Kawula Muda Jangan Golput di Pemilu 2024! Yuk, Tentukan Pilihanmu Lewat Kuis Ini!
Penting adanya guideline untuk kawula muda yang baru pertama kali akan ikut pemilu 2024.
Pemilu 2024 tinggal hitungan hari, kawula muda jangan golput ya! Yuk, saatnya menentukan pilihan demi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik.
Di Indonesia suasana pemilu serupa pesta, apalagi di mata para pemilih muda, yang baru akan nyoblos untuk pertama kalinya. Ditambah lagi, di hari pemilu banyak brand yang memberi diskon besar-besaran.
Mulai dari gerai makanan dan minuman, retail fashion dan aksesori, tempat wisata, supermarket, hingga bioskop dan tempat karaoke. Tahun ini bahkan akan lebih seru lagi, karena bertepatan dengan harai kasih sayang alias Valentine’s Day.
Baca Juga: Apa Itu Gen Z? Ini 8 Karakteristik yang Umum Dimiliki
Syarat utama untuk dapat diskon biasanya hanya menunjukkan jari bertinta, pertanda sudah nyoblos. Namun, masalahnya, apakah para pemilih ini sudah nyoblos dengan bijak dan cerdas? Jangan-jangan semua kandidat dicoblos, atau hanya asal nyoblos saja, atau tidak ada yang dicoblos sama sekali.
Sejak dua tahun terakhir Kawula17 -- sebuah inisiatif yang mengajak anak muda berpartisipasi aktif dalam pemilu, mengadakan survei secara reguler, dan kerap berdiskusi atau mengobrol langsung seputar politik dengan anak muda.
Mereka menemukan banyak generasi muda yang tidak terlalu paham soal politik, termasuk tentang kenapa mereka harus ikut pemilu. Namun, di sisi lain, ada sejumlah anak muda yang paham soal politik tapi memilih untuk tidak memilih alias golongan putih (golput).
Baca Juga: Gandeng Talenta Muda ASEAN Kreatif, Converse Gelar Kampanye Lokal Inspiratif untuk Gen Z
“Kami heran, kenapa, kok, golput? Soalnya, mereka bilang, program yang diusung sama saja. Kami pikir, ah, tidak mungkin, pasti ada bedanya,” tegas Dian Irawati, co-founder Kawula17.id.
Kawula17 yang konsisten memberikan edukasi tentang politik kepada anak muda berusaha agar mereka tidak golput, hingga kemudian meluncurkan Voting Advice Application (VAA) untuk membantu pemilih menentukan pilihan partai dan presiden. Lantas, seperti apa aplikasi tersebut dan sejauh mana hasilnya valid?
Remaja Tak Paham Istilah Politik
Kawula17 melakukan survei nasional setiap 3 bulan yang diikuti 400 hingga 600 responden berusia 17 hingga 44 tahun. Pada kuartal ketiga 2023, 80% responden menyatakan akan ikut nyoblos di Pemilu 2024, sementara itu sebagian kecil masih bingung akan nyoblos atau tidak, dan sebagian sangat kecil sudah yakin tidak akan nyoblos.
Di sisi lain, banyak remaja usia 17 tahun yang tidak memahami istilah seputar politik, misalnya oposisi, progresif, dan konservatif. Dian menyebutkan, ketika usia 16 tahun, seharusnya remaja sudah mendapatkan civic education (pendidikan kewarganegaraan). Kenyataannya, ketika mengunjungi sekolah, ia masih sering mendapat pertanyaan yang cukup mencengangkan.
“Kenapa, sih, kita harus memilih DPR? Memangnya kita punya suara apa? Siapa yang bisa memastikan bahwa DPR itu akan selalu sesuai janji? Mereka belum melihat apa pentingnya memilih DPR. Sepertinya ada yang terputus dengan pendidikan kewarganegaraan kita, sehingga kita belum bisa mendekatkan alasan, ini, lho, kenapa kita perlu ikut pemilu,” kata Dian.
Sementara itu, bicara tentang oposisi, ia bercerita, di beberapa pemilu terakhir, calon presiden lebih menciptakan lingkungan politik tanpa oposisi. Mereka lebih bersifat merangkul dan berkoalisi.
“Sehingga, remaja 17 tahun tidak mengerti soal oposisi. Mereka berpikir bahwa oposisi itu buruk, karena pasti akan menciptakan konfrontasi setiap saat. Padahal, dalam hidup berbangsa dan bernegara ini dibutuhkan oposisi, sehingga ketika membuat sebuah kebijakan, pembuatnya bisa melihat suatu isu dari berbagai perspektif,” jelas Dian, yang berlatar belakang market research.
Kenapa Susah Pilih Partai?
