Sejarah Kebaya di Indonesia, Busana Nasional Warisan Budaya Nusantara

Apa yang membuat kebaya diakui sebagai busana nasional?

By: Rima Sekarani Imamun Nissa icon Selasa, 23 Juli 2024 icon 12:00 WIB
Sejarah Kebaya di Indonesia, Busana Nasional Warisan Budaya Nusantara

Kebaya encim. (Dewiku.com/Yasinta Rahmawati)

Tanggal 24 Juli telah ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional. Siapa sangka, busana kebanggaan perempuan Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

National Chair Indonesian Fashion Chamber (IFC) periode 2024-2027, Lenny Agustin, mengungkapkan, kebaya mulanya dipakai perempuan-perempuan keraton. 

Lenny memaparkan, dulunya saat masyarakat Indonesia masih mayoritas beragama Hindu dan Buddha, kain sepotong itu tidak boleh dijahit. Pasalnya, ada keyakinan bahwa kain sakral dan bermakna adalah kain yang tanpa jahitan.

Baca Juga: Viral Video AI Fashion Show, Donald Trump hingga Putin Mendadak Jadi Model

Namun, memasuki abad ke-14 saat banyak orang Barat yang datang ke Indonesia, perempuan-perempuan di keraton ingin berdiri sejajar dengan para pendatang. Mereka pun mulai mengadopsi baju atasan untuk menutupi bagian bahu.

"Selain itu, agama Islam juga sudah mulai masuk dari abad ke-15, jadi kesopanan ini mulai masuk ke ranah perempuan-perempuan kelas atas, dan tentunya mereka selalu ingin yang menjadi yang terdepan," ujar Lenny dalam acara Designer Talk : Perempuan Indonesia & Kebaya yang diunggah di kanal YouTube Indonesian Fashion Chamber Official, melansir Suara.com.

Baca Juga: Outfit Liburan Ameena Bikin Gemas, Harganya Tembus 2 Digit

"Jadi, mode itu, kalau sekarang kita tren mode bisa didapat dari desainer dari trend setter artis dan sebagainya, kalau dulu itu dari penguasa dulu, dari keraton, kerajaan, karena mereka juga punya kuasa untuk mengatur pakaian rakyatnya, jadi yang boleh dan enggak boleh dan sesuai dengan kedudukan itu diatur oleh keraton," tutur sang desainer.

Kebaya pun berkembang sesuai identitas berbagai kalangan di masa lampau. Salah satunya orang-orang keturunan Tionghoa yang tidak mau memakai kain yang sama dengan perempuan keraton.

"Kenapa kita sekarang kenalnya sebagai kebaya encim? Karena waktu itu sebagai kelas masyarakat strata kedua setelah Belanda, tentu orang-orang keturunan Tionghoa ini, mereka pengusaha dan tentunya sangat kaya-raya, mereka juga ingin menyamai perempuan-perempuan induk ini, dan mereka juga tetap memasukkan identitas mereka baik di kebayanya maupun di kainnya. Jadi kebayanya mereka bordir dengan motif-motif khas China. Kain batiknya juga mereka buat dengan gambar-gambar burung naga dan sebagainya," terang Lenny.

Mengapa kebaya jadi busana nasional? Lenny berpendapat bahwa hal ini tak lepas dari pergerakan nasionalisme, utamanya saat Belanda mulai melaksanakan politik balas budi yang memperbolehkan penduduk pribumi belajar sampai ke Negara Kincir Angin meski kala itu tetap dibatasi pada kalangan priyayi.

Gerakan nasionalisme, menurut Lenny, juga memengaruhi para perempuan yang punya kesempatan sekolah tinggi untuk lebih memperlihatkan identitasnya sebagai orang Indonesia dan memilih kebaya di setiap kongres.

"Mereka memilih berkebaya, tidak peduli mereka dari suku apa dan dari mana. Karena pada saat Sumpah Pemuda pun, juga yang datang dari berbagai daerah, dan mereka kompak memakai kebaya," kata Lenny.

Hingga kini, kebaya terus bertransformasi. Sebagai busana nasional, kebaya merupakan pakaian yang sangat luwes dan hampir tidak pernah tanpa makna.

Baca Juga: 5 Tips Gaya Vintage Coquette, Cantiknya Lawas tapi Estetik

"Kebaya dapat bermakna priyayi atau elit, tapi juga bisa rakyat biasa, bisa tradisional, bisa modern, bisa kedaerahan, bisa nasional, bisa sederhana, atau bisa mewah," tandas Lenny.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI