Ragam
Career Minimalism: Ketika Gen Z Memilih Bahagia, Bukan Hanya Berkarier
Di tengah semakin cepatnya laju dunia kerja modern, generasi muda mulai menunjukkan perubahan besar dalam memandang arti sukses.
Vania Rossa
Dewiku.com - Di tengah semakin cepatnya laju dunia kerja modern, generasi muda mulai menunjukkan perubahan besar dalam memandang arti sukses. Gen Z, yang tumbuh di era serba digital dengan dinamika sosial yang kompleks, kini tidak lagi menjadikan karier sebagai pusat kehidupan. Mereka memilih pendekatan baru yang lebih menyeimbangkan hidup: career minimalism. Konsep ini bukan sekadar tren, tetapi cara berpikir yang menempatkan kesejahteraan pribadi sejajar dengan pencapaian profesional.
Career minimalism sering disalahpahami sebagai sikap malas atau kurang ambisi. Padahal, bagi Gen Z, hal ini justru tentang bekerja dengan lebih cerdas dan penuh kesadaran. Mereka memilih pekerjaan yang memberi ruang untuk hidup, bukan pekerjaan yang menyita seluruh energi dan waktu hanya demi status atau penghargaan. Ukuran sukses bagi mereka tidak lagi terbatas pada jabatan tinggi atau penghasilan besar, tetapi juga mencakup kesehatan mental, waktu untuk berkembang, dan hubungan sosial yang sehat.
Salah satu alasan munculnya gerakan ini adalah karena Gen Z tumbuh melihat dampak negatif budaya kerja yang terlalu keras. Mereka menyaksikan generasi sebelumnya bekerja tanpa henti, mengorbankan waktu bersama keluarga, hingga menghadapi kelelahan fisik dan mental. Pengalaman itu menjadi cermin bahwa ambisi berlebihan sering menggerus kualitas hidup. Dari sanalah tumbuh kesadaran bahwa hidup yang seimbang jauh lebih bernilai daripada pencapaian profesional yang menguras tenaga.
Dalam praktiknya, career minimalism membuat Gen Z lebih selektif dalam memilih pekerjaan. Mereka cenderung mencari lingkungan kerja yang fleksibel, seperti perusahaan yang menawarkan work-life balance, sistem kerja hybrid, atau peluang kerja jarak jauh. Banyak dari mereka rela menolak pekerjaan dengan gaji lebih tinggi jika budaya kerjanya tidak sehat. Prioritas mereka sederhana: pekerjaan yang memberi ruang bernapas, bukan yang terus menuntut tanpa batas.
Meski begitu, cara pandang ini tidak jarang menimbulkan kritik. Ada yang menganggap Gen Z kurang gigih atau mudah menyerah. Namun, generasi ini justru memperluas arti ambisi. Bagi mereka, memiliki hidup yang stabil secara emosional, sehat secara mental, dan selaras dengan nilai pribadi adalah bentuk pencapaian yang sama pentingnya dengan sukses profesional. Mereka memilih untuk menghindari pekerjaan yang melelahkan jiwa dan lebih fokus pada pekerjaan yang memberi dampak positif, meski sederhana.
Pergeseran ini menunjukkan bahwa karier tetap penting, tetapi tidak lagi menjadi satu-satunya pusat kehidupan. Gen Z ingin bekerja, berkontribusi, dan berkembang, namun tetap menjaga diri agar tidak terjebak dalam tekanan yang merusak kesehatan mental. Mereka mencari pekerjaan yang mendukung kreativitas dan memberikan kesempatan belajar tanpa harus mengorbankan kebahagiaan pribadi.
Pada akhirnya, career minimalism mengajarkan bahwa hidup tidak perlu dihabiskan hanya untuk bekerja. Gen Z memberi contoh bahwa kesuksesan sejati bukan hanya tentang jabatan, tetapi tentang kemampuan menikmati hidup, hadir untuk diri sendiri, dan menjaga keseimbangan. Dengan memilih jalan ini, mereka bukan hanya membangun karier—mereka sedang membangun kehidupan yang lebih utuh, lebih sadar, dan lebih manusiawi.
(Clarencia Gita Jelita Nazara)
Baca Juga
Akses Layanan Kesehatan Kelas Dunia, Kini Lebih Dekat untuk Keluarga Indonesia
Regenerative Beauty: Tren Baru yang Bikin Kulit Glowing Alami Tanpa Kesan 'Diisi'
Marak Kasus Kekerasan, Apa Makna Ruang Aman Sebenarnya Bagi Perempuan?
Ada Tablet Tambah Darah di Menu MBG, Upayakan Penurunan Angka Stunting di Indonesia
Berkilau di Laboratorium: 4 Perempuan Peneliti Pemenang L'Oreal-UNESCO For Women in Science 2025
Bukan Sejuk, Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik yang Berbahaya bagi Kesehatan Maupun Lingkungan








