Kamis, 05 Juni 2025

Kebaya Comeback! Dari Warisan Budaya ke Panggung Self-Expression Perempuan Muda

Di tangan generasi baru, kebaya bukan sekadar warisan nenek moyang, tapi juga jadi bentuk pernyataan personal dan kebanggaan terhadap akar budaya.

Vania Rossa
share on facebook share on twitter share on line share on telegram share on whatsapp copy to clipboard
Ilustrasi kebaya. (Unsplash)
Ilustrasi kebaya. (Unsplash)

Dewiku.com - Di tengah gempuran tren fashion global dan modernisasi yang makin masif, kebaya tetap berdiri sebagai simbol budaya yang kuat dan relevan.

Bukan cuma sebatas busana tradisional, kebaya kini jadi medium bagi perempuan Indonesia untuk mengekspresikan diri, menunjukkan identitas, dan menyuarakan nilai-nilai yang mereka percaya.

Di tangan generasi baru, kebaya bukan sekadar warisan nenek moyang, tapi juga jadi bentuk pernyataan personal dan kebanggaan terhadap akar budaya.

Menurut Dr. Ratna Sari Dewi, antropolog budaya dari Universitas Indonesia, kebaya punya peran penting dalam membentuk narasi identitas perempuan Indonesia.

“Kebaya itu bukan cuma simbol femininitas, tapi juga alat komunikasi sosial. Pilihan motif, warna, hingga cara memakainya bisa mencerminkan kelas sosial, status, bahkan pandangan politik seseorang di masa lalu. Sekarang, kebaya berevolusi jadi sarana perempuan menampilkan versi dirinya yang autentik, tanpa harus meninggalkan nilai tradisional,” jelasnya.

Tren mengenakan kebaya untuk acara non-formal, seperti nongkrong, ke kantor, bahkan festival musik, juga menunjukkan bagaimana kebaya kini masuk dalam ranah self-expression.

Para desainer muda seperti Ghea Panggabean, Didiet Maulana, sampai komunitas Kebaya Bergerak aktif meredefinisi kebaya sebagai pakaian yang inklusif dan relevan untuk semua kalangan.

Didiet Maulana, desainer dan pendiri IKAT Indonesia, menyebut bahwa kebaya adalah perjalanan kultural yang bisa disesuaikan dengan narasi masing-masing perempuan.

Lewat modifikasi bahan, padanan dengan celana jeans atau sneakers, serta pemilihan gaya yang lebih bebas, perempuan muda bisa tetap ‘berkebaya’ sambil jadi dirinya sendiri.

Lebih dari sekadar pilihan fashion, kebaya juga menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan dan norma gender yang sering menekan perempuan.

Banyak aktivis perempuan yang mengenakan kebaya sebagai simbol perlawanan halus, mengingat sejarah kebaya yang dulunya juga dikenakan para pejuang perempuan seperti Kartini.

Fenomena ini juga terasa kuat di media sosial, di mana tagar seperti #Berkain mendorong perempuan dari berbagai latar belakang untuk berbagi gaya dan cerita pribadi mereka lewat kebaya.

Dari mahasiswi, pekerja kreatif, sampai ibu rumah tangga, semua menunjukkan bahwa kebaya bisa dipakai siapa saja, kapan saja, dan untuk tujuan apa saja.

Melalui kebaya, perempuan Indonesia bukan hanya menjaga tradisi, tapi juga menciptakan ruang baru di mana nilai-nilai personal, sosial, dan budaya bisa saling berkelindan.

Kebaya tak lagi kaku dalam bingkai masa lalu, tapi hidup dan berkembang seiring semangat perempuan hari ini: berani, terbuka, dan penuh warna.

(Imelda Rosalina)

Terkait

Terkini