Ragam

Kisah Pilu Anak Andre Taulany yang Memohon Agar Orang Tuanya Tidak Bercerai

Simak mengapa suara anak sering terabaikan dalam konflik rumah tangga dan bagaimana hal itu berdampak pada psikologi mereka.

Vania Rossa

Potret Andre Taulany bersama kedua putranya, Dio dan Kenzy (Instagram/@andreastaulany)
Potret Andre Taulany bersama kedua putranya, Dio dan Kenzy (Instagram/@andreastaulany)

Dewiku.com - Kasus perceraian selebritas sering kali menarik perhatian publik. Namun, di balik pemberitaan yang ramai, ada satu suara yang sering kali terlupakan: suara anak. Kisah anak sulung Andre Taulany yang hadir dalam sidang mediasi orang tuanya, dan dengan berani menyatakan ingin orang tuanya berdamai, menjadi pengingat yang kuat bagi kita semua tentang posisi anak dalam konflik rumah tangga.

Sidang perceraian Andre Taulany dan Erin kembali digelar di Pengadilan Agama Tigaraksa, Senin (11/8/2025). Beragendakan mediasi, sidang kali ini dihadiri oleh anak sulung mereka.

Sang anak datang ke pengadilan dengan satu harapan: agar kedua orang tuanya berdamai. Ia bahkan meminta kuasa hukum ibunya untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

"Aku ingin Om Firman membantu my mom my dad untuk berdamai," ucapnya.

Menurut remaja 18 tahun itu, gugatan sang ayah sebenarnya tidak perlu dilanjutkan karena katanya, "it’s just about salah alamat." 

"Tapi prinsip anak itu nggak mau ada yang cerai, bapak ibu nggak mau cerai. Jadi aku maunya papa mama itu happy aja gitu, damai," katanya.

Pernyataan ini bukan sekadar kalimat polos, melainkan cerminan dari perasaan banyak anak yang terjebak dalam pusaran perpisahan orang tua.

Suara Hati Anak yang Merasa Terabaikan

Ketika orang tua berada di tengah konflik, perhatian mereka sering kali terfokus pada masalah, emosi, dan proses hukum yang rumit. Menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, anak-anak dalam situasi ini bisa merasa cemas, takut, dan bingung. Mereka mungkin tidak memahami alasan di balik pertengkaran orang tua dan sering kali menyalahkan diri sendiri.

Pernyataan anak Andre Taulany yang menyebut gugatan ayahnya "hanya soal alamat" menunjukkan betapa anak mencoba menyederhanakan masalah orang dewasa agar bisa diterima oleh nalar mereka.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa anak tidak ingin perpisahan, bahkan ketika orang tua sudah merasa jalan buntu. Mereka berharap ada keajaiban yang bisa menyatukan kembali keluarga.

Dampak Konflik Orang Tua pada Kesehatan Mental Anak

Konflik yang berkepanjangan dan perpisahan orang tua bisa menimbulkan luka emosional mendalam pada anak, bahkan hingga mereka dewasa. Psikolog anak, dr. Laura Markham, dalam bukunya Peaceful Parent, Happy Kids, menjelaskan bahwa anak-anak yang tumbuh di tengah konflik berisiko mengalami kecemasan, depresi, dan masalah perilaku. Keberanian anak Andre Taulany untuk berbicara di depan publik bisa jadi merupakan manifestasi dari rasa putus asa dan keinginan kuatnya agar orang tuanya kembali utuh.

Lalu, bagaimana seharusnya orang tua bersikap?

  • Jujur dan Terbuka (Sesuai Usia): Beri tahu anak tentang situasi yang terjadi dengan bahasa yang mudah mereka pahami. Jelaskan bahwa perpisahan adalah keputusan orang dewasa, dan bukan salah anak.
  • Validasi Perasaan Anak: Izinkan anak merasa sedih, marah, atau kecewa. Berikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan emosi tanpa dihakimi.
  • Hindari Melibatkan Anak dalam Konflik: Jangan pernah menjadikan anak sebagai alat mediasi atau "mata-mata" dalam konflik. Anak tidak seharusnya dibebani dengan tanggung jawab orang dewasa.
  • Tetap Hadir untuk Anak: Pastikan anak tahu bahwa, meskipun orang tua tidak lagi bersama, cinta dan dukungan mereka tidak akan pernah berubah.

Kisah Andre Taulany dan anaknya adalah pengingat berharga bagi kita semua. Perceraian memang solusi bagi orang tua yang tidak lagi sejalan, tetapi bukan bagi anak yang tetap ingin keluarga mereka utuh. Jadi, sebelum mengambil keputusan, cobalah mendengarkan suara hati mereka.

Berita Terkait

Berita Terkini