jadi Sorotan, Operasi atau Natural?
Tips dari Febby Rastanty untuk Pelari Pemula: Jangan Gaspol dari Start Kalau Gak Mau Bernasib Sama Sepertinya
Alur Cerita Emily in Paris Season 5: Cinta Segitiga, Persaingan Karier, sampai Plot Twist Mengejutkan
Namun, kebijakan ini menimbulkan perseteruan di kalangan musisi dan masyarakat. Masyarakat menyatakan jika kebijakan tersebut akan mematikan usaha orang, mengingat pengusaha harus mengeluarkan uang saat ingin memutar lagu dan beberapa dari mereka menganggap jika lagu merupakan salah satu unsur penting yang bisa menarik perhatian pelanggan untuk berlama-lama di tempat usaha tersebut.
Kemudian, dari sisi musisi sendiri beberapa dari mereka menyayangkan jika kebijakan ini belum memiliki mekanisme dan transparansi keuangan yang jelas. Royalti yang diberikan ke musisi pun akan terpotong biaya operasional sebesar 20%. Hal ini pernah dirasakan oleh musisi Ari Lasso saat dirinya hanya menerima royalti Rp700 ribu dari pihak WAMI. Dirinya mengakui jika seharusnya ia menerima royalti sekitar puluhan juta.
3. Pati dan Pajak 250%
Pada minggu kedua bulan Agustus, warga di Desa Pati beramai-ramai melakukan demonstrasi dan menuntut Bupati Pati, Sudewo untuk dimakzulkan. Kemarahan masyarakat Pati memuncak karena Sudewo akan menerapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sana sebesar 250%. Angka tersebut pun merupakan penurunan dari angka yang sebelumnya berjumlah 7.000%.
Sudewo menyebutkan jika kenaikan PBB tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan sebagai pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun, masyarakat menganggap kenaikan PBB tersebut hanya akan menyusahkan masyarakat terlebih di kondisi ekonomi yang tidak terkendali.
Dituntut lengser oleh masyarakat, Sudewo enggan untuk turun dari jabatannya karena merasa masyarakat lah yang telah memilih dirinya untuk menjadi bupati. Walau masih dibuat kecewa dengan Sudewo yang masih menjabat, bupati ini pun akhirnya membatalkan kebijakan tersebut setelah mendapatkan arahan dari pemerintah tingkat pusat, provinsi, dan aspirasi masyarakat.
4. Ketimpangan Gaji Guru dan DPR
Sedang menjadi topik panas hingga sekarang, persoalan tunjangan rumah bagi anggota DPR turut mendapat kecaman publik. Bahkan, beberapa anggota dewan mendapatkan kritik dari publik setelah mendukung wacana pemberian tunjangan rumah sebesar Rp50 juta.
Menurut masyarakat, pemberian tunjangan rumah ini tidak tepat karena pendapatan yang diperoleh DPR sudah mencapai puluhan juta. Jika ditambah tunjangan rumah, maka pendapatan DPR akan mencapai ratusan juta. Masyarakat menilai uang puluhan juta tersebut lebih baik dialokasikan untuk membangun lapangan pekerjaan di saat masyarakat kena badai PHK.
Kemudian, tunjangan sebesar Rp50 juta itu dinilai tidak etis di saat profesi seperti guru masih memiliki pendapatan sebesar di bawah UMR setiap bulannya. Bahkan, guru honorer hanya mendapatkan gaji sebesar Rp850 ribu per bulannya, padahal tugas yang mereka lakukan berhak untuk mendapatkan upah yang layak.
5. Tahun Depan Pajak dan Iuran Naik
Nggak cuma di pertengahan tahun 2025, ternyata pemerintah juga udah membuat kebijakan untuk tahun depan juga loh. Namun, lagi-lagi kebijakan ini dinilai merugikan masyarakat umum, terutama yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.
Pada tahun 2026, pemerintah berencana akan mengenakan pajak bagi para pedagang kecil, seperti bisnis F&B, pedagang ikan, pedagang eceran, dan pedagang emas. Tentu aja kebijakan ini hanya akan memberatkan para pedagang, mengingat penghasilan yang diperoleh nggak begitu besar kayak bisnis lainnya.
Di lain sisi, tahun depan pemerintah juga akan menaikkan iuran BPJS untuk keberlanjutan program JKN. Masyarakat yang mendengar kebijakan ini tidak terima dan khawatir tidak dapat membayar iuran BPJS yang naik, terlebih fasilitas dan pelayanan di beberapa lembaga kesehatan Indonesia belum sepenuhnya memadai.
Dalam kebijakan terdapat kata “bijak” yang berarti pandai atau mahir menggunakan akal pikirannya. Namun belakangan tahun ini, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan negara dan pemimpinnya sering kali mengesampingkan akal dan empatinya sampai lupa dengan kondisi masyarakat yang tengah ada di masa-masa finansial yang sulit.
(Annisa Deli Indriyanti)