Tingginya angka kesediaan untuk berpartisipasi dalam pemilu bisa diartikan sebagai ketertarikan orang muda yang terbilang tinggi terhadap politik.
“Tapi, berdasarkan survei satu tahun terakhir, ketika ditanya apakah sudah punya pilihan atau belum, orang muda di bawah usia 35 tahun selalu menjadi kelompok usia yang paling banyak belum punya pilihan,” kata Oktafia Kusuma, Research Fellow Kawula17.
Dian bercerita, ketika dulu pertama kali ikut pemilu, ia juga bingung memilih partai. Padahal, ketika itu partainya hanya ada tiga. Sementara sekarang ini ada 18 partai nasional. Belum lagi, orang juga harus memilih anggota DPD.
“Masalahnya, tidak tersedia guideline untuk orang muda yang baru pertama kali akan ikut pemilu. Ini permasalahan besar,” katanya.
Memang bukan hal yang mudah bagi anak muda untuk pilih partai. Salah satunya karena gempuran informasi dan kampanye yang malah bikin bingung.
Itulah kenapa Kawula17 kemudian mengadopsi aplikasi VAA. Aplikasi tersebut membantu memberi pemahaman tentang posisi suatu partai tentang berbagai isu, termasuk sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan.
Lewat gamification berupa kuis, orang muda diharapkan bisa menentukan pilihan akan partai yang paling sesuai dengan preferensi dirinya.
“Kami ingin mengedepankan isu, bukan ideologi. Dengan begitu, kita bisa melihat bagaimana posisi partai terhadap suatu isu. Sehingga, pembicaraan antara anak dan orang tua di meja makan tidak lagi tentang identitas,” kata Dian.
Misalnya, ketika bicara soal KPK, pemilih diberi tiga pilihan posisi, yaitu independen, netral, dan tidak independen. Pilihan jawabannya selalu begitu, agar dapat merepresentasikan posisi mana yang lebih cocok dengan pemilih sesuai dengan isu yang diberikan.
Berdasarkan pilihan pemilih, di akhir kuis akan muncul saran soal partai yang gagasannya sejalan dengan pemilih dalam bentuk persentase. Misalnya, 71% partai A. Artinya, Sahabat Dewiku disarankan untuk memilih partai A. Kenapa persentase partai A tertinggi? Karena, pilihan Sahabat Dewiku akan jawaban suatu isu banyak direpresentasikan oleh partai A.
“Kalau ternyata yang awalnya ingin dipilih itu cocok dengan rekomendasi, bagus. Kalau tidak, pemilih bisa melihat lagi posisi mereka dan posisi partai yang ingin mereka pilih. Paling tidak ada bayangan sejauh mana posisi mereka sebagai pemilih dan partai yang harusnya mengusung suara mereka. Kami hanya memberikan saran atau nasihat. Dan, kami selalu sarankan untuk pilih dulu partainya, baru calegnya,” kata Dian.
Sambutan soal VAA Partai Politik ini cukup fantastis. Hanya dalam waktu dua hari, Kawula17 sudah memberi 105.000 rekomendasi kepada pemilih.
“Kami berharap kuis ini dilihat sebagai sesuatu yang sebanding dengan waktu yang mereka luangkan untuk mengikutinya. Kalau orang muda tertarik, mereka akan ikuti. Seandainya kami bisa reach satu orang, lalu dia memberi tahu peer-nya tentang kuis tersebut sebagai langkah awal untuk memilih partai terbaik menurut mereka, ini sesuatu yang luar biasa. Sebab, pencarian kebenaran tidak bisa diberi tahu, melainkan harus dicari,” jelas Dian.
Pilih Presiden lewat Kuis
Sukses dengan VAA Partai Politik, di akhir minggu ketiga Januari 2024, Kawula17 meluncurkan VAA Ca(wa)pres. Untuk VAA ini, pemilih disarankan untuk kenali programnya, baru tentukan presidennya. Dalam hitungan 72 jam, sudah 463.298 rekomendasi diberikan kepada pemilih yang ikut kuis.
“Sambutannya sangat baik. Para pemilih yang ikut kuis kemudian juga dengan bangga memamerkan hasil kuisnya di media sosial. Sejumlah influencer menghubungi kami dan meminta link untuk mereka share dengan sukarela, karena mereka rupanya melihat bahwa tool ini berguna bagi orang muda,” ucap Dian.
Yang menarik, survei mengungkap, mayoritas pemilih akan memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan ide atau gagasan yang diperjuangkan.
Selain itu, mereka juga melihat pengalaman kandidat dan jabatan sebelumnya. Mereka tidak lagi mempertimbangkan identitas, misalnya suku atau agama, dan penampilan fisik.
