Bias Alih Peran Orang Tua: Istri Merantau Cari Nafkah, Suami Ogah Asuh Anak
Istri bekerja keras hingga ke luar negeri demi kesejahteraan keluarga, tetapi suami enggan jadi bapak rumah tangga.
Perubahan peran antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga menjadi sorotan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Fenomena yang disorot utamanya berkaitan para istri yang bekerja di luar negeri.
Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) periode Januari-April 2024, diketahui bahwa orang Indonesia yang bekerja di luar negeri meningkat sebanyak 3.792 atau 30,17% dari 16.362 pada April 2023 menjadi 29.803 pada April 2024.
Data BP2MI juga menunjukkan bahwa penempatan pekerja migran Indonesia pada April 2024 didominasi perempuan, yakni 20.812 orang atau naik 4 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai 20.011 orang. Semenatara itu, penempatan untuk pekerja migran laki-laki bahkan tidak sampai separuhnya, yakni sebanyak 8.991 orang.
Baca Juga: Masyarakat Ragukan Transparansi Pemerintah Soal Pengelolaan Dana Tapera
Artinya, memang ada begitu banyak perempuan yang bekerja di luar negeri. Sebagian dari mereka juga sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Terkait hal tersebut, baru-baru ini Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa peran sebagai pencari nafkah utama untuk keluarga bukan hanya dibebankan kepada suami lagi. Tak sedikit yang justru berubah menjadi tanggung jawab istri.
Hanya saja, perubahan tersebut tidak terjadi secara adil. Cuma perempuan yang perannya berganti. Di sisi lain, suami yang mestinya menggantikan peran istri di rumah, tak lantas otomatis mau melakukan pekerjaan domestik, termasuk mengurus anak.
Baca Juga: 5 Tips Bikin Rumah Sejuk saat Cuaca Panas, Simpel Tanpa Boros Listrik
"Secara fisik, ada perubahan peran antara perempuan dan laki-laki, khususnya suami dan istri, tetapi dari sisi ideologinya tidak berubah," ungkap Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfa dalam diskusi Media Talk di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Jakarta, Jumat (25/10/2024) kemarin, dikutip dari Suara.com.
Ulfa juga mengatakan, "Jadi, istri mencari nafkah ke luar negeri, dengan alasan untuk kesejahteraan keluarganya, tetapi seringkali suami menganggap bahwa peran domestik itu menjadi sesuatu yang sepertinya asing."
Istri yang bekerja di luar negeri tak bisa menjalankan perannya sebagai orang tua secara optimal. Oleh karenanya, pengasuhan anak idealnya menjadi personalan yang ditangani suami di rumah.
Namun, sebagian anak yang ditinggal ibunya bekerja di luar negeri akan diasuh oleh neneknya. Jika nenek meninggal dunia, pengasuhan anak akan terus berpindah ke sanak saudara lain, bukan langsung dipegang ayahnya sendiri.
"Ayahnya tidak ditemukan di situ. Jadi, peran ayah itu, juga menjadi kehilangan, sehingga kami menyebutnya 'anak lapar ayah'," ucap Ulfa.
Menjadi Bapak Rumah Tangga, Kenapa Tidak?
Bukan hanya Indonesia, fenomena istri berperan sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga juga terjadi di negara-negara lain, salah satunya Tiongkok.
Selama berabad-abad, norma sosial yang berlaku di Negeri Tirai Bambu mengharuskan pria memegang peran sebagai pencari nafkah, sementara perempuan mengurus rumah tangga, termasuk mengasuh anak-anak.
Namun, kini semakin banyak pria Tiongkok yang mantap mengundurkan diri dan berhenti bekerja. Mereka memilih untuk menangani pekerjaan domestik yang sebelumnya dibebankan kepada istri, tak terkecuali memasak, membersihkan rumah, dan mengurus keperluan anak.
Fenomena tersebut dinilai berhubungan dengan pengakuan terhadap kesetaraan gender. Perempuan masa kini punya kesempatan besar untuk mengakses pendidikan tinggi sehingga bisa berkembang dan menjadi lebih berdaya.
"Peningkatan jumlah bapak rumah tangga disebabkan oleh fakta bahwa perempuan memiliki status yang lebih tinggi saat ini," ungkap Pan Xingzhi, pendiri platform konseling psikologis daring di China kepada AFP, dikutip Dewiku.com dari ABS CBN News.
Chen Hualiang merupakan satu dari sekian banyak pria Tiongkok yang memutuskan resign dan menjadi full-time dads. Mantan manajer proyek ini beralih menangani urusan rumah tangga, sedangkan istrinya tetap bekerja.
Chen mengaku senang karena bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama dua anaknya. Hal itu rupanya adalah sesuatu yang tak dia dapatkan dari ayahnya dulu.
"Ayah saya hanyalah seorang ayah. Saya tidak pernah merasa dia dapat membantu saya, kecuali secara finansial. Saya ingin menjadi seperti teman bagi anak-anak saya, sehingga mereka dapat berbagi banyak hal dengan saya," kata Chen.
Meski begitu, keputusan Chen menjadi bapak rumah tangga memang sempat membuat orang-orang di sekitarnya sangsi. "Orang tua saya agak cemas karena saya adalah bapak rumah tangga. Beberapa orang, terutama di media sosial, mengatakan bahwa saya hidup dari istri saya," tuturnya.
Kendati begitu, orang-orang tetap optimistis bahwa masyarakat cuma butuh waktu untuk menganggap bapak rumah tangga sebagai peran yang wajar dalam keluarga.
Baca Juga: Berdayakan Orang Tua dan Pendidik untuk Menanggulangi Malnutrisi
"Ini akan terus berkembang. Namun, perubahan besar masih akan membutuhkan waktu," ucap Chang Wenhao, kreator konten sekaligus education entrepreneur yang mengaku gemar mengajak dua anaknya berkemah, berkuda, bersepeda, mendaki gunung, dan kegiatan seru lainnya.
BERITA TERKAIT
Seksisme Nodai Pilkada 2024, Bagaimana Pengaruhnya terhadap Partisipasi Perempuan dalam Pemilu?
Minggu, 10 November 2024 | 15:00 WIB9 Pahlawan Nasional Perempuan, Ketahui Jasa dan Perjuangannya
Minggu, 10 November 2024 | 09:00 WIBRekomendasi Buku untuk Perempuan: Menggali Potensi & Menghadapi Tantangan Hidup
Kamis, 07 November 2024 | 18:29 WIBMencari Daycare yang Aman dan Nyaman: Bagaimana Ibu Pekerja Menentukan Pilihan Terbaik untuk Anak?
Senin, 04 November 2024 | 16:24 WIBDeteksi Dini Kanker Payudara, Banyak Perempuan Indonesia Enggan Lakukan SADARI
Senin, 04 November 2024 | 09:00 WIBGaya Hidup Serba Cepat, Perlukah Mengonsumsi Suplemen Kecantikan?
Minggu, 03 November 2024 | 16:00 WIBBERITA TERKINI