Ragam

Aksi Massa Bikin Rumahnya Berantakan, Sri Mulyani Pilih Respons Tenang dan Janji Berbenah

Meski rumahnya dijarah saat aksi massa, Sri Mulyani tetap tenang. Ia mengingatkan publik agar tak anarki dalam berdemonstrasi dan berjanji melakukan perbaikan.

Vania Rossa | Estika Kusumaningtyas

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Instagram/smindrawati)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Instagram/smindrawati)

Dewiku.com - Rumah pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, jadi sasaran perusakan dan penjarahan pada Minggu (31/8) dini hari oleh sekelompok orang. Aksi ini sempat menimbulkan kehebohan dan beragam respons dari publik.

Aksi massa merusak dan menjarah rumah pejabat ini memang sedang jadi perbincangan dan ramai digaungkan oknum nggak bertanggung jawab. Pada akhirnya, banyak influencer dan publik figur yang menyerukan aksi demonstrasi damai demi tetap menjaga esensi demokrasi.

Di sisi lain, Sri Mulyani juga turut memberikan respons pasca penjarahan di kediamannya dengan pesan menohok. Ia mengaitkan dengan solusi jalur hukum dan etika beradab andai masyarakat memiliki ketidakpuasan pada kebijakan pemerintah.

Sri Mulyani: Ada Jalur Hukum yang Sah dan Beradab lewat Mahkamah Konstitusi

Pasca kejadian, Sri Mulyani melalui media sosial pribadinya menyampaikan sikap tegar dengan menghadiri rapat kabinet bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara untuk membahas situasi sosial, politik, dan keamanan negara.

Di sisi lain, ia juga merespons aspirasi rakyat dan menyebut kalau semua kebijakan disusun melibatkan banyak pihak tanpa bisa dipengaruhi selera pribadi serta sumpah jabatan.

“Sebagai pejabat negara saya disumpah untuk menjalankan UUD 1945 dan semua UU. Ini bukan ranah atau selera pribadi. UU disusun melibatkan Pemerintah, DPR, DPD, dan partisipasi masyarakat secara terbuka dan transparan,” terangnya sesuai lansiran Suara.com.

Namun, tindakan anarkis massa demonstrasi juga dianggap bukan solusi hingga menegaskan pada publik untuk menempuh jalur hukum yang sah dan beradab jika merasa kada ketidakadilan dalam kebijakan pemerintah.

“Jika tidak setuju, bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, atau membawa perkara ke pengadilan hingga Mahkamah Agung. Itu sistem demokrasi Indonesia yang beradab. Pasti belum dan tidak sempurna. Tugas kita terus memperbaiki kualitas demokrasi dengan beradab, tidak dengan anarki, intimidasi serta represi,” jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani dalam keterangannya juga menyampaikan ucapan terima kasih atas semua kritik dan saran masyarakat serta permintaan maaf juga niat berbenah diri.

“Terima kasih kepada seluruh masyarakat yang terus menerus menyampaikan masukan, kritikan, sindiran bahkan makian, juga nasihat. Juga doa dan semangat untuk kami berbenah diri. Kami mohon maaf, pasti masih banyak sekali kekurangan. Bismillah, kami perbaiki terus menerus,” katanya.

Antara Kebijakan Pajak dan Kemarahan Publik

Insiden penjarahan rumah Sri Mulyani nggak lepas dari meningkatnya ketegangan publik dalam aksi demonstrasi yang tujuannya menyampaikan aspirasi rakyat, baik soal kebijakan perundang-undangan serta tingkah anggota DPR yang ‘meresahkan’.

Terkait kebijakan fiskal dari Sri Mulyani selaku pemimpin Kementerian Keuangan (Kemenkeu), statement menaikkan target penerimaan pajak juga ada andil membuatnya jadi sasaran demo kali ini.

Kebijakan ini di satu sisi dianggap penting untuk menopang APBN, tapi juga dinilai membebani masyarakat yang ekonominya masih goyah. Kenaikan target pajak itu membuat banyak masyarakat menilai pemerintah terlalu fokus mengejar angka tanpa melihat kondisi rakyat.

Di media sosial, sentimen negatif terhadap Kemenkeu, termasuk Sri Mulyani, semakin menguat setelah sejumlah kebijakan dan pernyataan sebelumnya juga menuai kontroversi.

Etika Beradab dalam Demokrasi

Kasus penjarahan rumah Sri Mulyani memperlihatkan sisi lain dari demokrasi Indonesia. Aksi turun ke jalan sah dan diatur konstitusi ternyata juga bisa berubah menjadi kekerasan hingga nilai demokrasi jadi hilang.

Sri Mulyani dalam responsnya menekankan bahwa jalur hukum dan etika beradab harus kembali dijadikan pedoman. Tampaknya ia ingin rakyat bisa menyampaikan kritik dan tuntutan melalui jalur yang tepat.

 

 

Berita Terkait

Berita Terkini