Trending

Geram Ada Burger di MBG, Dokter Tan Shot Yen Dorong Menu Pangan Nusantara

Ahli gizi, Dokter Tan Shot Yen viral di media sosial karena berhasil mengkritik menu program MBG yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak.

Vania Rossa

Dokter Tan Shot Yen menghadiri  Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Senin (22/9/2025) bersama dengan Komisi IX DPR RI untuk membahas dan mengkritik menu MBG yang tidak sesuai dengan pedoman gizi (YouTube/TVR Parlemen)
Dokter Tan Shot Yen menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada Senin (22/9/2025) bersama dengan Komisi IX DPR RI untuk membahas dan mengkritik menu MBG yang tidak sesuai dengan pedoman gizi (YouTube/TVR Parlemen)

Dewiku.com - Kasus siswa keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menjadi sorotan banyak orang, termasuk ahli gizi di Indonesia. Menu makanan yang disajikan pada program pemerintah tersebut turut mendapat kritik keras dari publik dan dokter gizi karena tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi anak serta bakteri yang menyebabkan para siswa keracunan. 

Pada Senin (22/9/2025), ahli gizi Dokter Tan Shot Yen menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama dengan Komisi IX DPR RI. Dalam rapat tersebut, Tan Shot Yen mengkritik keras menu yang disajikan pada program MBG. 

Ahli gizi tersebut juga menyentil keberadaan makanan fast food, seperti burger dan spaghetti dalam menu MBG di beberapa daerah. Dokter Tan Shot Yen pun mengaku tidak habis pikir karena pihak yang terlibat menyediakan menu yang jelas tidak sehat dan mengandung sedikit nutrisi untuk kebutuhan gizi pada anak. 

Selain itu, Dokter Tan Shot Yen juga menyayangkan adanya menu makanan berbahan dasar tepung terigu. Menurutnya tepung terigu yang berasal dari tanaman gandum ini justru terlihat aneh jika dikenalkan pada program makan bergizi. Selain tidak sehat, gandum menjadi salah satu bahan pangan yang tidak tumbuh di Indonesia. 

“Yang dibagi adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia,” ucap Tan

Dokter Tan juga menyampaikan jika telah terjadi tindakan kastanisasi saat pembagian menu burger pada program MBG karena adanya perbedaan wilayah dan permainan dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Dibagi spaghetti, dibagi bakmi gacoan, oh my god. Dan maaf ya, itu isi burgernya, itu kastanisasi juga. Kalau yang deket dengan pusat, supaya keliatan bagus, dikasih katak chicken katsu. Tapi coba kalau di daerah, yang SPPG-nya juga agak sedikit main. Dikasih itu loh, “benda” tipis berwarna pink,” tegas Dokter Tan.

Dokter tersebut juga menegaskan kepada DPR jika pembagian dan DIY (do it yourself) penyusunan menu burger tidak sesuai dengan tujuan awal MBG.

“Kan bukan itu tujuan MBG. Punten, ya, dan akhirnya apa, ini mau sampai kapan makannya burger?” ungkap Dokter Tan serius. 

Dalam rapat tersebut, Dokter Tan juga menambahkan jika ia menyetujui (mengakui) bahwsanya ada beberapa anak yang tidak menyukai pangan lokal karena tidak terbiasa menikmatinya. Namun, bukan berarti pihak dapur MBG harus membuat menu yang memang disukai anak-anak atau siswa, terlebih jika menu makanan tersebut tidak sehat dan tidak masuk ke dalam kategori pangan lokal. Secara tidak langsung, ia juga menegaskan jika keberadaan ahli gizi dalam dapur MBG menjadi hal penting untuk mengatur SPPG.

Dokter Tan menambahkan dirinya berharap menu makanan yang disediakan oleh pemerintah berasal dari bahan pangan lokal sebanyak 80%. Selain sehat, pemilihan bahan pangan lokal juga akan membiasakan siswa untuk menikmati makanan Indonesia, bukan internasional seperti dua menu fast food tersebut. 

“Alokasikan menu lokal sebagai 80% isi menu MBG di seluruh wilayah, ya. Saya pengen anak (di) Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengen anak (di) Sulawesi bisa makan kapurung,” ujar Dokter Tan.

Kritik keras yang disampaikan Dokter Tan bukanlah yang pertama kali. Sejak kasus keracunan siswa muncul dan pembagian menu yang asal-asalan tersebar di media, banyak masyarakat yang menuntut pemerintah untuk segera memperbaiki pemilihan menu, bahkan memaksa pemerintah untuk membubarkan program MBG. 

Menurut BBC News, baru-baru ini telah dilaporkan ada sekitar lebih dari 1.000 siswa di wilayah Bandung Barat yang mengalami keracunan massal usai menyantap MBG. Para korban dilaporkan mengalami gejala, seperti sesak napas, pusing, mual, dan sakit perut.

Bahkan, beberapa orang tua korban mengaku sebelumnya terbantu dengan adanya program MBG. Namun, melihat anak mereka menjadi korban, para orang tua justru memilih untuk memasak sendiri bekal makanan untuk anaknya dibandingkan melihat buah hatinya keracunan akibat konsumsi makan siang gratis.

(Annisa Deli Indriyanti)

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini