Trending

Bukan Cuma Canggih, Ternyata AI Juga Butuh Sentuhan Manusia Biar Nggak Kaku

Data yang nggak akurat atau nggak lengkap bisa bikin AI salah langkah. Makanya, harus selalu ada peran manusia di setiap tahap pengembangan AI.

Vania Rossa

Ilustrasi AI aau artificial intelligence. (Freepik)
Ilustrasi AI aau artificial intelligence. (Freepik)

Dewiku.com - AI alias artificial intelligence sekarang udah jadi bagian dari hidup kita, dari belanja online sampai dengerin rekomendasi lagu. Tapi, menurut survei terbaru Ipsos, suksesnya AI di masa depan nggak cuma soal seberapa cepat atau pintarnya teknologi ini bekerja.

Yang bikin AI benar-benar “wow” adalah kemampuannya paham manusia—emosi, kebiasaan, dan nilai-nilai yang bikin kita unik.

Dalam laporan “Humanizing AI for Innovation Success”, Ipsos ngingetin kalau inovasi yang keren itu bukan cuma yang mutakhir secara teknis, tapi juga nyambung sama kehidupan nyata dan bikin orang ngerasa “ini gue banget”.

Menurut Ipsos AI Monitor 2025, 85% orang Indonesia optimis AI bakal bawa manfaat besar—naik dari 80% tahun lalu. Meski begitu, 43% masih ada rasa khawatir saat memakainya. Artinya? Kita cepat adaptasi sama teknologi baru, tapi tetap punya mode waspada ON.

“Negara yang paling semangat sama AI biasanya juga percaya teknologi ini bakal ngedorong ekonominya,” jelas Hansal Savla, Managing Director Ipsos Indonesia, saat ditemui di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Tantangannya sekarang: bikin AI yang nggak cuma pintar, tapi juga etis, inklusif, dan benar-benar berguna.

AI Tanpa Empati? Bisa Salah Target

AI emang jago banget ngolah data, tapi nggak selalu ngerti kenapa orang beli sesuatu atau pilih satu hal ketimbang yang lain. Kadang, keputusan kita dipengaruhi emosi atau kebiasaan yang susah diukur sama algoritma.

“Kita nggak bisa lepasin teknologi dari konteks sosial dan emosional pengguna,” kata Dr. Nikolai Reynolds, Ipsos Global Head of Product Testing.

Kuncinya? Kolaborasi AI dan sentuhan manusia biar hasilnya relevan dan nyampe ke hati.

Kualitas Data: Pondasi AI yang Sehat

Data yang nggak akurat atau nggak lengkap bisa bikin AI salah langkah. Makanya, Ipsos pegang prinsip “human in the loop”—selalu ada peran manusia di setiap tahap pengembangan AI, dari ngolah data sampai memastikan hasilnya etis dan tepat sasaran.

AI yang Humanis, Masa Depan yang Inklusif

Buat Ipsos, AI itu alat bantu, bukan pengganti. Kalau teknologi ini bisa seimbang antara canggih dan humanis, masa depan kita bukan cuma lebih modern, tapi juga lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Jadi, meskipun AI makin pintar, sentuhan manusia tetap nggak tergantikan. Karena pada akhirnya, yang ngerti manusia ya cuma manusia juga.

Berita Terkait

Berita Terkini