Ragam
Unik Tapi Nyata! Gak Cuma Manusia, Tumbuhan Juga Bisa Kena Diskriminasi Gender
Tidak hanya manusia, tumbuhan pun mengalami ketimpangan sel jenis kelamin melalui botanical sexism yang mengagungkan tumbuhan bersel jantan dibanding sel betina
Vania Rossa

Dewiku.com - Tidak hanya manusia dan hewan, makhluk hidup layaknya tumbuhan pun memiliki jenis kelamin, yakni sel jantan dan sel betina. Pada sel jantan sendiri, tumbuhan akan bereproduksi menggunakan benang sari dan sel betina menggunakan putik.
Terlepas dari perannya untuk menghasilkan tumbuhan yang baru, nyatanya dua sel kelamin tumbuhan tersebut juga nggak bisa lepas dari diskriminasi layaknya dua gender manusia. Kok bisa, ya?
Hal ini bermula dari pernyataan seorang ahli hortikultura, Thomas Orgen yang menciptakan istilah botanical sexism atau seksime botani. Menurut Cordis European Commission, botanical sexism merupakan tendensi yang lebih mengutamakan menanam tanaman bersel jantan dibandingkan tanaman bersel betina.
Istilah botani tersebut mungkin masih sangat asing di Indonesia. Namun, di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Eropa sudah lama mengenal istilah botanical sexism.
Di negara-negara maju tersebut, istilah botanical sexism sering digunakan sebagai bentuk pengelolaan dan perencanaan dari tumbuhan-tumbuhan yang akan ditanam di area perkotaan atau ruang hijau khusus.
Dalam istilah botanical sexism, pemilihan tumbuhan bersel jantan ternyata memiliki alasan tersendiri. Tumbuhan jantan lebih banyak dipilih untuk ditanam karena tumbuhan sel jantan tidak menghasilkan buah seperti pada tumbuhan betina.
Alasan ini dipilih karena buah yang dihasilkan oleh tumbuhan betina akan mengundang hama atau hewan yang dapat mengganggu orang sekitar. Selain itu, buah yang dihasilkan juga akan mengotori jalanan serta memerlukan perawatan khusus dibandingkan dengan tumbuhan jantan.
Terlepas dari alasan yang masuk akal, istilah botanical sexism ini juga memiliki dampak yang serius bagi keberlangsungan hidup manusia.
Penanaman tumbuhan bersel jantan secara berlebih cenderung akan menghasilkan serbuk sari yang lebih banyak dari biasanya. Jumlah serbuk sari yang tidak terkendali akan mengganggu manusia atau penduduk sekitar yang memiliki alergi dengan serbuk sari atau lebih sering dikenal dengan alergi pollen.
Jika dibiarkan, penderita alergi pollen akan mengalami permasalahan kesehatan yang serius, seperti sesak napas, rinitis, dan ruam pada kulit. Adanya dampak serius yang ditimbulkan ini, pemilihan untuk menanam tumbuhan jantan ini pun perlu dikaji ulang, termasuk melihat tingkatan penduduk yang memiliki alergi pollen.
Baca Juga
Gaji 5 Juta ke Omzet 3 Digit: Cewek Eks Karyawan Bagikan Pengalaman Switch Career Jadi Petani Muda
Bikin Haru, Seorang Ayah Buat Sendiri 600 Lukisan Buat Suvenir Pernikahan Putrinya
Stress Cleaning: Cara Sehat Mengelola Stres atau Cuma Pelarian?
Louis Vuitton Rilis Lipstik Seharga UMR Yogya: Lindsay Lohan Aja Bilang Kemahalan!
Zoe Kravitz dan Harry Styles Pacaran? Tertangkap Kamera Ciuman dan Gandengan Tangan
Revolusi Kuliner Jalanan Makin Heboh: Setelah Kopi, Sekarang Eranya Nasi Padang Keliling
Melansir dari Guardian, salah satu negara maju di Asia, yakni Jepang ternyata sudah lebih peka akan permasalahan alergi pollen ini. Diketahui, Tokyo menjadi salah satu kota di Jepang yang rawan memiliki alergi pollen.
Survei dari pemerintah setempat menemukan bahwa hampir setengah penduduk di sana menderita hay fever atau rinitis alergi yang jauh lebih tinggi di atas rata-rata global yang diperkirakan mencapai 10–30%.
Melihat adanya permasalahan yang serius ini, pemerintah Jepang pun lebih selektif lagi dalam menanam tumbuhan atau tanaman di area lingkungan perkotaan guna mencegah gangguan kesehatan.
Penanaman berdasarkan istilah botanical sexism ini memang bermanfaat bagi pemerintah kota untuk mengatur dan memelihara tanaman di area sekitar. Namun, penanaman tumbuhan jantan yang berlebihan justru akan memberikan dampak yang serius bagi kesehatan penduduk yang memiliki alergi pollen.
Sama halnya dengan manusia, diskriminasi atau ketimpangan yang terjadi dalam dunia botani pun pada akhirnya hanya akan memberikan peluang kerugian bagi manusia. Keseimbangan dan kesetaraan turut menjadi hal yang penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman.
(Annisa Deli Indriyanti)