Cegah Stunting Sebelum Genting, Perempuan Harus Jadi Pilar Utama
Masalah pencegahan stunting amat kompleks dan melibatkan berbagai faktor, namun peran perempuan sangatlah krusial.
Stunting, masalah gizi kronis pada anak balita, masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Anak stunting memiliki tinggi badan lebih pendek dari anak seusianya akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan dan masa awal kehidupan. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan otak, sehingga dapat menghambat potensi anak di masa depan.
Meskipun masalah ini kompleks dan melibatkan berbagai faktor, peran perempuan dalam pencegahan stunting sangatlah krusial. Hal ini karena mulai dari masa remaja, saat tubuh mempersiapkan diri untuk kehamilan, hingga masa kehamilan dan menyusui, kondisi kesehatan perempuan sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin.
1000 Hari Pertama Kehidupan, yang dimulai dari konsepsi hingga usia anak 2 tahun, adalah masa emas pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Selama periode ini, ibu hamil dan menyusui memiliki peran sangat penting dalam memberikan nutrisi yang dibutuhkan janin dan bayi.
Baca Juga: Perempuan ODHA Berhak Dapatkan Layanan Kesehatan Tanpa Stigma dan Diskriminasi
Sadar jika perempuan menjadi ujung tombak dalam pencegahan stunting, perempuan perlu diberi informasi yang akurat dan mudah dipahami tentang gizi, kesehatan, dan tumbuh kembang anak. Selain iti, penting juga untuk memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perempuan agar mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk merawat anak dengan baik.
Kabupaten Kudus menjadi salah satu contoh adanya kolaborasi berbagai pihak dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran orang tua dalam memerangi stunting.
Penjabat (Pj) Bupati Kudus Muhammad Hasan Chabibie mengemukakan peran masyarakat, khususnya orang tua, sangat krusial mencegah stunting. Sebagai faktor penentu kesehatan anak-anak, para orang tua hendaknya memiliki pengetahuan yang cakap tentang makanan bergizi, cara pengolahan, hingga aturan makannya.
Baca Juga: Situationship, Hubungan Ambigu yang Diminati Perempuan Gen Z
"Kondisi gizi buruk dapat berdampak pada kesehatan dan kecerdasan anak-anak di masa depan," kata Muhammad Hasan Chabibie.
Dalam hal ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus berkolaborasi dengan Bakti Sosial Djarum Foundation dan Milklife memberikan edukasi dan pencegahan sedini mungkin, khususnya kepada orang tua mengenai pencegahan dan penanganan stunting.
Muhammad Hasan Chabibie berharap kolaborasi tersebut dapat mempersiapkan Indonesia Emas dengan mengurangi angka prevalensi stunting hingga menjadi sekecil mungkin .
Upaya pencegahan stunting di Kudus ini dilakulan lewat event akbar bertajuk Milklife Festival Keluarga Sehat 2024, yang diadakan di Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus, pada Sabtu (7/12) hingga Minggu (8/12).
Edukasi Pelayanan Kesehatan Keluarga dengan tema “Cegah Stunting Sebelum Genting” menjadi bentuk ajakan kepada seluruh elemen masyarakat Kudus agar bersama-sama berperan mencegah bahaya stunting. Festival ini terbuka dan dihadiri ribuan warga, terutama menyasar remaja perempuan, pasangan usia subur, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, hingga ibu balita.
Pada kesempatan itu, Deputy Program Director Bakti Sosial Djarum Foundation Achmad Budiharto mengatakan bahwa pihaknya sadar bahwa angka prevalensi stunting di Kudus cukup tinggi dan sulit turun. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman masyarakat masih kurang terhadap bahaya dan risiko yang akan menimpa anak-anak mereka.
"Lewat kegiatan ini, kami ingin memberikan edukasi, penanganan, dan pencegahan stunting kepada masyarakat agar semakin waspada terhadap bahaya gizi buruk,” ujar Budiharto.
