Trending

Salut! Anggota DPR Tidak Menerima Tunjangan Rumah atau Mobil: Tapi Ini di Swedia

Anggota DPR hidup sederhana tanpa tunjangan rumah atau mobil dinas. Mereka naik transportasi umum layaknya rakyat biasa.

Vania Rossa | Ayu Ratna

Ilustrasi anggota dpr (Instagram/dpr_ri)
Ilustrasi anggota dpr (Instagram/dpr_ri)

Dewiku.com - Kalau biasanya kita dengar anggota DPR punya banyak fasilitas, cerita di Swedia justru kebalikannya banget, lho. Para politisi di negara itu dikenal hidup sederhana tanpa tunjangan rumah ataupun mobil dinas.

Mereka diperlakukan sama seperti rakyat biasa yang mereka wakili. Bayangin aja, nggak ada mobil dinas mewah atau sopir pribadi yang siap antar-jemput.

Para anggota DPR Swedia lebih sering naik bus atau kereta, bahkan duduk bersebelahan dengan warga lain dalam perjalanan ke kantor. Hal ini dianggap wajar dan sudah jadi budaya di sana.

Beda jauh sama kondisi di Indonesia, di mana fasilitas untuk anggota DPR sering jadi sorotan publik karena dinilai terlalu berlebihan. Nah, justru kesederhanaan politisi Swedia ini bikin mereka makin dihormati rakyatnya.

Alasan Budaya Hidup Sederhana

Gaya hidup sederhana para politisi Swedia nggak lepas dari nilai budaya mereka yang disebut Lagom, artinya “tidak kurang, tidak lebih”. Konsep ini menekankan keseimbangan dalam hidup, efisiensi, dan rasa saling menghormati antarwarga.

Dari situlah muncul pandangan bahwa anggota DPR harus hidup biasa saja, sama seperti rakyat yang mereka wakili. Mereka bukan elit yang pantas mendapat fasilitas mewah, tapi wakil rakyat yang harus tetap dekat dengan masyarakat.

Secara historis, Swedia punya tradisi egaliter yang kuat. Artinya, semua orang dipandang sama, nggak peduli status sosialnya. Jadi, kalau politisi hidup berlebihan, publik bisa menganggap itu sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai kebersamaan.

Selain itu, budaya kerja di Swedia juga menekankan efisiensi dan keseimbangan hidup. Bagi mereka, naik transportasi umum bukan tanda rendah derajat, tapi bentuk kedekatan dengan warga. Ini juga bikin politisi lebih membumi dan nggak terjebak dalam kemewahan.

Dampak Positif Bagi Publik

Kebijakan tanpa tunjangan rumah atau mobil dinas jelas berdampak pada citra politisi. Publik melihat mereka sebagai wakil rakyat yang transparan dan nggak doyan kemewahan. Dengan begitu, tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah jadi lebih tinggi.

Selain mengurangi kecurigaan soal korupsi, kebijakan ini juga memperkuat rasa keterwakilan. Rakyat merasa politisi benar-benar hidup seperti mereka, bukan orang-orang yang jauh dari realitas sehari-hari.

Bahkan, penggunaan taksi berlebihan pun bisa jadi sorotan media di Swedia. Jadi, wajar aja kalau anggota DPR lebih memilih transportasi umum. Hemat biaya, ramah lingkungan, dan yang paling penting: nggak bikin rakyat merasa uang pajak dipakai seenaknya.

Yang menarik, hanya ada tiga mobil dinas Volvo S80 di parlemen Swedia, itu pun khusus buat ketua dan tiga wakilnya. Itu pun nggak bisa dipakai seenaknya, hanya untuk tugas resmi. Satu-satunya pejabat yang berhak pakai mobil dinas permanen ya cuma Perdana Menteri.

Kalau di Indonesia, isu tunjangan DPR sering bikin heboh. Tapi di Swedia, justru kesederhanaan yang jadi standar. Hasilnya, politisi dihormati karena dianggap benar-benar menjalankan peran sebagai pelayan rakyat.

Kisah DPR Swedia ini bisa jadi cermin buat banyak negara, termasuk Indonesia. Kesederhanaan mereka menunjukkan kalau jadi politisi bukan soal fasilitas, tapi soal tanggung jawab. Dengan gaya hidup sederhana, kepercayaan publik terjaga dan demokrasi bisa berjalan sehat. Salut banget, kan?

Berita Terkait

Berita Terkini