Trending

Jadi Asisten Rumah Tangga? Dulu Dipandang Sebelah Mata, Sekarang Jadi Jalan Ninja Gen Z

Fenomena Gen Z jadi ART semakin terlihat di media sosial. Bukan karena kepepet, tapi karena realistis dan cari hidup nyaman.

Vania Rossa | Ayu Ratna

Ilustrasi gen Z jadi ART. (Freepik)
Ilustrasi gen Z jadi ART. (Freepik)

Dewiku.com - Di tengah ketatnya persaingan dunia kerja, makin banyak Gen Z yang justru memilih jalur karier yang mungkin dulu dianggap kurang bergengsi—jadi asisten rumah tangga alias ART.

Bukan karena nggak punya mimpi, tapi karena realita ekonomi yang bikin mereka harus lebih fleksibel. Banyak dari mereka bahkan lulusan perguruan tinggi, tapi belum dapat pekerjaan yang sesuai bidang. Daripada nganggur dan cuma rebahan, mereka memilih kerja nyata, meski harus berurusan sama lap, sapu, dan popok bayi.

Fenomena ini viral di media sosial, apalagi setelah banyak anak muda yang cerita pengalamannya jadi ART, nanny, atau baby sitter dan ternyata gajinya lumayan banget.

Bahkan ada yang ngaku bisa dapet Rp6 juta sebulan, plus fasilitas makan enak dan tempat tinggal gratis. Di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit dan harga hidup makin tinggi, pilihan ini jelas masuk akal banget.

Gaji Lumayan, Fasilitas Oke, Gengsi? Skip Aja!

Salah satu cerita yang viral datang dari netizen yang awalnya malu kerja bantu-bantu rumah orang.

"1 tahun pertama rasanya pengen banget keluar dan nggak berani bilang ke temen-temen soal kerjaanku. Tapi aku mikir, dapat bos baik itu juga rezeki. Sekarang gaji aku udah 5 juta, kadang dikasih bonus, dan kalau diajak ke restoran selalu dibebasin milih menu apa aja," tulis salah satu pengguna X.

Gajinya oke, lingkungan kerja nyaman, dan yang penting, hidup nggak stres mikirin deadline kayak di kantor.

Cerita lainnya datang dari mantan perawat yang dulu digaji Rp2,7 juta. Setelah pindah jadi nanny, ia sekarang dapat Rp6 juta sebulan, tanpa perlu mikirin kos atau makan karena semua ditanggung majikan.

"Kerja di RS udah kayak mengabdi, stres 24 jam. Sekarang jadi nanny, hidupku jauh lebih tenang," ungkapnya.

Cerita ini menunjukkan kalau kadang pekerjaan bergengsi nggak selalu menjamin kualitas hidup yang lebih baik.

Fenomena ini juga bikin banyak orang berpikir ulang soal stigma kerja domestik. Dulu dianggap sebagai pilihan terakhir, sekarang justru jadi pekerjaan yang menjanjikan bagi sebagian anak muda. Apalagi dengan adanya fleksibilitas kerja, suasana yang lebih santai, dan kadang bisa ikut jalan-jalan bareng majikan.

Fakta lainnya, tetangga dari salah satu netizen bahkan menggaji ART untuk neneknya Rp4 juta lebih sebulan, dengan makan, kamar pribadi, dan wifi gratis. Sementara si netizen sendiri harus banting tulang buat dapat Rp1 juta. Ini jadi bukti kalau kerja di sektor domestik pun bisa kasih penghasilan yang nggak main-main.

Bukan Gengsi, Tapi Bertahan Hidup

Fenomena ini juga jadi pengingat bahwa hidup bukan soal gengsi, tapi soal bertahan. Gen Z yang dikenal melek teknologi dan punya akses informasi luas, jadi lebih pragmatis dalam menghadapi kenyataan. Selama kerja itu halal dan bisa penuhi kebutuhan hidup, kenapa harus malu?

Fenomena “skill trap” atau jebakan keahlian juga makin terasa. Banyak lulusan sarjana yang nggak dapat pekerjaan sesuai jurusannya. Jadi daripada nunggu kerja kantoran yang belum jelas kapan datangnya, mereka memilih cari jalan lain. Kadang malah ketemu jalan rezeki yang lebih oke dari ekspektasi awal.

Yang menarik, banyak juga yang justru lebih puas dan bahagia setelah pindah jalur karier. Gaji lebih stabil, biaya hidup ditekan, dan tekanan kerja lebih rendah. Nggak sedikit yang bilang hidupnya jadi lebih sehat mental karena nggak harus mikirin target terus-menerus.

Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa Gen Z semakin realistis dan terbuka terhadap segala jenis pekerjaan. Mereka berani melawan stigma, keluar dari batasan sosial, dan lebih fokus pada kenyamanan hidup daripada prestise semu. Dan siapa tahu, dari situ justru muncul peluang dan pengalaman baru yang nggak bisa didapat di kantor.

Di tengah realita ekonomi yang makin keras, Gen Z menunjukkan sikap adaptif dan nggak malu ambil kerja apa pun, termasuk jadi ART. Buat mereka, yang penting halal, ada pemasukan, dan hidup tetap jalan. Fenomena ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa kerja keras dan kejujuran tetap jadi nilai utama, meski jalur kariernya nggak sesuai ekspektasi banyak orang.

Berita Terkait

Berita Terkini