Ia menjelaskan, pihaknya telah mengawali berbagai program pencegahan stunting sejak tahun 2018 melalui Gerakan Menjaga Periode Emas (GEMAS) dengan target ibu-ibu pekerja di lingkup karyawan perusahaan. Sejak itu, program tersebut telah memantau kehamilan 5.476 ibu, pertumbuhan 8.339 baduta (bawah dua tahun), serta memfasilitasi laktasi 4.715 ibu menyusui. Tercatat hingga September 2024, prevalensi stunting di dalam internal perusahaan sudah menurun hingga 7,5%, dari awalnya sebesar 18 %.
Lebih lanjut, Budiharto juga mengatakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting yakni Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). Ini adalah pembinaan tumbuh kembang di masa lima tahun pertama kehidupan anak. SDIDTK adalah tindakan memantau pertumbuhan balita agar berkembang secara optimal.
“Selain SDIDTK, imunisasi wajib balita, vaksin calon pengantin, screening triple eliminasi, activity edukasi terkait stunting, kondisi psikologis ibu hamil dan menyusui juga sangat penting dipantau," ujar Budiharto.
Field Promotion Manager Milklife Danang Adityo Pramandaru berharap dengan adanya Milklife Festival Keluarga Sehat 2024 di Kabupaten Kudus, seluruh warga masyarakat semakin sadar akan bahaya yang mengancam anak-anak dengan gizi buruk. Harapannya masyarakat di Kabupaten kudus akan lebih memperhatikan kebutuhan gizi dan nutrisi anak-anak, khususnya di seribu hari pertama kehidupan.
Ia juga menegaskan bahwa target audience utama tidak hanya ibu hamil, ibu menyusui dan balita, namun juga remaja perempuan dan pasangan subur, karena mereka ini bakal orang tua yang nantinya bertanggung jawab terhadap kecukupan gizi anak-anaknya.
Kegiatan ini mendapat sambutan yang baik dari warga, salah satunya ibu hamil, warga dusun Jetak, Kedungdowo, Fitria Setya Permana. Ia mengaku sangat terbantu dengan berbagai fasilitas yang didapatkan secara gratis, seperti pemeriksaan Ultrasonography (USG) dan Hemoglobin (HB).
Fitria sadar bahwa pengetahuan tentang pendidikan gizi sangat penting diketahui ibu hamil sejak anak belum lahir. Menurut Fitria yang kini usia kehamilannya memasuki 15 minggu, gizi buruk pada anak sangat mungkin terjadi karena ketidaktahuan ibu dan pengasuh utama terhadap kebutuhan gizi anak-anak sejak dini. Jika terjadi secara berkelanjutan, kondisi anak-anak yang stunting dapat semakin parah, karena tubuhnya tidak memiliki imunitas yang kuat untuk menangkal penyakit yang datang.
“Saya mendapat banyak informasi yang sebelumnya saya tidak tahu. Misalnya, saya baru paham bahwa asupan gizi bagi anak-anak saat sudah mengkonsumsi Makanan Pendamping ASI (MPASI) nanti, lebih mementingkan protein hewani, dibanding serat yang terkandung pada sayur dan buah. Saya mendapatkan ilmu baru memasak MPASI, aturan makan sampai cara penyimpanan bahan-bahan makanannya,” pungkas Fitria.
Baca Juga: Tangga Karier Qudsiah Firdausi, Yakin Bahwa Semua Perempuan Bisa Jadi Pemimpin
BERITA TERKAIT
Pemerintah Kaji Aturan Batas Usia Main Media Sosial untuk Anak, Apa Kata Bunda?
Jumat, 17 Januari 2025 | 09:30 WIBRealita Sekolah Swasta, Selalu Lebih Baik dari Sekolah Negeri?
Kamis, 16 Januari 2025 | 13:45 WIBMengenal Gamophobia: Ketika Pernikahan Menjadi Mimpi Buruk
Selasa, 14 Januari 2025 | 10:30 WIBBERITA TERKINI