Ragam

Fenomena Tradwife di Media Sosial, Pilihan Hidup atau Sekadar Konten?

Ngakunya ibu rumah tangga full time, tapi waktunya sibuk merekam dan mengedit video semua aktivitas di rumah demi feed yang ciamik.

Vania Rossa

Ilustrasi tradwife (Freepik/pch.vector)
Ilustrasi tradwife (Freepik/pch.vector)

Dewiku.com - Istilah tradwife tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Singkatan dari traditional wife, tradwife merujuk pada perempuan yang memilih menjalani peran istri dengan nilai-nilai tradisional, fokus pada rumah tangga, melayani suami, dan mengurus anak sepenuhnya. Gaya hidup ini sering dianggap menghidupkan kembali kehidupan sederhana perempuan di era lampau.

Namun, keberadaan tradwife juga memicu kontroversi. Sebagian orang menilai pilihan ini sah-sah saja selama tidak ada unsur paksaan. Tapi masalah muncul ketika tradwife dijadikan standar atau tekanan bagi perempuan lain, sehingga budaya patriarki justru semakin tumbuh dalam kehidupan sehari-hari.

Di media sosial, representasi tradwife cukup beragam. Mengutip Parents, influencer tradwife @esteecwilliams pernah mengunggah video yang menjelaskan gerakan ini. Menurutnya, tradwife memilih hidup tunduk pada suami dan fokus melayani mereka. Konten dengan tagar #tradwife biasanya menampilkan perempuan menyiapkan makanan, rumah rapi, dan kehidupan keluarga yang harmonis.

Gerakan tradwife menekankan perempuan sebagai kekuatan penting dalam rumah tangga. Meski begitu, sebagian orang melihat tradwife sebagai bentuk kemunduran bagi perempuan modern. Misalnya, di TikTok, @lvyoutwest menyebut gaya hidup ini cenderung kuno, menganggapnya sebagai tren sesaat bagi milenial dan Gen Z. Ia menekankan, sebelum dikenal sebagai tradwife, perempuan hanya disebut “ibu rumah tangga” atau sekadar “perempuan”.

Ironisnya, walau tradwife mengaku tidak bekerja, kenyataannya mereka tetap bekerja keras di media sosial. Aktivitas merekam, mengedit, dan menjaga eksistensi online memerlukan waktu dan tenaga, bahkan beberapa akun dimonetisasi. Dengan kata lain, walau kehidupan mereka terlihat berfokus pada nilai tradisional, mereka tetap bergantung pada teknologi modern dan media sosial. Banyak tradwife mempromosikan citra suami sebagai pilar utama keluarga, padahal pengakuan publik justru datang dari pekerjaan mereka di dunia digital.

Perbedaan Tradwife dan Ibu Rumah Tangga

Banyak orang keliru menyamakan tradwife dengan ibu rumah tangga biasa. Menurut Tibayan, asumsi bahwa setiap perempuan yang fokus pada rumah tangga otomatis menjadi tradwife adalah salah kaprah. Tradwife sering mempromosikan kembali peran gender “alami”, yang kadang dipandang bertentangan dengan cita-cita feminis modern.

Fenomena ini menimbulkan banyak kontroversi karena terlihat meromantisasi masa ketika perempuan hadir hanya untuk mendukung suami. Padahal, menjalani peran tradwife bukan hal sepele—butuh komitmen dan kesadaran penuh terhadap tanggung jawab rumah tangga.

Kontroversi dan Risiko di Balik Glamornya Tradwife

Di satu sisi, tradwife dipandang glamor di media sosial, menampilkan kehidupan ideal tanpa stres. Suami menafkahi, istri fokus pada rumah dan anak. Namun, menurut Moore, gambaran ini berisiko tinggi. Ketergantungan finansial penuh pada pasangan membuat kebahagiaan tradwife sangat bergantung pada kondisi ekonomi rumah tangga dan kualitas suami.

Di balik citra glamor itu, banyak tradwife menghadapi tekanan mental, kesulitan keuangan, hingga hubungan yang kurang sehat. Fenomena ini diperparah ketika gaya hidup tradwife dipasarkan secara komersial, misalnya lewat kursus online bernilai ribuan dolar.

Singkatnya, tradwife bukan sekadar tren estetik di media sosial. Ia menyimpan pertanyaan besar: apakah perempuan memilih gaya hidup ini murni untuk keluarga, atau sebagian dijalankan demi konten dan pengakuan publik? Perdebatan ini menegaskan pentingnya memahami tradwife secara utuh—tidak hanya dari visual glamor di Instagram atau TikTok, tapi juga dari realitas di balik layar.

(Himayatul Azizah)

Berita Terkait

Berita Terkini