Hal ini sejalan dengan temuan dari partner Kawula17, yaitu Newbie Matters, yang menyebutkan bahwa Gen Z merupakan pemilih rasional. Kuisnya berisi 15 pertanyaan yang disarikan dari visi-misi masing-masing pasangan presiden dan calon presiden.
Sejumlah pertanyaan terbilang sulit, sehingga jawabannya perlu dipikirkan dengan matang dan waktu sedikit lebih lama. Tapi, hanya dalam waktu sekitar 6 menit, umumnya pemilih akan mendapatkan rekomendasi tentang kandidat yang programnya dinilai paling selaras dengan keinginan pemilih.
Banyak orang kemudian menanyakan rekap dari hasil kuis pemilih. Dian menegaskan, kuis ini dibuat bukan untuk mendapatkan rekap hasil, melainkan memberi kesempatan pada pemilih untuk mempelajari visi dan misi kandidat, membandingkan visi-misi tersebut, kemudian melihat kembali ke diri sendiri, menyelaraskan visi-misi yang paling dekat dengan dirinya.
"Kenyataannya, ketika orang muda diberi informasi, mereka akan mampu membuat keputusan. Ini bagian dari kedewasaan berpikir dan berpolitik,” tutupnya.
Jeli Temukan Perbedaan
Kuis untuk memilih partai dan presiden perlu dibuat sedemikian rupa agar mudah dimengerti. Karena itu, pertanyaan kuis harus dibuat dengan kata-kata dan kalimat yang sederhana.
Dian dan Okta bercerita, membuat VAA Partai Politik jauh lebih menantang daripada VAA Ca(wa)pres. Mereka harus memilah isu yang relevan dengan orang muda. Sebab, isu yang dibicarakan di DPR sangat banyak.
“Bagi orang yang memahami tentang lingkungan, pertambangan merupakan isu yang penting. Tapi, bagi banyak orang di luar bidang tersebut, pertambangan tidak dinilai penting. Apalagi, lokasi tambang di Kalimantan dinilai jauh bagi orang yang tinggal di Jawa, sehingga tidak dianggap relevan,” Dian mencontohkan.
Okta menambahkan, posisi partai tentang suatu isu bisa berubah. Karena itu, tim penyusun kuis selalu mencari konfirmasi ke partai.
“Isu merupakan suatu hal yang baru diangkat oleh partai. Selama ini partai berkampanye dengan dangdut. Anak-anak sekarang sudah beda. Ketika disuguhi dangdut, mereka belum tentu mau datang. Karena itu, partai harus sudah mulai berpikir untuk mendekati pemilih dengan cara berbeda,” lanjut Dian.
Untuk VAA Ca(wa)pres, Kawula17 mencermati perbedaan program di antara ketiga pasang kandidat. Karena, programnya sangat mirip.
Saat dipetakan seperti itu, orang jadi tersadar bahwa sebetulnya yang ditawarkan oleh ketiga kandidat tidak berbeda jauh. Maka, perlu dicari pembeda yang signifikan untuk membantu orang menentukan pilihan.
Baca Juga: Bersiap Girls, Ini Perkiraan Biaya Menikah Generasi Milenial
“Mencari titik pembeda inilah yang tidak mudah. Misalnya, ada pertanyaan tentang peningkatan kinerja Polri. Orang bertanya, kenapa jawabannya ada yang tentang kenaikan gaji dan ada yang tentang pemahaman HAM? Memang itu poinnya. Harus ada critical point dari tiga pasang kandidat berbeda, sehingga kemudian pemilih bisa mencocokkan preferensinya dengan tiga pilihan jawaban tersebut,” kata Okta, yang melakukan cross referral ke juru bicara masing-masing kandidat untuk memastikan bahwa mereka tidak salah memaknai visi-misi tersebut.
BERITA TERKAIT
20 Ucapan Selamat Hari Ibu 2023, Lengkap dalam Bahasa Indonesia dan Inggris
Jumat, 22 Desember 2023 | 07:45 WIBTingkatkan Brand Awareness, 5 Tips Memaksimalkan Konten Live Stream untuk Pelaku UMKM
Jumat, 17 November 2023 | 16:30 WIBMilad Ke-5 Tahun Komunitas Ukhtina, Jalin Ukhuwah dan Berbagi, Indahnya!
Senin, 13 November 2023 | 09:30 WIBRilis Koleksi Terbaru, Justice Gagas Komunitas bagi Anak Perempuan
Selasa, 26 Maret 2019 | 13:00 WIBKenalan dengan Komunitas La Sape, Cowok-Cowok Perlente Asal Kongo
Selasa, 05 Maret 2019 | 17:00 WIBBERITA TERKINI