Ragam

Belanja Online 2025: Banyak yang Checkout, Tapi Isinya Makin "Mikir Dulu"

Belanja online 2025 makin realistis! Gen Z & milenial fokus ke kebutuhan pokok, quick-commerce naik, fashion dan barang lucu mulai ditekan.

Vania Rossa

Ilustrasi belanja online (Freepik/benzoix)
Ilustrasi belanja online (Freepik/benzoix)

Dewiku.com - Tahun 2025 belum habis, tapi dompet kita udah banyak yang minta ampun. Meski godaan flash sale makin gencar dan fitur live shopping makin seru, ternyata tren belanja online sekarang mulai geser ke arah yang lebih realistis.

Yup, menurut survei terbaru dari Jakpat, hampir semua orang (95% responden!) tetap aktif belanja online selama paruh pertama tahun ini. Tapi ada satu fakta menarik: meski yang belanja makin banyak, total pengeluaran justru turun.

Fokus ke Barang Wajib, Bukan Barang Lucu

Kalau tahun-tahun sebelumnya keranjang belanja kita penuh barang estetik dan baju-baju lucu, sekarang tren-nya lebih ke yang penting-penting aja. Produk kebutuhan pokok kayak makanan, minuman, atau perlengkapan rumah tangga jadi prioritas.

Makanya, platform quick-commerce seperti Alfagift, Klik Indomaret, dan GrabMart makin digandrungi. Belanja via Alfagift misalnya, naik dua kali lipat dari 31% ke 66%! Sementara e-commerce besar seperti Shopee dan TikTok Shop juga tetap ramai, tapi kebanyakan isinya udah bukan impulsive buy lagi.

Belanja Banyak Tapi Budget Ketat

Rata-rata, orang Indonesia sekarang belanja sekitar Rp470 ribuan per bulan di e-commerce—turun 13% dibanding tahun lalu. Tapi anehnya, pengeluaran di quick-commerce justru naik 36%. Logikanya, kita tetap sering checkout, tapi isinya kebutuhan harian yang nilai transaksinya kecil-kecil.

Aska Primardi, Head of Research Jakpat, bilang ini tandanya banyak orang lagi hemat mode on. Produk fashion dan elektronik? Masih dicari sih, tapi dengan harga yang lebih miring. Dan ternyata, barang-barang impor yang harganya lebih murah makin dilirik dibanding produk lokal.

Tantangan Buat UMKM Lokal

Sayangnya, kondisi ini jadi PR besar buat pelaku UMKM. Harga produk lokal yang biasanya lebih mahal jadi sulit bersaing, apalagi ketika konsumen lagi pasang mode irit maksimal.

Jadi, kalau kamu pelaku bisnis lokal, mungkin udah saatnya main di ranah value for money—nggak cuma jual produk, tapi juga pengalaman dan kualitas yang relatable sama isi kantong Gen Z dan milenial.

Berita Terkait

Berita Terkini